Koalisi Perubahan Dinilai Paling Rapuh dalam Kalkulasi Pragmatisme Politik Praktis

Kamis, 25 April 2024 - 21:31 WIB
loading...
Koalisi Perubahan Dinilai Paling Rapuh dalam Kalkulasi Pragmatisme Politik Praktis
Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto setelah melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) kemarin. Foto/Refi Sandi
A A A
JAKARTA - Koalisi Perubahan dinilai sebagai koalisi partai politik yang paling rapuh dalam kalkulasi pragmatisme politik praktis. Koalisi Perubahan terdiri dari Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Koalisi Perubahan mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Koalisi Perubahan dinilai paling rapuh pasca ditetapkannya Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Koalisi Perubahan yang tampak garang selama kampanye 2024 lalu, ternyata menjadi koalisi yang paling rapuh dalam kalkulasi pragmatisme politik praktis,” kata Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Parmadina Ahmad Khoirul Umam dalam keterangannya, Kamis (25/4/2024).



Menurut dia, mendekatnya Nasdem dan PKB kepada Prabowo selaku pemenang Pilpres 2024 menjadi indikator yang nyata dan begitu vulgar dari Koalisi Perubahan yang terbukti sangat mudah berubah.

Bubarnya Koalisi Perubahan ini mengindikasikan bahwa narasi kritis dan jurus slepet yang sebelumnya digunakan partai-partai politik selama kampanye kemarin bukan didasarkan pada hasil kontemplasi mendalam atas kondisi demokrasi bangsa, melainkan hanya gimmick dan komoditas politik semata untuk meraup suara masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah.

Akibatnya, kata Umam, narasi kritis perubahan itu begitu mudah dihapus dengan argumen rekonsiliasi dan persatuan, yang seolah dimanfaatkan untuk menutupi kompromi kepentingan pragmatis dan oportunisme dalam politik praktis.

“Hasilnya, saat ini capres Anies Baswedan yang menjadi simbol narasi kritis seolah ditinggalkan begitu saja oleh partai-partai yang di pileg kemarin diuntungkan oleh narasi kritis dan mendapatkan coat-tail effects (efek ekor jas, red) dari ketokohan Anies Baswedan,” pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5750 seconds (0.1#10.140)