Calon Wakil Rakyat Harus Jadi Panutan soal Kepatuhan Pajak

Jum'at, 14 September 2018 - 15:01 WIB
Calon Wakil Rakyat Harus Jadi Panutan soal Kepatuhan Pajak
Calon Wakil Rakyat Harus Jadi Panutan soal Kepatuhan Pajak
A A A
JAKARTA - Indonesia akan menggelar kontestasi pemilihan umum di 2019. Pesta demokrasi tersebut akan memilih secara langsung presiden, anggota legislatif dari tingkat DPR, DPRD I, DPRD II, serta DPD.

Hasil kajian Institute for Tax Reform and Public Policy (Instep) menyatakan, pendaftar calon legislatif sampai saat ini mencapai 7.721 orang. Sementara, dari 261,2 juta penduduk Indonesia (tahun 2016) hanya 32 juta orang yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dari 32 juta orang tersebut, hanya 22 juta orang yang menyampaikan surat pemberitahuan tahunan.

"Jika dikaji lebih dalam lagi, mungkin lebih sedikit lagi yang membayar pajak selebihnya nihil," kata Direktur Eksekutif INSTEP Hendi Subandi dalam diskusi publik reformasi perpajakan "Caleg Hebat Taat Pajak: Membedah Indeks Ketaatan Pajak Bagi Calon Anggota Legislatif 2019" di Jakarta, Jumat (14/8/2019).

Menurut Hendi, arah kebijakan di negeri ini seharusnya menjadikan pajak sebagai lokomotif pembangunan terlebih lagi karena penerimaan pajak beberapa tahun terakhir belum mencapai target.

"Kelak dari mereka yang akan terpilih sebagai wakil rakyat harus menjadi teladan dan panutan oleh rakyat terutama dalam kepatuhan perpajakan," ujarnya.

INSTEP juga menyoroti kebijakan menaikkan tarif yang faktanya tidak populer, sebab dampaknya mengurangi keinginan investor untuk berinvestasi di Indonesia.

"Karena itu, satu-satunya jalan bagi pemerintah adalah memperluas basis pajak melalui ekstensifikasi dengan menambah basis pajak melalui pileg dan pilpres," katanya.

Lebih lanjut, kata Hendi, dari etika politik, tidak layak seseorang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat namun ternyata memiliki utang pajak dan kepatuhan pajaknya rendah. Untuk itu, lanjut dia, kelak ketika orang tersebut menjadi anggota legislatif atau presiden akan mengajak masyarakat untuk membayar pajak.

"Baiknya tax clearance menjadi syarat formal ketika akan mendaftarkan diri sebagai caleg di awal bukan pada saat pendaftaran ulang ketika menang," tegasnya.

INSTEP juga mencatat lambannya pembahasan revisi Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), khususnya pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan.

Menurutnya, disinilah komitmen pemerintah dan DPR terkait dengan realiasi penerimaan pajak dan kepatuhan perpajakan selain melalui penambahan basis data pajak dalam pesta demokrasi juga sedang diuji.

"Sebagai warga negara yang menggunakan hak pilihnya, sudah barang tentu menunggu aksi nyata pemerintah terkait komitmen dalam peningkatan penerimaan pajak dan restrukturisasi kelembagaan pajak menjadi pertimbangan di tengah-tengah isu negatif ekonomi saat ini," pungkas Hendi.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5160 seconds (0.1#10.140)