Apakah Kerusakan Lingkungan Tambang Timah Merugikan Negara? Begini Penjelasan Ahli Hukum UI

Jum'at, 08 Maret 2024 - 20:05 WIB
loading...
Apakah Kerusakan Lingkungan Tambang Timah Merugikan Negara? Begini Penjelasan Ahli Hukum UI
Dosen Fakultas Hukum UI Gandjar Laksmana Bonaprapta mengungkap perbedaan kerusakan lingkungan dengan kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang PTPK. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bonaprapta mengungkap perbedaan kerusakan lingkungan dengan kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK).

Menurut dia, perbedaan kerusakan lingkungan dengan kerugian negara ini merujuk pada kerugian dugaan korupsi tambang timah mencapai Rp271 triliun, namun hal tersebut bukan termasuk kerugian negara.



Dalam Pasal 2 ayat 1 menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.

Kemudian, denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. "Karena itu, kerugian berupa kerusakan lingkungan berbeda dengan kerugian yang dimaksud di Pasal 2 dan 3 UU PTPK yang mengatur adanya kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara. Kerugian berupa kerusakan lingkungan berbeda dengan kerugian yang dimaksud di Pasal 2 dan 3 UU PTPK,” ujar Gandjar, Jumat (8/3/2024).

Melihat ini, penerapan pasal bukan urusan kelaziman melainkan urusan bagaimana memahami maksud UU dan ini menyangkut kepastian hukum.

Gandjar menjelaskan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan bukanlah tindak pidana korupsi. Alasannya, kerugian lingkungan tidak termasuk kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 3 UU PTPK.

Dengan demikian, penetapan tersangka pada seseorang yang berdasar pemahaman unsur yang salah atau tidak tepat menjadi tidak tepat pula.

Menurut dia, yang berwenang menghitung kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Artinya, penghitungan ahli forensik lingkungan IPB bahwa kerugian ekologi menjadi dasar kerugian negara tidaklah tepat.

“Sebagai tambahan kerusakan lingkungan merupakan akibat yang dilarang oleh UU Lingkungan. Pelaku seharusnya dijerat sebagai pelaku tindak pidana lingkungan hidup. Bukan dipaksakan sebagai tindak pidana korupsi apalagi berdasarkan penafsiran yang menyimpang dari maksud UU,” ungkap Gandjar.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1660 seconds (0.1#10.140)