Pengusaha Kelabakan Hadapi Cuti Lebaran

Senin, 23 April 2018 - 08:37 WIB
Pengusaha Kelabakan Hadapi Cuti Lebaran
Pengusaha Kelabakan Hadapi Cuti Lebaran
A A A
JAKARTA - Kebijakan baru pemerintah yang menambah tiga hari cuti bersama Lebaran merisaukan pengusaha dan sejumlah kalangan. Keputusan tersebut dinilai kurang dilandasi dengan kajian matang sehingga dikhawatirkan memicu persoalan baru yang bisa jadi bumerang bagi pemerintah.

Lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang diteken, Rabu (18/4/2018) lalu, pemerintah sangat berharap penambahan tiga hari libur Lebaran mampu melancarkan arus lalu lintas mudik. Dengan menambah libur pada 11, 12 dan 20 Juni, maka sebagian para pekerja lebih leluasa lantaran bisa mudik sejak Jumat (8/6/2018) atau Sabtu (9/6/2018). Langkah ini juga akan mampu mengatasi potensi kemacetan parah sebagaimana yang dikhawatirkan oleh kepolisian dan Kementerian Perhubungan sebelumnya.

Namun bagi para pengusaha, kebijakan ini sangatlah mengagetkan. Apalagi pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku tak pernah dilibatkan dalam pembahasan hal ini. Sejumlah kalangan juga meminta kebijakan ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

Bagi pengusaha, dampak pasti dari aturan ini adalah bakal menurunnya produktivitas perusahaan karena masa libur yang mencapai 10 hari. Bagi pengusaha di bidang makanan misalnya, mereka makin dilematis karena rawan menjadi korban para spekulan. Bahan baku makan harus dikirim tepat waktu karena jika telat akan kedaluwarsa. "Kalau pasokan dari industri kurang akibat pekerja libur, nanti spekulan bisa naikkan harga barang, karena barang kosong. Yang rugikan masyarakat juga," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Deddy Widjaya di Bandung, Minggu (22/4/2018).

Kerisauan juga diungkapkan Ketua Apindo Jawa Tengah Frans Kongi. Dia meyakini, tambahan libur Lebaran akan berdampak pada efektivitas waktu produksi perusahaan. "Jika beberapa hari setelah Lebaran harus kirim barang, bisa kacau kalau karyawan masih pada libur. Nanti siapa yang bisa ganti kerugiannya," kata dia.

Di Batam, Ketua Apindo Kepulauan Riau (Kepri) Cahya menyebut sudah ada beberapa perusahaan yang menyampaikan keberatan terkait dengan penambahan hati libur Hari Raya Idul Fitri. Namun, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak karena memang sudah menjadi kebijakan pemerintah pusat.

Menurut Wakil Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri Tjaw Hioeng perusahaan sudah pasti harus mengeluarkan cost lebih besar untuk membayar lembur karyawan. Penambahan hari libur menurut dia akan dapat mengganggu proses produksi perusahaan, terutama yang bergerak di industri manufaktur. Pengusaha di kota lain seperti di Yogyakarta dan Manado juga hanya bisa menyiasati untuk menaati aturan ini.

Lain lagi pengusaha di Surabaya. Mereka yang mengkhawatirkan soal produktivitas karena berdalih penambahan cuti bersama akan mengurangi cuti tahunan para pekerja. Dengan penambahan cuti ini, layanan pemerintah juga akan jadi lebih maksimal. Apalagi, seringkali masyarakat juga mulai efektif berkerja setelah tujuh hari usai Lebaran. "Biasanya, meski sudah ada cuti bersama libur Lebaran, ada saja yang melanggar. Masyarakat terkadang menambah sendiri hari liburnya," ungkap Tim Ahli Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Jamhadi.

Kurang Fair
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai kebijakan pemerintah menambah libur Lebaran menjadi 10 hari dapat memengaruhi produktivitas masyarakat. "Ini sebenarnya trade off, yang dapat mempengaruhi 71% komponen PDB (produk domestik bruto) dari segi bisnis perdagangan dan investasi," kata Bhima.

Menurutnya, dalam penambahan cuti Lebaran tersebut pemerintah antara lain ingin mendorong konsumsi masyarakat dan sektor ritel. Namun di sisi lain hal ini berdampak terhadap industri manufaktur, ekspor dan aktivitas bisnis lain secara umum diperkirakan dapat menurun. Pengaruh konsumsi rumah tangga terhadap PDB memang besar sekitar 56%, tapi di sisi lain ada faktor lain yang harus diperhatikan. Misalnya pengaruh ekspor terhadap PDB yang mencapai 20%, sedangkan faktor investasi terhadap PDB sekitar 32% dan impor yang turut berdampak ke PDB sekitar 19%. Secara total hal ini turut memengaruhi 71% komponen PDB.

"Jika ditotal efek panjang libur Lebaran belum tentu menguntungkan PDB, untuk tingkat konsumsi memang iya, tapi di sisi lain ada ekspor, kinerja investasi dan impor yang terganggu," ujarnya.

