Ini Lika-Liku Perundingan antara Pemerintah dengan Freeport

Kamis, 12 Juli 2018 - 19:05 WIB
Ini Lika-Liku Perundingan antara Pemerintah dengan Freeport
Ini Lika-Liku Perundingan antara Pemerintah dengan Freeport
A A A
JAKARTA - Hari ini pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI) mencapai kata sepakat mengenai divestasi 51% saham di perusahaan tambang yang mengoperasikan tambang emas terbesar di dunia tersebut.

Namun, prestasi itu tak mudah dicapai. Kesepakatan itu dicapai setelah melalui perundingan yang lama dan berliku. Berikut sebagian kronologis perundingan antara Pemerintah dengan PTFI hingga saat ini:

(Baca: Inalum Kuasai 51% Saham Freeport, Jokowi: Prosesnya Panjang)

- 11 Januari 2017: Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 1 tahun 2017 terkait pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba terbit dalam rangka menegakkan kedaulatan Negara atas pengelolaan sumber daya alam.

- 10 Februari 2017: Kementerian ESDM menerbitkan IUPK Operasi Produksi untuk PTFI dan meminta PTFI mematuhi syarat perpanjangan sesuai ketentuan perundang-undangan;

- 20 Februari 2017: Melalui konferensi pers di Hotel Fairmont Jakarta, Freeport menolak IUPK, menolak divestasi 51%, dan bersiap ke arbitrase.

- 4 Mei 2017: Pemerintah membuka perundingan dengan PTFI terkait poin divestasi saham 51%, pembangunan smelter, stabilitas penerimaan Negara dan kelangsungan operasi PTFI di Indonesia.

- 29 Agustus 2017: PTFI menyetujui 4 poin kesepakatan dasar perundingan; yang dilanjutkan dengan pembahasan detail teknis terkait divestasi dan kepastian investasi.

- 12 Juli 2018: Pemerintah dan PTFI menyepakati semua detail teknis perundingan yang ditegaskan melalui penandatanganan Pokok-Pokok Perjanjian Divestasi Saham PTFI. Perundingan Tuntas.

Meski harus mengeluarkan dana sebesar USD3,85 miliar (sekitar Rp54 triliun dengan kurs Rp14.000/USD) untuk menguasai 51% saham Freeport. Keuntungan yang akan diperoleh Indonesia dalam jangka panjang pun tak kecil.

Presiden dan Chief Executive Officer (CEO) Freeport-McMoran Inc. Richard Adkerson mengatakan, perpanjangan operasi perusahaan tambang itu hingga tahun 2041, akan meningkatkan manfaat secara signifikan bagi Pemerintah Indonesia di masa mendatang.

"Dengan kepastian investasi dan operasi hingga tahun 2041, kami memperkirakan manfaat langsung kepada pemerintah pusat dan daerah, serta dividen kepada Inalum dapat melebihi USD60 miliar (sekira Rp840 triliun)," tuturnya melalui keterangan resmi.

Seperti dilansir Kementerian ESDM, tambang Grasberg merupakan tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga terbesar kedua di dunia, dengan potensi pengelolaan tambang mencapai lebih dari 30 tahun.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8414 seconds (0.1#10.140)