Dinamika Asumsi dan Perubahan APBN di Era Ketidakpastian

Senin, 22 April 2024 - 16:23 WIB
loading...
Dinamika Asumsi dan Perubahan APBN di Era Ketidakpastian
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

KETIDAKPASTIAN ekonomi global telah menjadi sorotan utama bagi banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sejak awal 2024, semakin banyak pihak yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia akan menghadapi ketidakpastian yang tinggi dikarenakan sejumlah faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal seperti perubahan iklim yang akan mengganggu produksi pangan dan rantai pasoknya. Begitu juga inflasi tinggi (higher for longer) dan kenaikan suku bunga, perlambatan ekonomi China, Eropa, dan Amerika juga akan berdampak langsung pada perekonomian global.

Selain itu, ketegangan geopolitik di beberapa wilayah seperti di Timur Tengah (Israel-Palestina-Iran), di Eropa Timur (Rusia-Ukraina), semua semakin memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia. Faktor internal, setelah dijalankan pemilu damai, dan muncul sengketa pemilu sehingga ketegangan politik yang muncul, akan mempengaruhi keputusan masyarakat untuk konsumsi maupun investasi.

Kita berharap keputusan Mahkamah Konstitusi bisa memberikan kepastian hukum atas pemenang pemilu, sehingga fokus pembangunan ekonomi secepatnya bisa dijalankan. Selama ini, Indonesia termasuk salah satu negara berkembang (emerging market) dengan perekonomian yang kuat dalam menghadapi dampak rambatan negatif adanya ketidakpastian global, misal ketidakpastian suku bunga AS.

Hal tersebut lantaran kebijakan moneter dan fiskal yang bijaksana serta terkoordinasi erat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu terus menjaga aktivitas ekonomi domestik melalui penguatan peran APBN 2024 terutama menjaga daya beli, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung berbagai agenda pembangunan.

Dinamika APBN Indonesia


Dilihat dari sisi ekonomi, konflik yang terjadi akibat serangan Israel ke Kedutaan Iran di Damaskus, dan juga terhadap retaliasi yang dilakukan oleh Iran mutlak dapat mendorong lonjakan harga minyak. Adapun kenaikan harga minyak tersebut terjadi bukan karena pasokannya berkurang akibat perang, melainkan lantaran jalur perdagangannya yang terganggu.

Di selatan Iran, membentang Selat Hormuz yang merupakan jalur perdagangan minyak terpenting dunia. Sekitar seperlima produksi minyak global mondar-mandir Selat Hormuz setiap harinya. Laut Merah dan Selat Hormuz itu menjadi penting terutama karena Selat Hormuz itu dilalui 33 ribu kapal minyak dan Laut Merah dilalui sekitar 27 ribu kapal.

Berdasarkan data Badan Informasi Energi Amerika Serikat (2018) mencatat bahwa distribusi minyak melalui Selat Hormuz mencapai 21 juta barel per hari. Angka tersebut setara sekitar 21% konsumsi minyak global. Alhasil, jika konflik terus terjadi, maka dampak globalnya akan terjadi kenaikan harga minyak dunia di atas US$80 per barel.

Berbagai risiko akibat konflik geopolitik tentu harus di antisipasi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penyesuaian APBN menjadi langkah penting untuk mencegah terjadinya defisit yang melebihi batas minimum yang telah ditetapkan (3%).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0666 seconds (0.1#10.140)