Kampanye Tersirat dari Balik Bisnis

Minggu, 15 April 2018 - 10:26 WIB
Kampanye Tersirat dari Balik Bisnis
Kampanye Tersirat dari Balik Bisnis
A A A
JAKARTA - Ketika majalah Forbes mengumumkan 30 nama di bawah usia 30 tahun yang berpotensi menjadi pemimpin di Asia, belum lama ini, semua mata tertuju pada 11 anak muda Indonesia yang masuk di dalamnya.

Fransiska Hadiwidjana salah satunya. Usia pendiri Prelo ini baru 28 tahun, namun startup yang dibangunnya perlahan tapi pasti terus berkembang besar. Prelo merupakan marketplace yang menawarkan layanan jual-beli barang yang pernah dipakai atau preloved, sewa barang, dan jasa titip. Bagaimana usaha Fransiska dalam membangun Prelo? Inilah cerita perempuan kelahiran 3 April 1990 itu kepada KORAN SINDO.

Kapan pertama kali Anda tahu majalah Forbes menyebut Anda termasuk 30 anak muda berpengaruh di Asia? Surprise sekali karena saya tahu dari ramainya grup WhatsApp alumni kampus saya. Ada apa ya? Tahunya ucapan selamat kepada saya dan ungkapan bangga untuk saya, ha ha ha.... Seperti mimpi. Saya tahu kalau yang masuk itu biasanya nama-nama besar, seperti pendiri Traveloka atau siapa lagi yang saya idolakan. Saya memang dihubungi oleh Forbes sebulan sebelum pengumuman. Saya diberi kuesioner, seperti survei oleh mereka. Tidak menyangka kalau mungkin untuk itu ya. Pertanyaannya unik, misalnya pekerjaan pertama saya apa dan sebagainya.

Bagaimana kesan dan arti predikat ini untuk karier Anda dan Prelo?
Tentu saya sangat bersyukur. Ini seperti mengakui saya sebagai satu dari deretan anak muda sukses dari Indonesia di kancah Asia. Bagi Prelo, ini memberi semangat tim. Kemarin kami sempat mengadakan syukuran kecil-kecilan. Semoga berkesan dan menambah semangat berkarya. Ini juga membuka kesempatan untuk Prelo agar orang menjadi lebih mengetahui keberadaan kami.

Bisa diceritakan awal berdiri Prelo?
Prelo diluncurkan pada 2015, terinspirasi dari teman yang suka belanja make up secara online.Namun, terlalu banyak belinya. Seperti shade bedak yang tidak dipakai semua. Lantas bingung, yang tidak terpakai diapakan? Mau dijual, tapi ke mana? Dari situ mulai terpikir.

Memang sudah banyak di Instagram,mereka menyebut barang preloved.Prelo juga berasal dari kata prelove.Saya ingin membuat marketplace khusus ini dengan konsep khusus dan pasti lebih aman. Prelo memiliki segmen untuk perempuan usia 23-34 tahun yang termasuk dalam golongan milenial.

Tim kami sekarang berjumlah 29 orang, dari awal hanya sekitar lima orang. Sebelumnya memang saya juga punya startup,namanya Kleora. Jadi, Prelo merupakan re-branding dari Kleora, dengan tim yang sama, bahkan menjadi sebuah tim besar.

Bagaimana akhirnya Prelo menambahkan fitur layanan dan apa saja?
Karena segmen kami perempuan usia 23-34 tahun dan di antara mereka sedang menjadi ibu muda, ada sebuah masalah yang tengah dihadapi. Terinspirasi dari orang terdekat saya lagi, kali ini kakak saya yang baru punya bayi. Saya lihat dan menyadari barang-barang kebutuhan bayi itu ternyata mahal sekali dan waktu pakainya juga cepat.

Pada saat yang sama, tentu orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Dari situ kami mengembangkan lagi fitur baru di Prelo, yakni layanan sewa supaya orang-orang bisa lebih hemat dalam membeli. Barang bisa disewakan sambil menunggu dipakai lagi oleh anak selanjutnya. Jadi, pada 2015 kami punya sistem jual beli barang preloved.Pada 2017, kami mengembangkan jasa sewa dan pada 2018 Prelo punya fitur baru, yakni jasa titip.

