Memacu Pertumbuhan Ekonomi dengan Memanfaatkan Gas Bumi

Sabtu, 15 Desember 2018 - 21:41 WIB
Memacu Pertumbuhan Ekonomi dengan Memanfaatkan Gas Bumi
Memacu Pertumbuhan Ekonomi dengan Memanfaatkan Gas Bumi
A A A
SIANG yang terik mendadak berganti hujan deras disertai petir yang menggelegar dan angin yang kencang. Sejumlah kendaraan memperlambat lajunya di sepanjang ruas jalan Jenderal Sudirman hingga sebagian Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (13/12/2018) lalu. Seperti biasanya, saat hujan turun, kemacetan di jalan utama ibukota ini semakin parah. Banyak pengemudi kendaraan yang tak sabar untuk bisa lepas dari jerat kemacetan. Bunyi klakson pun terdengar nyaring bersahutan.

Tak hanya membuat banyak pengemudi mobil pribadi dan angkutan umum stres, kemacetan itu tentu membuat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) kendaraan menjadi boros. Kerugian yang ditimbulkan dari kemacetan, menurut catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencapai Rp67,5 triliun per tahun. Itu hanya di Jakarta, jika ditambah dengan kawasan Bodetabek, bisa mencapai Rp100 triliun.

Angka lebih mencengangkan disampaikan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Jabodetabek menembus Rp185 triliun. Kerugian yang diderita tak hanya disumbangkan dari konsumsi BBM kendaraan bermotor yang boros, namun juga mencakup waktu, kerusakan mesin, stres dan polusi udara serta penyakit yang ditimbulkan.

"Beruntung saya menggunakan unit berbahan bakar gas, jadi tetap hemat walaupun jalan macet. Lagi pula, gas tidak membuat polusi udara. Di pool saya, Bekasi, ada 80-an unit yang menggunakan gas," ujar Dori Diar (55), pengemudi taksi Blue Bird bercerita kepada SINDOnews, Kamis (13/12/2018).

Kemacetan berarti petaka bagi pengemudi taksi. Bagaimana tidak, kesempatan untuk mendapatkan banyak trip semakin menipis, karena waktu tempuh menjadi lebih lama. "Apalagi kalau menggunakan BBM, bisa tidak dapat apa-apa, habis untuk beli premium dan setoran harian ke perusahaan," imbuhnya.

Dori bercerita, dalam sehari dirinya melakukan pengisian bahan bakar gas (BBG) di Stasiun Pengisian BBG (SPBG) milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebanyak dua kali. Setiap mengisi, Dori hanya merogoh kocek Rp40.000, sehingga total uang yang dikeluarkan Rp80.000.

"Hanya Rp80.000 saya bisa menempuh jarak 300 kilometer," ungkapnya. Dalam sehari, setelah dipotong setoran ke perusahaan, Dori bisa membawa pulang Rp200.000 hingga Rp250.000. "Kalau unit yang menggunakan BBM tidak bisa sebesar itu," sambungnya.

Pria asal Riau yang tinggal di Bogor itu mengungkapkan, sudah lima tahun bekerja di perusahaan taksi terbesar di Indonesia itu. Dari hasil jerih payahnya sebagai sopir taksi, Dori mampu menghidupi keluarganya. "Anak saya 10, delapan perempuan, dua laki-laki. Yang sudah lulus kuliah ada dua, tapi masih ada yang sekolah TK. Saya bisa menghidupi mereka dari pekerjaan ini," ungkapnya.

Dori pun mengaku tidak risau harus bersaing dengan transportasi berbasis daring. Alasannya, dengan menggunakan gas, mobilnya lebih efisien dibandingkan dengan transportasi berbasis daring yang masih menggunakan BBM. "Saya tidak khawatir bersaing, karena mereka menggunakan BBM. Gas harganya jauh lebih murah dibandingkan premium, sementara takaran per liternya sama, jelas saya lebih untung," ujarnya dengan tawa lebar. Di Jakarta, harga BBG dipatok Rp3.100 per liter setara premium (lsp). Sedangkan harga premium ditetapkan sebesar Rp6.550 per liter.

