Pemerintah Incar Pajak WNA

Rabu, 30 Mei 2018 - 07:36 WIB
Pemerintah Incar Pajak WNA
Pemerintah Incar Pajak WNA
A A A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencari berbagai peluang untuk menggenjot penerimaan pajak.

Salah satu potensi pajak yang diincar adalah wajib pajak (WP) warga negara asing (WNA). Upaya untuk menjaring WP WNA adalah dengan merangkul Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Dengan adanya kerjasama tersebut, Ditjen Pajak bisa mengetahui data orang asing yang menggunakan visa kerja di Tanah Air. Perjanjian kerja sama kedua institusi tentang Sinergi dalam Pelaksanaan Tugas Perpajakan dan Keimigrasian ini telah ditandatangani pada 15 Mei 2018 lalu. Salah satu yang dikerjasamakan adalah pertukaran data dan informasi.

Data yang akan dipertukarkan meliputi informasi identitas wajib pajak yang disediakan oleh Ditjen Pajak dan data informasi penerbitan paspor Republik Indonesia, data perlintasan, serta data visa, dan izin tinggal yang akan disediakan oleh Ditjen Imigrasi. Selain pertukaran data dan informasi, kerja sama lainnya meliputi kegiatan intelijen bersama terhadap Wajib Pajak, Penanggung Pajak, dan Orang Asing; pengawasan dan penegakan hukum pidana dan administrasi dalam lingkup tugas para pihak; dan pelatihan dan penyuluhan di bidang perpajakan dan keimigrasian.

“Data visa dan izin tinggal orang asing di Indonesia, terutama tenaga kerja asing (TKA) akan membantu peng awasan kepatuhan perpajakan mereka,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama kepada wartawan di Jakarta.

Dengan adanya sinergi dengan Kemenkumham tersebut, Hestu optimistis pihaknya akan mampu menggenjot peroleh pajak.. “Melalui sinergi dan kerja sama yang lebih kuat dengan instansi lainnya, termasuk Ditjen Imigrasi, Ditjen Pajak berharap dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas pengawasan kepatuhan perpajakan masyarakat/wajib pajak,” tutur Hestu.

Dia lantas menuturkan, pada prinsipnya sepanjang TKA tersebut bekerja di perusahaan formal dan didaftarkan nomor pokok wajib pajak (NPWP), maka yang bersangkutan telah mem bayar pajak karena sudah dipotong pajak penghasilan (PPh) atas pendapatannya oleh perusahaan.

Namun, Ditjen Pajak bisa melakukan penelusuran lebih jauh lagi jika didukung oleh data dari Ditjen Imigrasi berupa data visa dan izin tinggal. Dengan data itu, Ditjen Pajak bisa mengetahui apakah TKA sudah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik,” paparnya.

Anggota DPR Komisi XI Johnny G Plate menyatakan dukungannya atas kebijakan Ditjen Pajak dalam melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga di dalam negeri untuk memastikan kepatuhan membayar pajak di dalam negeri bagi rakyat Indonesia maupun WNA yang bekerja di Indonesia.

“Kami tentu berharap kebijakan pajak negara ini harus memberikan jalan untuk men dorong investasi dan menjaga daya beli masyarakat. Jangan sampai kewajiban pajak yang baru dikasih membebankan rakyat, melemahkan daya beli masyarakat, atau mengganggu investasi,” ujarnya.

Johnny menuturkan, pihaknya mendorong kebijakan pajak yang ekspansif di dalam negeri di mana tarif pajak kalau perlu diturunkan namun rasio pajak bisa diperbesar agar dapat bersaing dengan negara tetangga. “Karena setelah melakukan kewajibannya maka harusnya tax ratio bisa meningkat. Kami tentu tidak se tuju kalau diterapkan kebijakan pajak yang eksploitatif di mana menarikkan tarif pajak yang akan merusak investasi,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, kerja sama antara Ditjen Pajak Kemenkeu dan Ditjen Imigrasi Kemenkumham diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan perpajakan TKA.

