Pembayaran Nontunai Bisa Dorong Ekonomi Indonesia

Minggu, 30 Desember 2018 - 06:21 WIB
Pembayaran Nontunai Bisa Dorong Ekonomi Indonesia
Pembayaran Nontunai Bisa Dorong Ekonomi Indonesia
A A A
JAKARTA - Pembayaran nontunai semakin menjadi tren masyarakat Indonesia baik di perkotaan maupun perdesaan. Uang nontunai dinilai lebih efektif sebagai alat transaksi pembayaran dan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi saat ini.

Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai transaksi uang elektronik naik dua kali lipat menjadi Rp31,66 triliun sepanjang Januari hingga September 2018 dibandingkan sepanjang 2017. Penggerak utama pertumbuhan nontunai tersebut antara lain berasal dari pembayaran online dan uang elektronik.

Direktur Eksekutif Departemen Elektronifikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) BI Pungky Purnomo Wibowo mengatakan, BI masih terus berusaha mengupayakan agar masyarakat bertransaksi secara nontunai.

Penerbitan kartu berlogo nasional (kartu GPN) yang dimulai sejak akhir Maret 2018 terdistribusi sebanyak 17,6 juta kartu GPN dalam kurun waktu sembilan bulan dari target akhir tahun 2018 sebanyak 20 juta kartu.

Efektivitas GPN dapat dirasakan jika implementasi GPN dilakukan oleh industri. “Sosialisasi dan edukasi GPN untuk meningkatkan awareness dan acceptance masyarakat terhadap kartu berlogo GPN. Hal ini tidak terlepas pula untuk memperluas implementasi GPN dalam layanan lainnya dan pembayaran online,” tutur Pungky kepada KORAN SINDO.

Pungky mengungkapkan, setelah implementasi GPN, volume, dan nominal transaksi debit domestik meningkat secara signifikan. Dari semula hanya sekitar 1,4 juta transaksi dengan nominal Rp461 miliar selama Desember 2017 menjadi 9.9 juta transaksi dengan nominal Rp4.9 triliun pada November 2018 dengan pertumbuhan volume rata-rata per bulan sebesar 20,85% dan nominal rata-rata 23,51%.

“Pertumbuhan ini sangat mendorong elektronifikasi untuk transportasi darat, laut, dan udara juga menjadi catatan penting BI dalam peningkatan nontunai,” tuturnya.

Senior Vice President Transaction Banking and Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi mengatakan, pertumbuhan penggunaan uang elektronik terus meningkat seiring dengan penggunaan transportasi.

Menurutnya, mengenalkan masyarakat untuk membayar dengan uang nontunai diharapkan akan menjadi hal yang positif dan menjadi tren gaya hidup. Thomas mengungkapkan, nilai transaksi uang elektronik dari Bank Mandiri yang disebut e-money tersebut per Desember 2018 tumbuh senilai Rp13,4 triliun dengan jumlah kartu beredar sebanyak 16,4 juta kartu.

Thomas menjamin penggunaan uang nonelektronik tidak perlu dikhawatirkan dan diragukan lagi, mengingat penggunaan teknologi pada kartu tersebut cukup aman.

Dia mencontohkan penggunaan chippada kartu seperti yang terdapat pada layanan perbankan lain. Menjamurnya dompet digital di Indonesia yang memfasilitasi berbagai kebutuhan secara online menurut Thomas tidak akan menjadi sebuah ancaman.

“Fintech itu kita saling bersinergi, biasanya saling berbagi jaringan merchant. Untuk top-up tentu masih menggunakan bank sebagai media pembayaran,” ujar Thomas.

Cara membayar dari uang elektronik pun kini kian canggih dan bahkan tidak membutuhkan kartu lagi. Teknologi yang disebut sebagai Quality Respons dapat membaca kode dengan memindainya melalui telepon genggam atau smartphone.

Untuk teknologi ini, menurut Thomas, Bank Mandiri baru mendapat izin penggunaannya pada November lalu dan akan mulai direalisasikan ke konsumen pada awal 2019. Thomas menjelaskan terdapat dua produk nontunai persembahan Bank Mandiri ialah e-money melalui kartu dan aplikasi Mandiri e-Cash yang akan dikembangkan dengan kode QR.

“Melalui aplikasi, kami juga akan kembangkan MandiriPay ini lebih fokus untuk pembayaran. Tahun depan akan mulai digalakkan bersama Mandiri e-Cash,” jelasnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adinegara mengungkapkan, hanya 2% masyarakat Indonesia yang sudah melakukan transaksi secara nontunai.