Tak hanya Dori, keuntungan menggunakan BBG juga dirasakan Kusno (62), pengemudi bajaj yang biasa menunggu penumpang di depan restoran Raja Kuring, Penjaringan, Jakarta Utara. Kusno mengaku terselamatkan dengan adanya bajaj BBG di tengah persaingan ketat dengan transportasi berbasis daring di ibukota.

"Andai saja masih menggunakan bajaj model lama yang menggunakan minyak (BBM) sudah pasti saya hanya dapat capek saja. Kalau BBG, saya masih bisa bawa pulang Rp75.000 sehari," tutur bapak dari enam orang anak ini.

Kusno pun bernostalgia dengan masa kejayaan bajaj di ibukota sebelum adanya transportasi berbasis daring. Saat itu, pria asal Tegal, Jawa Tengah ini bisa membawa pulang uang Rp200.000 hingga Rp250.000 untuk keluarganya di rumah.

Saat booming transportasi berbasis daring, Kusno mulai kelimpungan. Penumpang menurun drastis, tak jarang Kusno harus hilir mudik ke daerah-daerah tertentu yang masih boleh dilintasi bajaj untuk mencari penumpang. Kusno juga mengaku harus kucing-kucingan, bahkan di kejar petugas Dinas Perhubungan (Dishub) saat menanti datangnya penumpang di sekitar gedung pemerintahan.

Beruntung, pada 2014, Kusno sudah mendapatkan unit bajaj BBG. Sehingga, meskipun harus bersaing ketat, namun dia masih bisa bertahan. "Sekarang penumpang kebanyakan jarak pendek. Kalau hujan, penumpang lumayan. Tapi kan tidak setiap hari hujan," kata pria yang mengaku sudah menjadi pengemudi bajaj sejak 1978 itu.

Menurut Ketua Umum Komunitas Bajaj Gas (Kobagas), Agus Supriyono, saat ini, sekitar 13.000 bajaj di Jakarta sudah menggunakan BBG. Dari jumlah itu, sebanyak 1.000 pengemudi bergabung dengan Kobagas. "Para pengemudi sangat diperhatikan oleh PGN sehingga kesejahteraan mereka meningkat. Bahkan, PGN memfasilitasi pembentukan koperasi untuk berjualan sembako dan lainnya untuk menopang perekonomian keluarga pengemudi," tutur Agus.

Agus berharap, jumlah kendaraan yang menggunakan gas terus bertambah. Tak hanya sebatas bajaj, taksi dan mobil dinas aparatur pemerintahan saja, tapi juga mobil pribadi. Sebab, selain bisa mengurangi subsidi BBM, energi baik gas bumi juga ramah lingkungan. "Tidak menimbulkan polusi. Jika banyak mobil yang menggunakan BBG tentu polusi udara di Jakarta bisa dikurangi," katanya.

Meningkatkan Daya Saing
Penggunaan gas bumi di dalam negeri diharapkan terus meningkat. Tak hanya untuk sektor transportasi saja, tapi juga untuk industri. Alasannya, selain akan mengurangi biaya, penggunaan gas diyakini akan meningkatkan daya saing industri di dalam negeri sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Sekarang infrastruktur sudah jauh lebih baik, seperti jalan, pelabuhan dan listrik. Tinggal bagaimana meningkatkan produktivitas industri agar ekonomi kita terus tumbuh. Salah satunya memang menggunakan gas sebagai bahan baku industri, sehingga industri kita lebih efisien dan lebih kompetitif," tegas Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Johnny Darmawan kepada SINDOnews.

Pemanfaatan gas bumi sebagai bahan baku industri dalam negeri, kata Johnny, sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk mendorong hilirisasi industri yang mendukung peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Sehingga, industri di dalam negeri bisa melakukan proses bisnis secara tuntas di dalam negeri dan mengurangi impor. "Misalnya bijih besi diekspor, tapi kemudian baja diimpor, ini tentu menjadi tidak kompetitif," paparnya.

