Sanksi ke Iran Merupakan Sanksi Paling Menggigit yang Pernah Dikenakan

Selasa, 07 Agustus 2018 - 21:52 WIB
Sanksi ke Iran Merupakan Sanksi Paling Menggigit yang Pernah Dikenakan
Sanksi ke Iran Merupakan Sanksi Paling Menggigit yang Pernah Dikenakan
A A A
WASHINGTON - Amerika Serikat pada Selasa (7/8/2018) memutuskan kembali memberi sanksi terhadap Iran. Presiden AS Donald Trump mengatakan sanksi ekonomi alias sanksi pertama terhadap Iran karena Negeri Mullah tersebut dianggap "mengancam dan merusak kestabilan di Timur Tengah".

Sanksi ini diterapkan setelah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran di bulan Mei lalu. Mengutip dari Reuters, Donald Trump menyatakan sanksi terhadap Iran adalah sanksi paling menggigit yang pernah dikenakan.

"Pada bulan November, mereka akan kena sanksi ke tingkat lain. Siapa pun yang berbisnis dengan Iran tidak akan berbisnis dengan Amerika Serikat. Saya hanya meminta dunia damai, tidak kurang dari itu!," tulis Trump dalam akun Twitternya.

SkyNews pada Selasa ini menulis, sanksi pertama AS menargetkan transaksi keuangan yang melibatkan dolar AS, sektor otomotif Iran, pembelian pesawat komersial, ekspor logam dan emas. Dan 5 November mendatang, AS akan menerapkan sanksi terhadap sektor minyak dan bank sentral Iran.

Menanggapi sanksi terbaru, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan sanksi AS tersebut bertujuan menciptakan kekacauan di Iran.

Ahmad Majidyar, direktur IranObserved Project di Middle East Institute, mengatakan sanksi terbaru dari Amerika semakin menekan ekonomi Iran. "Sebelum sanksi ini diberlakukan, ekonomi Iran yang rentan telah dirusak oleh penarikan AS dari kesepakatan nuklir," ujarnya kepada Al Jazeera, Selasa (7/8/2018).

Ia menambahkan, rakyat Iran akan menjadi orang yang paling menderita dari sanksi ekonomi ini. Mata uang Iran telah kehilangan sekitar setengah dari nilainya sejak Trump mengumumkan AS menarik diri dari pakta nuklir Iran.

"Selama beberapa bulan terakhir, rial Iran telah jatuh bebas. Inflasi telah melambung, pengangguran telah meningkat, dan yang paling penting, banyak orang telah kehilangan harapan," kata dia.

Untuk mengantisipasi sanksi, sambung Majidyar, banyak pebisnis di Iran telah mengalihkan aset dan modal mereka ke luar negeri, sehingga situasi ekonomi semakin memburuk.

Penerapan sanksi yang sudah diumumkan sejak Mei lalu, telah meningkatkan ketegangan di dalam negeri Iran. Hampir setiap hari pemandangan unjuk rasa dan pemogokan terjadi di kota-kota di Iran. Sebagian rakyat marah atas keburukan ekonomi, harga yang melambung tinggi dan sistem politik pemerintahan Rouhani.

Berikut sanksi tahap pertama Amerika Serikat terhadap Iran
Larangan menjual pesawat ke Iran
Sanksi ekonomi AS terhadap Iran mencakup membatalkan kontrak pembelian 80 unit pesawat Boeing senilai USD17 miliar kepada maskapai Iran Air dan 30 unit pesawat senilai USD3 miliar kepada Aseman Airlines.

Selain itu, Airbus, perusahaan pabrikan pesawat yang bermarkas di Prancis juga harus membatalkan kontrak USD19 miliar untuk menjual 100 unit pesawat ke Iran Air. Sebanyak 10% saham Airbus sendiri dimiliki oleh Amerika Serikat. Sebelum sanksi diterapkan, Airbus telah mengirim 3 unit pesawat ke Iran Air.

Kedua pabrikan pesawat ini memutuskan membatalkan kontrak mereka dengan maskapai Iran setelah mendapat teguran keras dari Departemen Keuangan Amerika. Larangan ini membuat Iran kesulitan untuk meremajakan bisnis penerbangan mereka.

Larangan menjual karpet
Mengutip dari Al Jazeera, pada tahun fiskal 2017 yang berakhir 20 Maret 2018, Iran diperkirakan mengekspor karpet senilai USD424 juta. Penjualan ini naik 18,11% dari tahun fiskal sebelumnya. Jumlah tersebut setara dengan 5.500 ton karpet tenunan tangan.

Menurut surat kabar Financial Tribune yang berbasis di Teheran, Iran adalah negara pengekspor karpet terbesar di dunia. Sebanyak 30% pangsa pasar karpet dunia pada 2017 dikuasai Iran.