Untuk mengantisipasi menurunnya produktivitas dari para pelaku industri, kata Bhima, dibutuhkan pergeseran peningkatan produksi sebulan sebelum masa libur panjang Lebaran. Terutama untuk industri makanan dan minuman yang biasanya terdapat peningkatan permintaan pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. "Sebenarnya ini kurang fair, karena kebijakan pemerintah ini dibuat tanpa perundingan ke asosiasi dan pelaku usaha, untuk itu pemerintah diminta mempermudah proses perizinan dan logistik untuk memudahkan arus barang," ungkapnya.

Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Danang Girindrawardana juga mengakui para pelaku usaha belum diajak berdiskusi dengan pemerintah terkait penetapan cuti bersama tersebut. Padahal, cuti bersama tidak hanya memengaruhi waktu libur aparatur sipil negara (ASN) tetapi juga pegawai swasta. "Ini terlalu mendadak dan tiba-tiba," kata Danang.

Anggota DPR Komisi V Bambang Haryo Soekartono mengatakan, langkah pemerintah yang akan menerapkan hari libur Lebaran lebih panjang dari sebelumnya dinilai tidak tepat karena akan mengurangi produktivitas pekerja. "Ini sangat tidak produktif," ungkap dia.

Di tengah keresahan yang dialami pengusaha, beberapa kalangan meminta pemerintah tak memanfaatkan kebijakan populis ini untuk tujuan politis. Kekhawatiran ini tak berlebihan. Jika benar kemacetan parah terjadi, maka sangat berdampak buruk terhadap imej pemerintah. Apalagi, masa mudik Lebaran tahun ini bersinggungan dengan beberapa agenda politik Tanah Air seperti pemilihan kepala daerah, Pemilu legislatif maupun Pemilu Presiden.

Soal potensi penyimpangan ini diakui pengamat kebijakan publik asal Semarang Zainal Abidin. "Jangan sampai kebijakan ini ada agenda setting dari pemerintah untuk konsolidasi politik, Jangan pula kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu panjang bagi politisi maupun partai politik dalam rangka pemenangan calon kepala daerah yang diusung oleh partai penguasa," kata Zainal.

Hal serupa diungkapkan pengamat pemerintahan Universitas Hasanuddin (Unhas) Lukman Irwan. Langkah pemerintah menambah libur sampai tiga hari, ujar Lukman, rawan mengganggu fungsi pemerintah dalam hal pemberian pelayanan maksimal kepada masyarakat. "Pelayanan yang harusnya masyarakat bisa mendapatkan haknya untuk dilayani, tapi karena ASN ini masih libur, pasti masyarakat tidak bisa mendapatkan haknya secara maksimal," kata Irwan.

Masalah lain adalah, pemerintah perlu segera memberikan pemahaman bagi para pengusaha terkait karyawan yang akan menggunakan cuti bersama karena jelas akan berdampak bagi mereka sebagaimana diamanatkan UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Cuti bersama karyawan swasta akan mengurangi hak cuti tahunan mereka. Ini tentu beda dengan aparatur sipil negara karena tidak akan mengurangi hak cuti tahunan.

Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusnawan mengakui kebijakan ini perlu sosialisasi hingga ke level daerah agar tidak menimbulkan polemik dan masalah di kemudian hari. Karena di tataran perusahaan, ada penafsiran berbeda terkait SKB tiga menteri itu. Sosialisasi kepada semua unsur termasuk Apindo, kata dia, akan memberi pemahaman bahwa ini keputusan bersama dan mesti dilakukan bersama. Perusahaan, kata dia, juga tidak bisa memotong penambahan cuti Lebaran ke cuti tahunan.

"Apalagi sampai THR-nya digantung. THR mereka dibayar setengah, agar kembali lebih cepat. Ini kan merugikan karyawan. Harusnya keputusan pemerintah ini bisa diterima semua pihak," pinta dia. Harapan serupa diungkapkan Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal (FSPMI) Jatim Jazuli. Pihaknya berharap agar pemerintah bisa mengoreksi kebijakan tersebut.

Tak Efektif Atasi Macet
Pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai alasan pemerintah menambah cuti Lebaran untuk memecah para pemudik juga tidak bakal terlalu efektif karena hanya menggeser penumpukan waktu mudik. Menurut prediksinya, penumpukan pemudik tetap akan terjadi khususnya pada Jumat (8/6/2018) malam. Dengan melihat pola yang baru, para pemudik akan mulai berangkat pada Jumat malam atau Sabtu pagi," ungkap Djoko.

Dengan alasan itu, dia pesimistis penambahan cuti bersama akan mampu mengurangi kemacetan di jalan selama musim Lebaran. Maka itu, pemerintah seharusnya juga meningkatkan informasi terkait jalur alternatif mudik. Sehingga pemudik mempunyai pilihan untuk menghindari jalur tol yang padat.

Sementara itu kepolisian tetap yakin kebijakan ini akan efektif. Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin mengaku sudah menyiapkan pengamanan arus mudik dan arus balik sebagai dampak panjangnya masa libur Lebaran.

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum. Dan Perumahan Rakyat, Arie Setiadi Moerwanto optimistis, penambahan hari libur akan membuat distribusi kemacetan bisa lebih merata. Selama ini penumpukan kendaraan pada musim mudik disebabkan karena keluarnya pemudik bersamaan. Dia menambahkan, pemerintah belajar banyak sejak kemacetan tak terkendali di pintu keluar tol Brebes Timur (Brexit) pada 2016 lalu.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4003 seconds (0.1#10.140)