Industri di dalam negeri membutuhkan energi alternatif yang murah. Percepatan pembangunan infrastruktur gas bumi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gas yang semakin meningkat. Infrastruktur gas berupa jaringan pipa gas bumi memegang faktor kunci untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas bagi kebutuhan domestik.

"Cadangan gas kita melimpah, tapi belum dimanfaatkan maksimal. Ketersediaan gas menjadi kunci dalam menggerakkan kegiatan industri manufaktur, ini salah satu tantangan yang harus diatasi PGN sebagai pemasok gas ke industri," kata Johnny.

Namun, untuk mempercepat pembangunan infrastruktur gas tidak serta merta seluruhnya dibebankan kepada PGN, diperlukan keterlibatan para stakeholder untuk berperan lebih aktif. Sinergi para stakeholder diperlukan agar pengembangan infrastruktur gas berjalan lebih cepat. Penggunaan gas bumi sebagai sumber energi mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan BBM. Selain lebih bersih, gas bumi lebih kompetitif dibandingkan BBM. Di sektor transportasi, pemerintah terus mendorong penggunaan BBG untuk kendaraan. Sehingga bisa menekan subsidi BBM. Untuk sektor rumah tangga, pemerintah juga mendorong penggunaan gas sebagai bahan bakar untuk memasak. Sehingga biaya rumah tangga bisa ditekan lebih rendah lagi.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, pemerintah telah menetapkan pengembangan infrastruktur gas bumi di Indonesia. Pengembangan infrastruktur ini dibagi dalam dua bagian. Yakni untuk wilayah barat Indonesia dan wilayah timur Indonesia.

Di wilayah barat Indonesia, pengembangan infrastukrut gas bumi menggunakan pola integrated pipeline concept dengan sistem virtual pipeline sebagai pendukung. Sementara untuk pengembangan infrastruktur gas di wilayah timur Indonesia, menggunakan virtual pipeline concept dengan sistem clustered pipeline sebagai pendukung.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi mengamanahkan, dalam pengembangan infrastruktur gas bumi di sektor hilir mengikuti konsep wilayah jaringan distribusi dan wilayah niaga tertentu. Dengan konsep ini diharapkan terjadi efektivitas dan efisiensi dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur gas bumi sehingga tercipta peningkatan pemanfaatan gas bumi dengan harga yang wajar.

Sebagai acuan kebijakan jangka panjang, pemerintah menerbitkan Kebijakan Energi Nasional yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2014 yang berisikan target pemenuhan kebutuhan energi nasional hingga 2050 dari berbagai sumber energi yang ada di dalam negeri. Di dalam kebijakan tersebut, kontribusi gas di bauran energi nasional diharapkan mencapai 24%.

Saat ini, konsumen gas paling besar berada di Jawa. Sementara lokasi sumur gas berada di pulau lain. Sehingga, untuk menyalurkan gas dari sana dan untuk digunakan di Jawa dibutuhkan infrastruktur seperti pipa transmisi dan distribusi. Mengutip data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)pemanfaatan gas domestik saat ini sudah mencapai 58,59% sedangkan ekspor sebesar 41,41%.

Penggunaan gas yang semakin banyak akan menurunkan ketergantungan pada BBM dan mengurangi subsidi BBM. Sehingga anggaran subsidi BBM bisa dialihkan untuk membangun infrastruktur, salah satunya infrastruktur gas. Hal ini bisa memperbaiki keamanan pasokan energi nasional, dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih.

Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Warih Andang Tjahjono, menilai, gas menjadi salah satu komponen penting dalam kegiatan produksi. Dengan menggunakan gas, industri akan lebih efisien. TMMIN sudah menggunakan gas bumi dengan memodifikasi peralatan produksinya berupa boiler menjadi dual system. Sebelumnya, pabrikan automotif terbesar di Indonesia ini hanya mengandalkan BBM jenis solar.

"Sekarang kami menggunakan gas yang di pasok dari PGN. Tentu ini merupakan sumber energi yang ramah lingkungan sehingga kami tak lagi mengandalakan pada energi fosil yang semakin menipis," tegasnya. TMMIN mengoperasikan tiga pabriknya di Kawasan Industri KIIC, Karawang, Jawa Barat.

