Penyandang Disabilitas ini Punya Rumah Sendiri Usai Gabung Go-Massage

Senin, 15 Oktober 2018 - 23:38 WIB
Penyandang Disabilitas ini Punya Rumah Sendiri Usai Gabung Go-Massage
Penyandang Disabilitas ini Punya Rumah Sendiri Usai Gabung Go-Massage
A A A
JAKARTA - Pemanfaatan teknologi membuang segala batasan bagi penyandang disabilitas. Sumadi salah satu bukti nyata. Bukan sekadar mengembangkan karir, difabel asal Jepara, Jawa Tengah, itu bahkan mampu mewujudkan mimpi punya rumah sendiri sejak bergabung dengan Go-Massage, salah satu layanan dari Go-Jek.

Sumadi menjadi mitra Go-Massage sejak 2015. Saat itu dia sedang cukup aktif menawarkan jasanya melalui media sosial. Karena itu juga sedikit banyak mulai terbiasa dengan platform digital.

"Walaupun seorang tunanetra, bukan berarti saya tidak bisa melakukan hal yang berarti bagi orang terdekat saya, atau bukan berarti saya tidak dapat bersosialisasi dengan banyak orang. Karena tunanetra bukanlah akhir dari segalanya," ucap Sumadi seperti dikisahkan dalam platform resmi talent Go-Jek, dikutip Senin (15/10/2018).

Sebagai penyandang disabilitas, kata Sumadi, tidak perlu diberi rasa iba dan jangan dipandang sebelah mata. Sebaliknya, hanya butuh peluang yang sama.

Melalui teknologi seperti Go-Massage lah, kata dia, hal itu bisa diwujudkan. Sumadi berprinsip bahwa keterbatasan tidak boleh membatasi keadaannya. Ia percaya bahwa tunanetra bukan seharusnya dikasihani, tapi dipercaya bisa mandiri.

"Terus terang kalau saya melihat teman disabilitas yang ingin dikasihani, terus terang saya enggak suka. Karena sikap mereka yang seperti itu yang membuat orang jadi ragu. Sebenarnya apapun pekerjaan bisa, asal ada kemauan," tegasnya.

Sejak bergabung Go-Massage, ayah dari dua orang anak itu menerima pemesanan (order) Go-Massage secara rata-rata tiga order di setiap harinya. Dengan rata-rata orderan itu, Sumadi sudah mampu menyisihkan sebagian penghasilan untuk menyicil rumah dengan cara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Cileungsi, Jawa Barat. Memanfaatkan program hasil kerjasama Go-Jek dengan lembaga keuangan perbankan.

Penghasilannya selama bergabung di Go-Massage setelah dipotong untuk cicilan KPR itu, menurutnya, sudah bisa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pencapaian Sumadi saat ini buah dari perjalanan panjang setelah sebelumnya melewati perjalanan berliku ketika memutuskan mengadu nasib ke Jakarta pada 1990.

Saat itu, Sumadi bertekad mencari rezeki sebagai tukang pijat di ibukota. Sumadi kehilangan penglihatannya sejak berusia 10 tahun lantaran mengalami penurunan kualitas penglihatan (low vision) walau tidak mengalami kecelakanan atau sakit di bagian matanya.

Berbekal semangat dan cita-cita, Sumadi belajar pijat di panti pijat Dinas Sosial DKI Jakarta. ”Sejak saat itu saya mulai menekuni pijat memijat,” ujar Sumadi. Selain di Dinas Sosial DKI Jakarta, kemampuan memijatnya juga didapat dari Panti Sosial Bina Netra.

Berbagai kesulitan melanda karena pada awalnya jumlah pelanggan masih sedikit. Sebaliknya kebutuhan hidup di Jakarta berjalan normal dan relatif tinggi. Namun, secara perlahan ia kini bisa memiliki rumah sendiri.

Sumadi berharap masyarakat bisa mengubah persepsi terhadap disabilitas. Ia ingin batasan antara disabilitas dan non disabilitas bisa dikikis menjadi kepercayaan. Bukan keraguan.

Hal sama dirasakan Heru Widyanto (39 tahun). Penyandang tuna netra yang bergabung di Go-Massage sejak 2015 itu bersyukur karena akhirnya meraih kecukupan penghasilan.

Saat ini kecukupan penghasilan itu dia manfaatkan untuk kuliah anaknya yang baru saja menyelesaikan program D3. "Alhamdulillah bisa kuliahkan anak. Dulu jangankan buat kuliah, nggak bisa kemana-mana. Sekarang bisa ajak jalan-jalan istri sama anak-anak ke mal," ucapnya, lantas tertawa kepada media, belum lama ini.

Nanik, isteri Heru, menyebut penghasilan suaminya saat ini lebih tinggi dibandingkan ketika hanya membuka jasa memijit di rumahnya. "Sekarang sudah bisa menabung," ucapnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7703 seconds (0.1#10.140)