Konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia Tumbuh 7,1%

Rabu, 05 Desember 2018 - 20:49 WIB
Konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia Tumbuh 7,1%
Konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia Tumbuh 7,1%
A A A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga 30 November 2018 konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia tumbuh sebesar 7,1% menjadi 391 saham dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun dari segi kapitalisasi pasar, terjadi penurunan sebesar 3,7% menjadi Rp3.567 triliun pada akhir November 2018.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, industri pasar modal syariah terus berkembang di 2018. Sepanjang tahun 2018 dan memasuki tahun 2019 terdapat berbagai tantangan baik dari domestik maupun eksternal mulai dari Bank sentral Amerika Serikat yang menaikkan suku bunganya menjadi 2,25% dan faktor perang dagang.

Sedangkan pada sisi domestik, Indonesia menghadapi tantangan defisit neraca transaksi berjalan. Hingga kuartal III/2018 terdapat defisit transaksi berjalan sebesar USD22,4 miliar.

"Dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, diperlukan kerja sama antar-stakeholders untuk mengeksplorasi instrumen-instrumen baru dan mengembangkan basis investor pasar modal syariah. Kita harus mendorong instrumen saham syariah kita lebih kompetitif dibandingkan konvensional. Potensi umat muslim sangat besar namun belum ada pemahaman produk dan konsep syariah," ujar Hoesen dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Upaya pengembangan basis investor merupakan hal yang penting digenjot. Hingga 19 November 2018 tercatat penambahan 200.935 Single Investor Identity (SID). Jumlah tersebut tumbuh 31,97% dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2017. Sedangkan untuk investor pengguna Sistem Online Trading Syariah (SOTS), bertambah sebanyak 13.570 pengguna atau meningkat 58,5% dibandingkan akhir tahun 2017.

Hoesen juga mengatakan, perlu ada perubahan pola pikir investor terhadap produk syariah yang seolah termarginalkan. Ke depan, investor tidak lagi terjebak dengan instrumen non-syariah karena cara berpikirnya hanya untuk mengejar keuntungan.

Dengan pencapaian pertumbuhan sukuk, konstituen saham syariah, hingga reksa dana syariah di tahun ini, dia optimistis pasar modal syariah mampu berkembang lebih dari sebelumnya."Ke depan instrumen syariah akan berkembang dan semakin besar. Penggunanya bisa bank, bisa beberapa pihak, bank syariah, misalnya," kata Hoesen.

Melalui upaya yang telah dilaksanakan, OJK memiliki komitmen yang kuat untuk terus mempersiapkan kebijakan, strategi, dan regulasi yang tepat dalam menghadapi tantangan di tahun 2019.

Sementara secara produk pasar modal syariah terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data hingga saat ini terdapat peningkatan jumlah sukuk outstanding sebesar 36,7% (year to date/YTD) dan nilai sukuk outstanding meningkat 45,2%. Saat ini juga terdapat 108 sukuk korporasi outstanding dengan nilai Rp22,8 triliun.

"Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan outstanding pada tahun 2017 dengan jumlah 79 sukuk dan nilai Rp15,7 triliun," ujarnya.

Peningkatan juga terjadi pada instrumen reksa dana syariah. Jumlah reksa dana syariah meningkat 21,4% YTD dan Nilai Aktiva Bersih reksa dana syariah meningkat 19,8%. Saat ini terdapat 221 reksa dana syariah dengan nilai aktiva bersih sebesar Rp33,9 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2017 dengan jumlah 182 reksa dana syariah dan nilai aktiva bersih Rp28,3 triliun.

"Pada tahun 2018, telah terdapat 3 sukuk yang diterbitkan dengan akad wakalah. Penambahan jenis akad tersebut diharapkan dapat mempermudah dan mendukung penerbitan sukuk korporasi," ujarnya.

Kemudian juga ada pengembangan efek beragun aset (EBA) syariah, Dewan Syariah Nasional–Majelis Ulama Indonesia telah menerbitkan fatwa nomor 120/DSN-MUI/II/2018 tentang Sekuritisasi Berbentuk Efek Beragun Aset Berdasarkan Prinsip Syariah dan fatwa nomor 121/DSN-MUI/II/2018 tentang EBA-SP berdasarkan Prinsip Syariah.

Selain instrumen EBA, OJK bekerjasama dengan stakeholders terkait juga sedang melakukan kajian terkait sukuk wakaf. Saat ini terdapat 435.944 hektare tanah wakaf yang mayoritas bukanlah aset wakaf produktif.

"Kami menggunakan acuan dari negara lain, yang memanfaatkan sukuk, ada potensi untuk mengubah aset tersebut menjadi aset produktif," jelasnya.

Berbagai pengembangan tersebut harus terus diupayakan tanpa melupakan kualitas dan tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat bahwa produk pasar modal syariah bukan sekadar berbeda tapi juga berkualitas.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3451 seconds (0.1#10.140)