Warih bercerita, dari sisi teknologi, gas sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk mendukung penerapan kendaraan dengan teknologi tinggi berbahan bakar gas. Dengan teknologi yang sudah ada di industri otomotif, gas yang digunakan sebagai bahan bakar dalam prosesnya akan berubah menjadi H2O sehingga tidak menghasilkan karbon.

"Bayangkan betapa itu sangat ramah lingkungan. Tentu bebas polusi karena hasil pembuangan dari kendaraan bukan karbon, tapi air," cetusnya. Sebagai bahan bakar, gas dinilai unggul karena kandungan panasnya tinggi dan pembakarannya yang bersih. Potensi gas untuk menggantikan peran BBM di berbagai sektor sangat menjanjikan.

Dari data yang dipublikasikan PGN, hingga akhir semester I-2018, total pelanggan gas bumi mencapai 203.151 pelanggan. Yang terdiri dari pelanggan industri, rumah tangga, transportasi, komersial (hotel dan mal), pembangkit listrik serta usaha mikro, menengah, kecil, dan menengah (UMKM). Pelanggan PGN tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Batam (Kepri), Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara hingga Sorong (Papua).

PGN memiliki pelanggan idustri yang tersebar di beberapa wilayah. Baik yang di luar kawasan industri maupun di dalam kawasan industri. Energi baik yang disalurkan PGN di kawasan industri sejalan dengan program pemerintah untuk menggenjot investasi baru yang terintegrasi dalam sebuah kawasan. Pemanfaatan gas terbukti lebih efisien dan memberi keuntungan bagi pelaku usaha sehingga bisa menekan biaya produksi dan meningkatkan daya saing.

Pengembangan industri tidak bisa lepas dari sebuah kawasan industri. Apalagi, kedepan, industri baru akan dimasukkan ke dalam kawasan industri. Hal ini dimaksudkan agar industri lebih efisien. Selain dikelola dengan lebih baik, dan terkelompok ke dalam kluster, masuknya industri baru ke dalam kawasan industri akan lebih efisien, karena di dukung oleh infrastruktur yang memadai dan pasokan gas yang andal.

Dalam proyek strategis nasional, pemerintah mendorong pengembangan kawasan-kawasan industri baru. Tak hanya berpusat di pulau Jawa, tapi juga di kawasan luar Jawa. "Komitmen pasokan gas PGN ke kawasan industri cukup baik. Selama pasokannya dijaga agar tetap lancar, maka industri kita akan kompetitif," tegas Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar. Dengan adanya pasokan gas di kawasan industri, akan memicu datangnya investasi baru dan tentunya membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Sanny mengatakan, pasokan yang dibutuhkan oleh kawasan industri tak hanya di Jawa saja, tapi juga di Sumatra Utara dan Batam, Kepulauan Riau. Di Jawa, kawasan industri yang dipasok gas PGN diantaranya kawasan industri di Gresik, Jatim. Juga di kawasan Semarang, Jateng dan kawasan industri di Cikarang, Jabar. Kemudian di Serang, Banten dan kawasan industri di Tangerang serta kawasan-kawasan industri lainnya.

"Sebagai kawasan industri, kami menjadi lebih kompetitif sejak dipasok gas PGN. Industri di kawasan kami juga semakin memiliki daya saing karena menggunakan energi yang murah dan ramah lingkungan dari PGN," ujar General Manager Operasional ModernCikande, I Wayan Satia. Kawasan ModernCikande merupakan kawasan industri yang dikelola oleh PT ModernCikande Industrial Estate (MCIE).

Tak hanya di Serang, kawasan industri di Cikarang juga memanfaatkan dampak positif dari energi baik yang disalurkan PGN. Cikarang merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Ini lantaran 60% ekspor industri nasional berasal dari kawasan ini. Industri di Cikarang juga menyerap ratusan ribu tenaga kerja dari anak bangsa.