Bagaimana dengan sistem jasa titip (jastip)?
Kami mempunyai pilihan jastip untuk lokal dan internasional. Para traveler yang punya rencana bepergian ke luar negeri bisa mendaftarkan diri. Mereka menginfokan secara spesifik ke mana akan pergi, ke kota mana, dan kapan waktunya.

Lalu setelah itu mereka yang mau bepergian merekomendasikan barang apa saja yang memungkinkan dia beli sehingga orang lebih mudah untuk menitip barang kepadanya. Ada juga sistem pengajuan barang dengan cara seseorang langsung mengirim pesan kepada para traveler,mengajukan barang yang ingin dia titipi.

Selain sebuah marketplace, Anda juga memiliki kampanye di balik Prelo. Salah satunya kampanye antibarang palsu. Bisa dijelaskan mengenai ini?
Jadi di Prelo pastikan yang dijual, jika mempunyai brand,harus original bukan KW. Kami bisa cek ini melalui proses yang terbagi menjadi tiga tahap.

Pertama, saat barang di-upload,kami melakukan pengecekan dengan melihat jejak rekam user.Apakah dia pernah meng-upload barang tidak original melalui media sosialnya.

Kedua, kami punya kurator produk, salah seorang tim kami ahli di bidang ini.

Untuk mengeceknya, kami juga memiliki shadow approve.Jadi, orang tersebut tidak tahu jika sedang dicek atau tidak tahu kalau disetujui karena kami masih melakukan pengecekan. Proses ketiga yaitu mengaktifkan komunitas kami. Ada sistem autentik yang juga diamati oleh orang-orang dari komunitas penjual barang-barang original.

Selanjutnya, kami memiliki komunitas Inspector, mereka berasal dari user juga. Mereka melaporkan jika ada yang upload barang tidak asli. Selain itu, kami juga mempunyai kampanye ramah lingkungan. Karena kami menjual beli barang yang pernah dipakai juga sewa, jadi lebih mendorong masyarakat untuk sayang lingkungan dengan cara mengurangi penggunaan barang. Daripada beli baru, lebih baik sewa atau beli barang preloved.

Anda berbisnis di sebuah marketplace. Bagaimana sistem keamanannya karena ini menyangkut perdagangan online ?
Kami semua bayar di Prelo. Kami penghubung antara penjual dan pembeli. Seperti keamanan marketplace,kalau untuk jual beli sama seperti yang lain. Uang akan sampai ke penjual setelah barang diterima oleh pembeli, jika tidak ada masalah. Begitu juga dengan sewa, bahkan kami meminta syarat fotokopi KTP untuk memastikan barangnya tetap aman.

Jika ada kerusakan, bisa meminta ganti kepada orang yang bersangkutan karena sudah jelas alamatnya. Kalau jastip, sekarang masih sama seperti jual beli. Jadi, uang ada di Prelo dulu. Namun, kami ada pengecualian jika barang yang dititipi itu mahal. Bisa kami kasih langsung uangnya kepada traveler,tapi masih sebagian besar uang ditahan untuk persyaratan, kalau ada kasus tertentu saja.

Apakah ada kesulitan membuat bisnis yang terlalu segmented ?
Itu memang konsep awal kami. Namun, seiring berjalannya waktu tentu kami membuka kesempatan kepada orang di luar dari segmen tersebut untuk mengiklankan barang preloved mereka. Semua orang kini bisa menawarkan barang apa saja di luar dari target market kami. Hanya, justru karena segmented membuat semua berjalan sukses.

Sebab, kami sudah punya target market tersendiri. Menurut saya, kalau terlalu segmented itu memang kekurangannya konsumen jadi terbatas, tidak meluas. Namun, positifnya sebuah perusahaan bisa lebih memahami user,lebih mudah untuk kami tahu apa maunya. Cuma memang ini bergantung kondisi.

Apa tantangan bagi Anda selama mendirikan Prelo?
Tantangannya pasti berbeda, bergantung fitur yang ada pada kami. Seperti kalau jual beli memang ada saja karena kami pemain baru, sementara marketplace lain sudah ada sejak lama, dari lima tahun lebih ke belakang. Jadi, kami punya banyak kompetitor. Maka itu, kami punya segmen target market sendiri awalnya.

