Pengamat: Swasembada Pangan Bukan Berarti Tak Impor, Jangan Dipolitisir

Senin, 18 Februari 2019 - 18:56 WIB
Pengamat: Swasembada Pangan Bukan Berarti Tak Impor, Jangan Dipolitisir
Pengamat: Swasembada Pangan Bukan Berarti Tak Impor, Jangan Dipolitisir
A A A
JAKARTA - Pengamat pertanian dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Yunus Musa menilai, ada cara pandang yang kurang tepat mengenai antara hakikat swasembada dan impor pangan. Bahkan terang dia, cenderung menjadi lebih salah arah sehingga Ia mengingatkan agar makna swasembada dan impor pangan tidak dipolitisir guna kepentingan tertentu.

"Kalau dipelintir persepsinya tentang swasembada dan impor pangan, kasihan petani. Petani pikir produksi cukup, tapi kok masih impor. Kan pengaruhnya ke harga," ujar Yunus di Jakarta, Senin (18/2/2019).

Menurutnya swasembada dan impor pangan memiki karakter yang "sama tapi beda". Sehingga tak dapat dianggap ketika masih impor pangan, maka belum swasembada. Yunus menjelaskan, swasembada pangan lebih menyasar kinerja pertaniannya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat melalui peningkatan produksi.

Sedangkan impor pangan, ucap Yunus, adalah upaya menstabilisasi harga agar tersedia cadangan komoditas serta distribusi yang cepat untuk kebutuhan tertentu sebab kondisi mendesak. "Di situlah impor, ada syaratnya. Banyak negara maju sudah swasembada pangan, tapi sewaktu-waktu juga impor," terang dia.

Mengenai kondisi pertanian Indonesia saat ini, Yunus berpendapat, pemerintah Indonesia telah optimal menekan serendahnya impor pangan. Bahkan, beberapa komoditas pertanian telah berani ekspor.

"Kan berdasarkan data BPS kalau inflasi pangan terjaga tahun 2018 dan awal 2019. Cukup rendah inflasi pangan kata BPS. Artinya ketersediaan kebutuhan pangan terjaga, itu sudah swasembada," paparnya

Begitu juga dengan data BPS yang mengumumkan bahwa stok beras nasional surplus 2,85 juta ton tahun 2018, hal itu dapat dicatat bahwa pemerintah telah mengarah pada swasembada pangan. "Kata Presiden Jokowi, kita juga sudah berani tidak lagi impor jagung 3,6 juta ton lalu menjadi ekspor 380 ribu ton. Artinya produksi pangan bagus, Indonesia lakukan swasembada," kata Yunus.

Soal swasembada dan impor pangan hingga kini terus jadi sorotan. Apalagi menjelang pemilihan umum 2019. Kritik kerap dilontarkan kepada pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap gemar impor pangan. Misalnya saja soal beras yang disebutkan surplus, tapi pemerintah berencana mengimpor 1 juta ton tahun lalu. Begitu juga jagung yang direncanakan impor 100 ribu ton PK saat panen produksi jagung diumumkan berhasil.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8749 seconds (0.1#10.140)