Rupiah Loyo, BI Harus Kembali Naikkan Suku Bunga

Senin, 03 September 2018 - 21:09 WIB
Rupiah Loyo, BI Harus Kembali Naikkan Suku Bunga
Rupiah Loyo, BI Harus Kembali Naikkan Suku Bunga
A A A
JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menuturkan, pelemahan rupiah saat ini secara rata-rata memang yang terdalam sejak krisis 1998. Batas psikologisnya adalah Rp15.000 per dolar Amerika Serikat karena uji stress test dari lembaga pemeringkat rating, bila tembus angka itu, keuangan perusahaan domestik tidak mampu menolerir.

"Risiko gagal bayar utang bisa berdampak sistemik ke sistem perbankan nasional. Jadi jangan anggap enteng pelemahan kurs rupiah," ujarnya, Senin (3/9/2018). Hal ini menjadi sinyal bahwa Indonesia terpapar oleh krisis mata uang yang terjadi di negara berkembang seperti Turki dan Argentina.

Di sisi yang lain, kenaikan Fed rate membuat dana asing keluar dari negara berkembang. Panic sell off melanda Indonesia. "Tapi kita harus berkaca diri karena fundamental Indonesia juga rapuh," imbuh Bhima.

Defisit transaksi berjalan yang melebar ke 3% dari PDB menjadi indikator melemahnya permintaan rupiah. Pertumbuhan impor tidak bisa di imbangi oleh ekspor. Utang Pemerintah meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir namun ekonomi hanya tumbuh 5%.

"Artinya utang tidak dikelola secara produktif. Debt to service ratio sudah diatas 25%. Jadi tidak bisa menyalahkan eksternal terus. Harus ada pembenahan struktural ekonomi Indonesia. Itu butuh waktu jangka panjang," tegas dia. Solusinya adalah memperkuat koordinasi fiskal dan moneter.

"Jangan jalan sendiri sendiri. BI masih punya ruang untuk menaikkan bunga acuan 50 bps pada September dan Desember," katanya. Dia menilai, tekanan akan menguat saat Fed rate naik di September dan Desember sehingga harus diimbangi naiknya bunga acuan BI.

Dari sisi pemerintah, menurut dia, harusnya banyak kebijakan insentif fiskal dikeluarkan bukan hanya ke calon investor tapi existing pengusaha dalam negeri yang terkena imbas pelemahan rupiah. Pemerintah melalui kedutaan besar harus lebih agresif mendorong ekspor.

"Untuk pengendalian impor lebih disasar ke bahan baku proyek infrastruktur dan peningkatan TKDN dari 30% ke 60% secara simultan," ujarnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0850 seconds (0.1#10.140)