Kalau untuk sewa, kebutuhan itu tidak selamanya ada atau tidak sering. Jastip sebenarnya banyak, tetapi orang lebih sering secara personal titip melalui Instagram. Cuma kami punya pilihan baru untuk lebih aman dan tepercaya. Kami menawarkan hal itu.

Kalau dari segi produk, startup kami mengalami banyak tantangan. Namun, masih bisa kami tangani karena dari segi tim memang kami programmer,jadi paham dunia IT. Tim saya itu masih satu alumni, ada yang yunior saya di kampus.

Apakah benar programmer sekarang menjadi profesi yang menjanjikan?
Mungkin juga benar, karena seiring banyaknya startup digital yang muncul, profesi programmer dibutuhkan. Bisa saja ide startup muncul dari mereka yang bukan ada di bidang IT. Banyak per mintaan, jadi yang seorang programmer bisa nego harga lebih tinggi.

Programming itu profesi yang sangat fair menurut saya. Yang jago dialah yang berhak kerja, bukan berdasarkan koneksi sembarang orang yang bisa mengerjakan sebuah pekerjaan. Namun, sebenarnya bukan cuma programming,anak muda zaman sekarang yang penuh ide kreatif juga bisa mendapat pekerjaan yang menjanjikan.

Mengapa demikian?
Sekarang beda dengan 10-20 tahun lalu. Anak muda sudah bisa menempati posisi strategis di perusahaan besar. Seperti Microsoft mencari anak muda untuk ditempatkan di posisi atas. Jadi, sudah bukan zamannya lagi perusahaan itu bosnya tua. Kalau sekarang generasi muda juga bisa jadi bos. Sangat terbuka luas untuk anak muda bisa lebih berkreasi.

Jadi Entrepreneur Lebih Menantang

Ada perjalanan yang panjang hingga Fransiska tertarik membuat startup dan mewujudkan impiannya menjadi seorang entrepreneur.

Fransiska memang sosok yang senang mencoba hal baru. Saat kuliah, perempuan berkacamata ini hobi magang di banyak tempat. “Kalau mahasiswa lain kuliah kerja hanya sekali, saya sampai enam kali di bidang IT dan di luar bidang tersebut. Saya ingin tahu dunia kerja seperti apa, apa yang cocok untuk saya,” ungkapnya.

Fransiska sempat magang di sejumlah perusahaan IT kelas dunia, seperti Schlumberger, Google, Microsoft, dan Batavia Incubator. Selain itu, dia juga magang di perusahaan terkemuka sekelas InboundID dan lembaga negara yang dibentuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, UKP-PPP (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan).

Ditambah lagi, Fransiska juga pernah menjadi satu-satunya orang Indonesia yang terpilih sebagai peserta program utama Singularity University Graduate Studies Program pada 2012. Setelah lulus, Fransiska mendapat beasiswa dari seorang pengusaha di Amerika Serikat (AS).

Di sana dia kembali mencoba hal baru, yakni bekerja di dua tempat. Menjadi konsultan teknologi di aplikasi Sebangsa dan sebuah perusahaan inkubator startup. “Dalam seminggu saya tiga hari kerja di kantor satu, dua hari di kantor satu lagi.

Namun, dari perusahaan inkubator itulah ilmu membuat startup saya dapat dan membuat saya bertekad membuat startup,” kenang Fransiska. Dari magang dan bekerja di banyak tempat membuat Fransiska tahu bidang pekerjaan yang harus dia kejar dan arti tantangan yang sesungguhnya.

“Saya pernah ikut magang di perusahaan minyak sampai ke tambangnya. Bagi orang, itu pekerjaan menantang, nyawa taruhannya. Tapi bagi saya, itu bukan tantangan. Menjadi entrepreneur -lah yang saya rasa sangat menantang,” ucapnya yakin.

Menurut Fransiska, seorang entrepreneur bekerja bukan hanya untuk diri sendiri, tapi banyak orang. Dia harus tahu apa kebutuhan orang yang bekerja kepadanya. “Kalau jadi karyawan sudah jelas semua, performance, lalu dapat gaji.

Sudah jelas semua, tidak ada tantangannya,” imbuh Fransiska. Dan inilah Fransiska yang sekarang, dengan startup digital buatannya yang masih terus berkembang. Tantangan hidup yang memang menjadi impiannya. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5000 seconds (0.1#10.140)