Di kawasan industri Delta Silicon Industrial Park Lippo Cikarang, misalnya, sebagian besar industri yang menjalankan bisnisnya di kawasan ini sudah menggunakan gas. "Ada 1.200 industri di kawasan kami, mulai dari industri dengan kategori sedang hingga manufaktur automotif," ungkap PR Manager PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Ria Sormin.

Menurut Ria, Lippo Cikarang merupakan pengembang kawasan dengan industri sebagai basis ekonomi yang kuat. Pasokan gas dinilai sangat vital untuk kelangsungan dan daya saing aneka industri di kawasan ini. "Karena secara ekonomis, gas akan sangat membantu seluruh tenant kami khususnya industri. Dari sisi harga lebih murah dari bahan bakar minyak serta ramah lingkungan. Sehingga selain memberikan dampak ekonomis, gas juga tidak mencemari lingkungan," tegasnya.

Ria berharap, dengan mempertimbangkan kepentingan daya saing industri maupun pertumbuhan ekonomi nasional, harga gas bisa ditetapkan pada tingkat wajar. "Namun tentunya tetap memberikan keuntungan bagi PGN sebagai entitas usaha," ujarnya.

Pasokan gas bumi di kawasan industri merupakan upaya PGN merealisasikan program konversi energi ke gas bumi. Sehingga konsumsi BBM bisa dikurangi. Peningkatan pemanfaatan gas bumi yang efisien, ramah lingkungan dan aman memberikan bukti nyata dan berhasil mendorong peningkatan daya saing industri nasional.

Energi baik dari PGN juga dibutuhkan industri keramik untuk meningkatkan daya saingnya. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, mengatakan pasokan gas PGN sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan daya saing dan peningkatan produksi industri keramik di Indonesia. "Kami akan meningkatkan kapasitas hingga 70% dari kapasitas sekarang. Tentunya ini membutuhkan dukungan pasokan dari PGN," tegasnya.

Industri keramik berharap, PGN selalu memasok gas berapapun yang dibutuhkan oleh industri keramik nasional. Apalagi, saat ini PGN sudah memiliki infrastruktur gas yang andal. "Ini (pasokan) penting agar industri keramik bisa terus menopang perekonomian nasional," tutur Edy.

Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Selain industri, PGN juga memiliki pelanggan di sektor UMKM hingga komersial seperti pusat perbelanjaan atau mal dan hotel. Umumnya, pelanggan-pelanggan PGN merasakan dampak positif dari penggunaan energi baik gas bumi yang disalurkan PGN ke pusat perbelanjaan (mal) dan hotel.

Sebab, dengan menggunakan gas, biaya operasional pusat perbelanjaan dan hotel menjadi lebih murah. Sehingga biaya sewa dan operasional yang harus dikeluarkan oleh para tenant di dalam pusat perbelanjaan menjadi lebih murah.

"Gas penting agar mal menjadi lebih kompetitif di tengah persaingan keras dengan industri e-commerce," kata Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa.

Tak hanya mal dan restoran di Jakarta yang sudah menggunakan energi baik PGN, tapi juga mal dan restoran di Surabaya, Cirebon, hingga Batam. Menurut Direktur Komunikasi Lippo Group, Danang Kemayan Jati, banyak mal yang dikelola di bawah naungan PT Lipo Malls Indonesia yang sudah menggunakan gas bumi PGN.

"Di mal kami, gas dari PGN juga digunakan oleh tenant-tenant food and beverage. Sejauh ini, penggunaan gas memberikan penghematan yang luar biasa besar," paparnya.

Agar pertumbuhan ekonomi terus bergeliat, selain industri, sektor konsumsi dinilai perlu untuk di dorong. Jumlah kelas menengah di Indonesia yang terus meningkat diyakini akan membawa prospek bagus bagi perekonomian Indonesia. Apabila seluruh pusat perbelanjaan menggunakan gas sehingga kompetitif, tentunya akan menarik minat tenant-tenant baru untuk membuka gerainya di mal dalam negeri. Ini berarti, kelas menengah Indonesia tak lagi perlu mengeluarkan biaya besar untuk berwisata belanja di luar negeri.

