Ini Mengapa Muncul Keterpurukan Etika dan Moral Pemimpin

Rabu, 07 Februari 2024 - 16:08 WIB
loading...
Ini Mengapa Muncul Keterpurukan Etika dan Moral Pemimpin
Baharuddin Lopa: Krisis moral sudah menjangkit semua tingkat dan sektor termasuk pemerintah. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Beberapa prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah, keadilan sosial , persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

"Dalam konteks kenegaraan, amanah dapat berupa kekuasaan ataupun kepemimpinan," tulis M. Thahir Maloko, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, dalam papernya berjudul "Etika Politik dalam Islam".

Kekuasaan adalah amanah , maka Islam secara tegas melarang kepada pemegang kekuasaan agar melakukan abusei atau penyalagunaan kekuasaan yang diamanahkannya. Karena itu pemegang kekuasaan atau pemimpin wajib berlaku adil dalam arti yang sesungguhnya.

Apabila beberapa prinsip ajaran Islam tersebut di atas tidak diamalkan dengan baik dan benar, maka akan muncul keterpurukan etika dan moral pemimpin sebagai berikut:



Pertama, keterpurukan etika dan moral pemimpin disebabkan masih ada hubungannya dengan korupsi yaitu pemimpin yang sangat ambisius untuk mendapatkan harta yang banyak, tidak mempertimbangkan halal dan haram yang penting tujuan tercapai.

Sehubungan dengan itu, Baharuddin Lopa dalam bukunya berjudul "Masalah-Masalah Politik Hukum Sosial Budaya dan Agama, Sebuah Pemikiran" (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 2001) mengatakan bahwa krisis moral sudah menjangkit semua tingkat dan sektor termasuk pemerintah, sehingga keadilan sebagai sumber ketentraman dan perwujudan kesejahteraan di Indonesia belum terlaksana dengan baik.

Selain itu, beliau mengatakan bahwa sulit untuk menegakkan hukum karena sulit menentukan ujung pangkal krisis moral, oleh karenanya para pejabat pengambilan keputusan memberikan teladan kepada semua jajarannya, jangan harap suatu sistem akan berjalan dengan lancar kalau pemimpinnya tidak mampu memberikan teladan bagi jajarannya.

Selanjutnya beliau mengatakan bahwa hukum bertujuan untuk mencapai keadilan sebagaimana yang ditegaskan dalam surah Al-Maidah/5 :42 sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.

Kedua, menurut Imam al-Ghazali , keterpurukan etika dan moral seorang pemimpin adalah pemahaman terhadap ajaran agama sebagai pengendali dalam melakukan tindakan, karena lemahnya agama dapat menyebabkan para pemimpin tidak memperhatikan nilai-nilai etika dan moral. Oleh karenanya wajib bagi seorang pemimpin untuk memperbaiki pemahaman terhadap ajaranya.



Ketiga, keterpurukan etika dan moral pemimpin adalah pemimpin yang bersikap sombong. Muslim dalam buku "Ancaman Bagi Penguasa Zalim Tetap Abadi di Neraka" (Surabaya: CV. Citra Pelajar, 1998) mencontohkan sebagaimana halnya raja Namruz . Dia adalah orang pertama yang melakukan kesombongan di muka bumi yang mengakui dirinya sebagai Tuhan.

Ketika terjadi krisis ekonomi pada zaman kerajaannya, rakyat sangat menginginkan makanan, tetapi raja Namruz tidak mau memberikan makanan yang dia miliki walaupun membeli, jika rakyat tidak mau bersujud kepadanya dan mengucapkan Kamulah Tuhanku.

Itulah sikap sombong yang diperlihatkan oleh seorang pemimpin yang tidak memperdulikan nilai-nilai etika dan moral dalam kepemimpinannya.

Keempat, kurangnya rasa tanggung jawab. Muhammad Toha Anwar dalam "Fiqih Politik, Tinjauan Partai Politik Islam" (Jakarta: Studi Press, 2000) menjelaskan kekuasaan bukanlah sebuah kenikmatan yang harus dihirup, melainkan suatu tanggung jawab, maka berat harus dipikul dan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah swt yang secara demokrasi adalah dihadapan rakyat secara terbuka dan jujur.

Berkuasa adalah bukan memegang kendali politik sambil menikmati sumber daya dengan cara menindas, melainkan terkandung pertanggungjawaban politik yang berat di dalamnya.



Kelima, tidak jujur. Tanpa kejujuran, maka keutamaan moral lainnya kehilangan nilai. Frans Magnis Susena dalam buknya berjudul "Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius, 2001) menjelaskan bersikap baik kepada orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan sering beracun.

"Hal yang sama berlaku pada sikap tenggang rasa dan mawas diri, tanpa kejujuran, dua sikap itu tidak lebih dari sikap berhati-hati tanpa tujuan untuk tidak ketahuan maksud yang sebenarnya," katanya.

Sikap jujur harus dimiliki setiap pemimpin, karena tanpa kejujuran seorang penguasa atau seorang pemimpin, segala tindakannya akan mengarah kepada kemunafikan dan tanpa kejujuran keutamaan etika dan moral kehilangan nilai.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2669 seconds (0.1#10.140)