Birokrasi Berbelit, Indonesia Sulit Kembangkan Minyak Serpih

Kamis, 19 April 2018 - 15:12 WIB
Birokrasi Berbelit, Indonesia Sulit Kembangkan Minyak Serpih
Birokrasi Berbelit, Indonesia Sulit Kembangkan Minyak Serpih
A A A
JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengaku pesimis Indonesia bisa mengembangkan shale gas (gas serpih) dan shale oil (minyak serpih). Pasalnya, birokrasi di Indonesia sangat berbelit sementara shale gas dan shale oil merupakan pekerjaan yang berpacu dengan waktu.

Dia mengatakan, proses perizinan untuk melakukan pengeboran (drilling) di Indonesia memakan waktu hingga dua tahun. Sementara di West Texas, prosesnya hanya sekitar dua pekan. Padahal jika pengeboran tak segera dilakukan maka akan terjadi penurunan produksi yang sangat tajam.

"Kalau proses bisnisnya masih sama maka mungkin saya agak pesimis (kembangkan shale gas dan shale oil). Kenapa? Karena game dari shale oil itu adalah kecepatan melakukan drilling. Karena declining curvenya itu sangat tajam. Setahun itu sudah curam sekali. Maka diperlukan drilling well, selanjutnya yang banyak sekali," katanya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (19/4/2018).

Jika untuk mengurus izin pengeboran butuh waktu hingga tahunan, tutur dia, maka Indonesia tidak akan bisa berkompetisi dalam industri shale oil dan shale gas. "Karena patternnya berpacu dengan waktu agar decline curve itu bisa ditahan dengan well lain," imbuh dia.

Tak hanya dari perizinan, mantan Menteri ESDM ini melanjutkan bahwa penggunaan teknologi juga menjadi kendala pengembangan shale gas dan shale oil. Betapa tidak, untuk mengaplikasikan sebuah teknologi maka harus sesuai dengan anggaran yang tercantum dalam cost recovery Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

"Procurement proses harus mengikuti cara procurement government. Ini menurut saya sebuah tantangan besar sekali kalau mau mengaplikasikan sebuah teknologi. Belum tantangan lainnya, apakah ini terbukti atau tidak? Kalau aplikasi sebuah teknologi tidak terbukti, dan ini termasuk dalam cost recovery, lihat apa yang terjadi? Proses panjang audit yang berlapis. Lepas badan yang satu akan masuk audit badan yang lain," terangnya.

Oleh sebab itu, lanjut Arcandra, pemerintah memutuskan untuk mengubah rezim cost recovery menjadi rezim gross split. Menurut dia, gross split menjadi solusi dalam pengembangan shale gas dan shale oil, karena gross split bukan bagian dari anggaran pemerintah.

"Inilah solusi yang kita tawarkan, gross split. Memang gross split cost bukan part government budget. Kontraktor yang merasa teknologi yang pas untuk mengembangkan lapangan dengan flexibility," tandas Arcandra.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6975 seconds (0.1#10.140)