Komitmen PGN untuk menghadirkan energi baik yang terintregrasi dan efisien bagi negeri terus diperkuat. Perusahaan ini terus berupaya memperluas pemanfaatan gas bumi ke berbagai daerah, ke berbagai segmen, sehingga penggunaan gas bumi semakin meningkat. Di sektor transportasi, melalui anak usahanya PT Gagas Energi Indonesia, PGN menyalurkan gas bumi ke sektor transportasi.

Menurut Operation and Commerce Director PT Gagas Energi Indonesia, Dian Kuncoro, dengan menggunakan gas bumi, biaya operasional transportasi akan rendah. "Selain aspek ekonomis, gas bumi juga memberikan keuntungan dari aspek lingkungan yakni ramah lingkungan," ungkapnya.

Menurut Dian, pihaknya terus berupaya agar gas bumi dari PGN bisa diakses oleh lebih banyak moda transportasi. "Hal ini penting dalam rangka mendukung upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM," tegasnya. Di segmen UMKM, melalui anak usahanya, PGN menawarkan efisiensi melalui penggunaan gas. Yang terbaru, yakni hadirnya Food Truck PGN Solution yang bisa menghadirkan penghematan bagi para UMKM yang menggeluti bisnis kuliner. Sebab, dengan food truck PGN, biaya penggunaan gas yang dikeluarkan sangat rendah.

Mengutip keterangan resmi yang dipublikasikan PGN, jumlah pelanggan PGN terus bertambah. Hingga akhir semester I-2018, total pengguna gas bumi PGN mencapai 203.151 pelanggan. Jumlah ini naik 16,96% dibandingkan total pelanggan di semester I-2017 yang hanya mencapai 173.681 pelanggan.

Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama, mengatakan volume gas bumi yang didistribusikan PGN termasuk di dalamnya anak usahanya yakni PT Gagas Energi Indonesia ke pelanggan mencapai 835,56 BBTUD. Volume gas yang didistribusikan itu naik 11,55% dibandingkan realisasi semester I-2017 yang hanya mencapai 749,02 BBTUD.

Seluruh energi baik tersebut disalurkan oleh PGN dan anak-anak usahanya ke berbagai segmen pelanggan. Mulai dari industri besar dan pembangkit listrik, UKM, pelanggan rumah tangga, hingga pelanggan komersial seperti rumah sakit, hotel dan restoran.

Sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional agar terus bertumbuh, PGN optimististis kinerjanya juga semakin baik. PGN juga terus berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi sehingga pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat bisa diperluas.

Selama semester I-2018, PGN mampu menyelesaikan pembangunan pipa sepanjang lebih dari 87 km, sehingga panjang pipa yang dioperasikan PGN mencapai 7.481 km. PGN juga meneruskan pembangunan proyek infrastruktur gas. Diantaranya jaringan pipa transmisi Dumai, jaringan pipa distribusi ke Banten. Juga pengembangan infrastruktur gas ke rumah tangga di kawasan Jakarta, Bogor, Bekasi, Palembang, Tangerang, dan Pasuruan. PGN, kata Rachmat, terus berkomitmen membangun dan memperluas infrastruktur gas nasional.

Direktur Komersial PGN, Danny Praditya, menegaskan PGN juga berkomitmen untuk memasok gas bagi sektor komersial dan rumah tangga. PGN, kata dia, telah mengalirkan gas kepada 1.964 pelanggan komersial, 1.730 pelanggan industri dan 199.403 pelanggan rumah tangga di 19 kota dan 12 provinsi di Indonesia.

Permintaan gas di dalam negeri yang tumbuh pesat memang harus dibarengi dengan peningkatan pembangunan infrastruktur. Di banyak negara di dunia, saat infrastruktur gas tersedia, konsumsi gas akan melesat cepat.

Penggunaan gas yang semakin banyak, secara otomatis akan menurunkan ketergantungan pada BBM, sehingga bisa mengurangi beban negara untuk subsidi. Selain itu, dengan menggunakan gas akan memperbaiki keamanan pasokan energi, dan memberikan lingkungan lebih bersih. Percepatan pembangunan infrastruktur gas adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melesat cepat.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3920 seconds (0.1#10.140)