Namun, semakin lama sudah terlihat minat masyarakat untuk bertransaksi dengan dompet digital. Faktor promosi dari pelaku e-payment sendiri juga menjadi pemikat.

“Dengan begini, persaingan antara layanan penyedia e-paymentakan semakin ketat. Hanya perusahaan besar yang bisa memberikan promosi terus-menerus yang akan bertahan. Sedangkan bagi konsumen ini peluang bagus untuk segera pindah ke nontunai,” ungkap Bhima.

Begitu pula, menurutnya, dengan bank. Bhima mengungkapkan, bank besar dapat membuat layanan e-payment sendiri. Investasi untuk membuat aplikasi menggunakan kode QR bisa dilakukan sendiri. Sedangkan bagi bank kecil dapat berkolaborasi dengan OVO, Dana, dan penyedia layanan e-payment lainnya.

“Bagaimanapun layanan e-payment tetap menggunakan bank sebagai penyimpan dana pengguna yang aman, dan jika ingin melakukan top-up juga masih menggunakan. Bank dan layanan e-payment bukan saling menggerus justru peluang untuk bersinergi,” ucap Bhima.

Menurutnya, tren masyarakat ke depan untuk pembayaran online masih akan mengandalkan QR Code. Di sisi lain, masyarakat juga akan terus menggunakan uang nontunai lain seperti uang elektronik, dompet digital, ataupun transfer elektronik.

Bhima membandingkan Indonesia dengan negara di Asia Tenggara lain masih kalah dibanding Singapura, Malaysia, dan Thailand dalam penggunaan transaksi nontunai. Menurutnya, faktor infrastruktur akses internet yang harus diperbaiki agar semua daerah dapat merasakan juga bertransaksi secara nontunai.

Salah satu startup di Indonesia Go-Jek juga melihat peluang potensi industri pembayaran nontunai masih banyak yang bisa digarap, mengingat 76% masyarakat Indonesia masih menerima upah secara tunai.

Sementara itu, dalam ekosistem Go-Jek, mitra driver dan merchant sudah memanfaatkan sistem pembayaran nontunai dengan Go-Pay. “Hal ini membuktikan bahwa sistem pembayaran nontunai diterima dengan baik dan memiliki potensi untuk berkembang. Salah satu cara mengembangkan metode pembayaran nontunai adalah dengan memanfaatkan teknologi kode QR,” tambahnya.

Head of Corporate Affairs Go-Pay Winny Triswandhani menjelaskan, pengguna yang ingin menggunakan Go-Pay hanya butuh beberapa langkah mudah. Buka aplikasi Go-Jek dan klik "Bayar", scan kode QR pada struk pembelian, lalu memasukkan PIN Go-Pay pengguna hingga transaksi dinyatakan sukses.

Dia pun setuju jika promosi selalu digencarkan untuk menarik pengguna baru. Untuk lebih mengenalkan Go-Pay ke masyarakat, menyambut akhir pada 2018 Go-Pay mempromosikan program Go-Pay Pay Day dengan cashback sebesar 50%. Promosi nontunai ini berlangsung selama sembilan hari mulai 24 Desember 2018 hingga 1 Januari 2019 melalui rekan usaha dan berbagai layanan Go-Jek di penjuru Nusantara.

“Saat ini Go-Pay sudah dapat diterima di lebih dari 200.000 rekan usaha di berbagai kota di Indonesia. Bahkan 50% dari transaksi di Go-Jek telah menggunakan Go-Pay sebagai metode pembayaran," ucap Winny.

Tidak hanya untuk melakukan transaksi di aplikasi Go-Jek dan mengikuti promo Go-Pay Pay Day, lanjut Winny, kini Go-Pay juga bisa digunakan untuk melakukan pembayaran di tempat pada berbagai tipe rekan usaha seperti minimarket, restoran cepat saji, UMKM, puluhan SPBU di Jakarta, tempat ibadah seperti masjid, yayasan, layanan publik, hingga belanja online di berbagai rekan usaha e-commerce.

Seperti Go-Jek, Go-Pay bekerja sama dengan Pemprov Aceh baru saja menandatangani MoU pengaplikasian metode pembayaran nontunai lewat scan QR untuk pembayaran tiket masuk yang sekaligus dilakukan bertepatan dengan peringatan 14 tahun tsunami di Aceh.

“Melalui berbagai program dan inovasi yang diluncurkan secara bertahap, Go-Pay ingin terus memperkenalkan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi nontunai kepada pengguna dan menjamin transparansi dalam pencatatan transaksi,” tutur Winny.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3845 seconds (0.1#10.140)