Larangan menjual kacang pistasi
Amerika Serikat dan Iran adalah pesaing utama dalam industri kacang pistasi (pistachio), dimana kedua negara mengendalikan sekitar 85% produksi kacang pistasi setiap tahunnya. Sanksi AS dapat merugikan petani kacang pistasi Iran. Namun para analis mengatakan, perang dagang antara AS dengan China juga mendorong Beijing untuk mengenakan tarif atas barang-barang AS termasuk kacang pistasi.

Adapun negara-negara pembeli kacang pistasi asal Iran yang terbesar adalah China dengan 50%, disusul Hong Kong, Vietnam dan Jerman. Sepanjang Maret hingga Desember 2017, Iran mengekspor 96.000 ton kacang pistasi senilai USD852 juta.

Larangan menjual kaviar
Untuk pertama kalinya dalam 25 tahun terakhir, Iran menjual 10 kilogram kaviar senilai USD13.000 ke Amerika Serikat pada kurun waktu 2016-2017, tulis Financial Tribune di Teheran. Dengan sanksi baru, diperlukan beberapa tahun lagi untuk pengiriman kaviar Iran ke AS. Selama ini, Iran mengekspor kaviar ke AS demi memenuhi permintaan restoran dan rumah makan warga Amerika keturunan Iran.

Hanya saja, ekspor kaviar Iran tidak terbatas pada AS. Pada Maret hingga Oktober 2017, Iran mengekspor kaviar sebanyak 557 kg dengan nilai USD1,37 juta. Menurut Mehr News, produksi kaviar Iran mencapai 5 ton pada tahun fiskal 2017, dari jumlah tersebut sekitar 1,2 ton untuk diekspor.

Larangan menjual mobil ke Iran
Industri otomotif Iran akan terpukul oleh sanksi ekonomi. Iran adalah pasar mobil terbesar ke-12 di dunia dengan perkiraan penjualan 1,6 juta mobil pada tahun 2017. Menurut Organisasi Produsen Kendaraan Bermotor Internasional (OICA), Iran membukukan pertumbuhan 18% dalam penjualan mobil tahun lalu.

Di antara perusahaan mobil di Iran, merek yang paling populer adalah mobil Prancis Peugeot, yang terserap hingga 34%. Menurut laporan PSA, Peugeot dan Citroen berhasil menjual 445.000 kendaraan di Iran pada tahun 2017. Perusahaan otomotif asal Prancis, PSA (Peugeot S.A.) mengumumkan akan keluar dari pasar Iran karena adanya sanksi Amerika.

Perdagangan emas
Perdagangan emas di Iran dan logam mulia lainnya juga dilarang di bawah sanksi AS. Permintaan akan emas telah meningkat di Iran dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip data dari World Gold Council, perdagangan emas di Iran pada 2017 mencapai 64,5 ton emas.

Iran sendiri belakangan memilih melakukan simpanan mereka dalam logam mulia daripada mata uang rial Iran, yang telah merosot nilainya. Di masa lalu, emas juga digunakan untuk transaksi minyak Iran, untuk menghindari pembatasan perbankan yang melarang pembayaran minyak Iran dengan mata uang rial Iran.

Dengan sanksi baru, hal ini semakin menyulitkan Iran untuk mendapatkan pembayaran ekspor minyaknya dengan emas. Sebagai informasi, transaksi minyak selama ini menggunakan dolar Amerika Serikat.

Pembelian dolar AS
Adanya sanksi baru, pemerintah Iran dilarang untuk melakukan pembelian atau akuisisi uang kertas berdenominasi dolar AS. Itu memberi tekanan lebih besar bagi ekonomi Iran, karena mereka mencoba untuk menghentikan penurunan mata uang rial terhadap dolar AS.

Pada 29 Juli 2018, mata uang rial Iran jatuh ke titik terendah hingga 102.000 rial per dolar AS. Sejak awal 2018, rial telah kehilangan lebih dari separuh nilainya. Sebelumnya, di bulan Mei, AS meningkatkan tekanan pada sistem perbankan Iran, menjatuhkan sanksi terhadap gubernur bank sentral Iran, Valiollah Seif karena dianggap menyalurkan uang secara diam-diam ke Garda Revolusi, yang juga di bawah sanksi AS.

Pada 25 Juli, Presiden Iran Hassan Rouhani memecat Seif sebagai kepala bank sentral. Sementara itu, wakil Seif, Ahmad Araghchi dianggap bertanggung jawab atas kejatuhan rial Iran. Ia dipecat pada 4 Agustus dan dilaporkan ditahan oleh pihak keamanan Iran.

Barang lain yang ditargetkan oleh sanksi AS adalah penjualan, pasokan atau transfer langsung dan tidak langsung ke dan dari Iran yaitu grafit, mineral yang dapat diproses sebagai konduktor listrik. Termasuk larangan terhadap logam mentah atau setengah jadi, aluminium, baja, batu bara dan perangkat lunak. Selain itu, larangan pembelian atas surat utang negara (sovereign debt) yang dijamin oleh pemerintah Iran.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3737 seconds (0.1#10.140)