Lindungi TKI di Arab Saudi, RI Perlu Bertindak Keras

Minggu, 04 November 2018 - 10:30 WIB
Lindungi TKI di Arab Saudi, RI Perlu Bertindak Keras
Lindungi TKI di Arab Saudi, RI Perlu Bertindak Keras
A A A
JAKARTA - Kisah panjang problem tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri kerap menampilkan nestapa. Persoalan demi persoalan menjerat buruh migran negeri ini, terutama tenaga kerja perempuan, yang sering dikondisikan berada dalam posisi tak berdaya dan bersalah secara sistematis.

Tragedi terbaru yang menyayat hati bangsa Indonesia adalah kabar eksekusi mati Tuti Tursilawati, tenaga kerja wanita (TKW) asal Majalengka, Jawa Barat, oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan atau notifikasi terlebih dahulu kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah.

Pemerintah Indonesia sudah melayangkan protes terhadap sikap pemerintah Arab Saudi tersebut. Namun, reaksi pemerintah Indonesia bagi sebagian pihak dinilai kurang keras.

Ketua Biro Pelayanan Luar Negeri dan Diplomasi Publik DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni mengatakan, seharusnya pemerintah melayangkan protes keras terhadap otoritas di Arab Saudi, karena sikapnya yang tidak melihat Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang devisa ke Arab Saudi dari haji dan umrah.

"Protes saja tidak cukup, petugas KBRI atau KJRI Jeddah harus lebih berani dalam menghadapi pihak Arab Saudi terkait perlindungan TKI di sana, karena eksekusi mati tanpa notifikasi bukan kali ini saja," katanya di Jakarta, Minggu (4/11/2018).

Berdasarkan data Migrant CARE, pada tahun 2008-2018, ada lima WNI lainnya yang mengalami hal serupa selain Tuti. Menurut catatan Migrant CARE, 72% pekerja migran yang menghadapi hukuman mati adalah perempuan. Adapun data Kementerian Luar Negeri tahun 2011-2017 menghimpun 188 kasus WNI terancam hukuman mati yang dalam proses penanganan, serta 392 kasus selesai dengan vonis bebas.

Farouk yang sempat bermukim di Arab Saudi menilai ada kesan pihak Arab Saudi meremehkan petugas Indonesia di sana terkait persoalan WNI. "Berbeda jauh perlakuannya terhadap warga dari negara-negara Eropa atau Amerika yang terlibat kasus hukum, pihak otoritas Arab Saudi bertindak hati-hati," ujarnya.

Farouk menilai, kasus eksekusi tanpa notifikasi ini harus menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mengevaluasi diplomasi luar negeri yang ada sekarang ini agar bisa lebih aktif dan berani berkaitan dengan proses hukum terhadap WNI. Sebab, dalam kasus hukuman mati menurutnya sering terjadi cara-cara unfair trial sehingga mutlak perlu pendampingan maksimal dari negara agar eksekusi mati dapat dicegah dari awal penanganan perkara.

Karena itu, alumnus New York University (MA) dan University of Birmingham (MBA) ini menyarankan agar pemerintahan Presiden Jokowi Widodo mempertimbangkan aksi yang jauh lebih tegas. Artinya, kata dia, pemerintah perlu memberikan tekanan yang lebih kuat lagi sebagai bentuk protes bangsa Indonesia.

"Misalnya moratorium selama tiga tahun saja untuk pengiriman jemaah umrah. Meski soal ibadah dan menyangkut bisnis umrah juga di dalam negeri, tapi ini menyangkut sikap Arab Saudi tidak mempertimbangkan adab politik diplomasi dengan Indonesia, yang juga punya sumbangan besar untuk devisa mereka dari jemaah haji dan umrah mengingat jumlahnya paling banyak sedunia," tandasnya.

Di sisi lain, Farouk menyebutkan, pemerintah perlu mengevaluasi pendekatan pertumbuhan ekonomi agar semua lapisan masyarakat menikmati hasil pembangunan. Masih banyaknya TKI terutama buruh migran perempuan yang tak terampil di Malaysia, Arab Saudi, dan negara lainnya menurut dia mengonfirmasi bahwa masih ada persoalan mendasar dalam lapangan kerja di dalam negeri.

"Kaum perempuan terpaksa mengadu nasib di negara orang, karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang layak di daerah-daerah kendati menghadapi berbagai risiko dari mulai tindakan kekerasan psikis, fisik, hingga pelecehan seks," tutur dosen Perbanas Institut dan Program MM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6771 seconds (0.1#10.140)