Suku Bunga Dikerek, BI Pastikan Tak Bebani Pertumbuhan Ekonomi

Jum'at, 18 Mei 2018 - 10:56 WIB
Suku Bunga Dikerek, BI Pastikan Tak Bebani Pertumbuhan Ekonomi
Suku Bunga Dikerek, BI Pastikan Tak Bebani Pertumbuhan Ekonomi
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa kenaikan suku bunga acuan BI-7 days Reverse Repo Rate ke level 4,5% tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah ditargetkan. Sebab, menurut Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengutarakan kenaikan suku bunga acuan akan direspons cepat oleh perbankan, berupa kenaikan bunga kredit.

"Tidak akan membebani pertumbuhan ekonomi karena growth, spending masih tetap besar. Tidak akan terpengaruh kenaikan suku bunga," ujar Dody Budy di Jakarta.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi utamanya bisa didorong oleh investasi serta didorong dengan konsumsi rumah tangga yang dinilai semakin meningkat. "Dan perhelatan Asian Games bisa berdampak positif untuk pertumbuhan Indonesia. Dua komponen itu akan mendorong domestik demand dan ekonomi ," tukasnya.

Seperti diketahui, Pertumbuhan ekonomi global 2018 diprakirakan semakin baik, meskipun di saat bersamaan sedang berlangsung proses penyesuaian likuiditas global. Pertumbuhan ekonomi global 2018 diperkirakan mencapai 3,9%, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya sebesar 3,8% terutama didorong oleh akselerasi ekonomi AS yang bersumber dari penguatan investasi dan konsumsi, di tengah berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter AS.

Prospek pemulihan ekonomi global yang membaik tersebut akan meningkatkan volume perdagangan dunia yang berdampak pada tetap kuatnya harga komoditas, termasuk komoditas minyak, pada 2018. Di tengah tren penguatan ekonomi dunia, likuiditas dolar AS cenderung mengetat, yang kemudian mendorong kenaikan imbal hasil surat utang AS dan penguatan dolar AS sehingga menekan banyak mata uang lainnya.

Ke depan, sejumlah risiko perekonomian global tetap perlu diwaspadai, antara lain, kenaikan FFR dan imbal hasil surat utang AS, kenaikan harga minyak, ketegangan hubungan dagang AS-China, serta isu geopolitik terkait pembatalan kesepakatan nuklir antara AS dan Iran.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7707 seconds (0.1#10.140)