“Isu pembayaran pajak atas pelaporan gaji TKA yang masih rendah, kegiatan warga negara asing yang melakukan kegiat an usaha, termasuk dengan menyalahgunakan visa, tapi tidak pernah melaporkan pajaknya, dan juga pemilikan aset warga negara asing meng gunakan nominee dan tidak pernah dilaporkan ke kantor pajak, akan dapat dicegah dari kerja sama ini,” ujarnya.

Yustinus menambahkan, kerja sama ini juga bisa meningkatkan penerimaan data termasuk juga penambahan kepenerimaan negara. “Untuk itu diperlukan validitas dan akurasi data, data matching, joint analysis, lalu tindak lanjut pengawasan,” tuturnya.

Untuk diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menargetkan penerimaan negara dari sektor perpajakan pada 2019 dapat mencapai rasio sebesar 11,9% terhadap PDB. Angka itu meningkat sedikit apabila dibandingkan dengan target pada 2018 sebesar 11%. Kebijakan pendapatan negara pada 2019 diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan negara. Kebijakan perpajakan maupun penerima an negara bukan pajak (PNBP) akan terus mengedepankan perbaikan dan kemudahan layanan, menjaga iklim investasi yang kondusif, serta keberlanjutan usaha.

Adapun PNBP tahun 2019 diperkirakan akan mencapai 1,8-2,1% terhadap PDB. PNBP kementerian/lembaga akan ditingkatkan melalui perbaikan pelayanan, penyempurnaan tata kelola, serta penyesuaian tarif dengan tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat dan pengembangan dunia usaha. Selain itu, peningkatan PNBP juga berasal dari optimalisasi pengelolaan barang milik negara (BMN),” kata Sri Mulyani.

Kebijakan Negara Lain
Sejumlah negara sudah meng gunakan instrumen keimigrasian untuk menggenjot peroleh pajak. Bahkan, mereka telah menerapkan aturan ketat untuk proses pembuatan paspor yang dikaitkan dengan laporan pajak tahunan. Seperti di Amerika Serikat (AS), Departemen Luar Negeri tidak akan mengeluarkan paspor untuk penunggak pajak. Pembuat paspor harus mendapat sertifikasi dari badan pajak yang menjelaskan dia sudah melunasi kewajibannya sebagai wajib pajak. Kanada juga mewajibkan pelaporan pajak untuk pembuatan paspor.

Paspor seseorang tidak akan dikeluarkan jika tidak membayar pajak. Negara-negara lain seperti Jerman, Finlandia, Norwegia, Singa pura, Swedia, Korea Selatan (Korsel), Spanyol, Prancis, Jepang, atau Inggris juga mewajibkan laporan pajak dalam proses pembuatan paspornya. Langkah ini dilakukan demi menjamin keamanan dan mencegah larinya para penunggak pajak keluar negeri atau ke surga pajak.

Kewarganegaraan juga menjadi komoditas yang dijual berbagai negara surga pajak ter masuk Siprus, Grenada, Antigua, Malta, dan St Kitts di Karibia. Berbagai negara itu kini populer sebagai tempat membeli paspor dengan harga sedikitnya USD250.000.

Warga negara baru di St Kitts tidak perlu membayar pajak untuk penghasilan atau keuntungan perusahaan. Mereka tidak perlu mengungkap rincian keuangan dan dapat melakukan perjalanan ke 132 negara. Para pembeli kewarganegaraan di St Kitts juga tidak perlu datang ke negara kecil itu yang jaraknya hanya tiga jam penerbangan dari selatan Miami di West Indies. Albania, Kroasia, Jamaika, Montenegro, dan Slovenia juga menjual kewarganegaraan sebagai surga pajak. (Oktiani Endarwati/ Syarifuddin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3554 seconds (0.1#10.140)