Subsidi Listrik Diproyeksikan Naik Menjadi Rp59,99 Triliun

Senin, 23 Juli 2018 - 14:48 WIB
Subsidi Listrik Diproyeksikan Naik Menjadi Rp59,99 Triliun
Subsidi Listrik Diproyeksikan Naik Menjadi Rp59,99 Triliun
A A A
JAKARTA - Pemerintah memproyeksikan adanya kenaikan subsidi listrik tahun ini menjadi sebesar Rp59,99 triliun. Angka tersebut meningkat dari target APBN 2018 sebesar Rp52,66 triliun.

Peningkatan subsidi listrik disebabkan meningkatnya harga minyak dunia dan pelemahan kurs rupiah. ”Selama enam bulan terakhir subsidi listrik mencapai Rp25,01 triliun. Realisasi plus minus subsidi listrik nanti setelah pemeriksaan BPK,” ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Jakarta kemarin.

Sementara Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Someng menjelaskan, untuk tahun depan, pemerintah mengusulkan kenaikan subsidi listrik mencapai Rp53,96 triliun–58,9 triliun. Jumlah subsidi tersebut dengan memakai asumsi kurs sekitar Rp13.000–14.000 per dolar AS dengan asumsi Indonesia Crude Price (ICP) UD60–70 per barel dan inflasi sebesar 3,5%.

Menurut Andy, dalam kurun waktu enam bulan terakhir, rata-rata ICP mencapai USD66,55 per barel, sedangkan ICP yang dipatok dalam APBN 2018 sebesar USD48 per barel. Hingga akhir tahun ini pemerintah memproyeksikan ICP mencapai USD65 per barel. ”Nah, ICP mengalami kenaikan tapi harga tidak naik karena itu subsidi harus naik,” ujarnya.

Faktor lain peningkatan subsidi listrik juga disebabkan adanya peningkatan pelanggan PLN dengan daya 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA. Peningkatan konsumsi pelanggan dengan daya 450– 900 VA mencapai 4–5%. ”Tambahan pelanggan salah satunya dari daerah 3T, yaitu tertinggal, terdepan, dan terluar,” tutur dia. Menurut dia, meningkatnya konsumsi listrik tersebut juga akan menaikkan subsidi listrik. Andy membeberkan, sejak awal tahun hingga Juni 2018 konsumsi listrik sudah mencapai 112 Tera Watt Hour (tWh) dan diproyeksikan meningkat menjadi 225 tWh sampai akhir tahun ini.

Subsidi Solar

Lebih lanjut Jonan menuturkan, untuk subsidi solar tahun depan, pemerintah mengusulkan kenaikan menggunakan batas atas dan bawah, yaitu antara Rp2.000 hingga Rp2.500 per liter. Langkah tersebut bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan men jaga kondisi keuangan PT Pertamina (Persero). ”Kami mengusulkan ka lau boleh dikasih ceiling price. Subsidi tetap Rp2.000 per liter, tapi ada ceiling-nya. Ceiling- nya misalnya maksimum Rp2.500 per liter karena ti - dak fix (subsidi) Rp2.500 per liter, tergantung harga minyak dari waktu ke waktu,” ungkap Jonan.

Menurut Jonan, usulan subsidi solar pada 2019 berdasarkan hasil rapat kerja dengan Komisi VII DPR pada 5 Juni 2018 ditetapkan sebesar Rp1.500 hingga 2.000 per liter. Kendati demikian, pemerintah mengusulkan agar besaran subsidi ini menggunakan ceiling priceRp2.500 per liter. Besaran subsidi solar ter - sebut tidak harus Rp2.500 per liter, tetapi tergantung perkembangan harga minyak dunia yang tidak dapat diprediksi. ”Kalau harganya (minyak dunia) turun, (subsidi) bisa Rp2.000 atau Rp 2.200 per liter. Atau Rp 1.500 per liter, bahkan kurang, tergantung harga minyak,” ujarnya.

Sementara terkait volume solar bersubsidi tahun depan, pemerintah mengusulkan sebesar 14,5 juta kiloliter (KL) dari 15,62 juta KL. Hal itu an tara lain didasarkan pada realisasi hingga 30 Juni 2018 mencapai 7,19 juta KL dari volume yang ditetapkan dalam APBN sebesar 15,62 juta KL. Untuk 2018 ini, pemerin-tah menganggarkan subsidi so-lar sebesar Rp500 per liter de-ngan ICP USD48 per barel. Na-mun, lantaran rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) hingga saat ini telah mencapai USD66,5 per ba - rel, maka besaran subsidi tahun diusulkan naik sebesar Rp2.000 per liter.

”Idealnya kalau plus margin, kalau penugasan ya (subsidi) menjadi Rp2.000 per liter karena memang kalau (harga jual solar Rp5.150 di ICP yang sekarang USD66 per barel, saya kira tidak akan bisa. ICP sebelumnya USD48 per barel,” kata Jonan.

Terkait menjaga kondisi keuangan Pertamina, pemerintah telah mencarikan solusi, antara lain dari alih kelola Blok Mahakam. Jonan mengungkapkan, ada tambahan pendapatan dari produksi Blok Mahakam USD600 juta. Adapun, produksi Blok Mahakam sekitar 150.000 BOEPD dengan rincian 50.000 BOPD untuk minyak dan 100.000 BOEPD untuk gas. Selain itu, ada 11 blok migas lain yang saat ini dikelola oleh Pertamina dapat menutup defisit dari penyaluran BBM penugasan jenis premium.

Kementerian Keuangan telah memproyeksikan subsidi energi tahun ini meningkat sebesar Rp163,49 triliun atau membengkak sebesar Rp68,96 triliun dari target APBN 2018 sebesar Rp94,53 triliun. Faktor peningkatan subsidi energi tersebut disebabkan fluktuasi harga minyak yang cenderung naik.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5093 seconds (0.1#10.140)