Menjaga Lingkungan dengan Mengurangi Plastik

Minggu, 10 Maret 2019 - 11:39 WIB
Menjaga Lingkungan dengan Mengurangi Plastik
Menjaga Lingkungan dengan Mengurangi Plastik
A A A
JAKARTA - Kantong plastik merupakan sebuah inovasi untuk menunjang aktivitas keseharian, khususnya dalam berbelanja.

Kehadirannya di mana pun ada seperti di pasar, toko kelontong, supermarket, dan lainnya. Jika dulu keranjang belanja menjadi teman akrab masyarakat saat berbelanja, namun barang yang terbuat dari bahan ramah lingkungan itu sudah ditinggalkan.

Dalam kurun satu dekade, kantong plastik yang telah dipakai di Indonesia mencapai rata-rata 700 kantong plastik per orang per tahun. Jumlah itu didapatkan dari hasil riset yang dilakukan oleh Greeneration Indonesia.

Bila dikalikan jumlah penduduk sebuah kota, sebanyak itu pulalah jumlah kantong plastik yang berakhir di tempat sampah. Menyumbat selokan dan terbuang ke sungai sehingga membuat aliran air tidak lancar.

Dampak buruk plastik tak hanya sebagai salah satu biang banjir, juga sampah plastik yang sulit memberikan dampak buruk bagi tanah. Pun bagi kesehatan manusia, karena jika dibakar akan mengeluarkan asap beracun yaitu dioksin yang menjadi penyebab kanker.

Bukan salah kantong plastik jika dampak buruk plastik itu dirasakan oleh masyarakat, melainkan perlakuan manusia terhadap kantong plastik. Karena konsumsinya yang berlebihan dan membuangnya sembarangan serta masyarakat yang tidak bijak dalam menggunakan kantong plastik sehingga dampak negatif yang dirasakan kian besar.

Sepuluh tahun lalu kampanye mengurangi penggunaan plastik sudah hadir. Bertajuk diet kantong plastik menyadarkan masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, kampanye ramah lingkungan itu terus digencarkan.

“Jika kita membutuhkan kantong plastik, bisa dengan membayar. Bisa juga mekanisme retailer mengumpulkan dana penjualan kantong plastik untuk diserahkan semuanya ke organisasi konservasi lingkungan,” ujar Junerosano, aktivis lingkungan dan pendiri Greenaration Indonesia Bijaksana, kepada KORAN SINDO.

Bagi pria yang akrab disapa Sano ini, penerpaan plastik berbayar bisa jadi akan memberikan pengaruh terhadap pihak lain. Sano mengakui sebagai aktivis lingkungan, dirinya menyadari kebijakan tersebut akan berdampak pada rekan kaum marginal seperti pemulung, juga industri sektor daur ulang dan juga sektor usaha lain yang memiliki membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

“Posisi saya pribadi mendukung reduce, reuse, recycle . Perjuangan pribadi di isu reduce bukan mendorong kebijakan melarang atau menolak kantong plastik, melainkan membuat mekanisme insentif dan disinsentif dan responsibility agar secara naluriah orang mengurangi penggunaannya tanpa mematikan industrinya,” sebut Sano.

Sano berupaya tidak terjebak dengan pro maupun kontra. Dia ingin menawarkan solusi jalan tengah. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pun dengan tegas mulai memberlakukan kantong plastik berbayar di ritel modern mulai 1 Maret 2019.

Sekjen Aprindo, Solihin menyatakan langkah ini diambil sebagai bentuk inisiatif Aprindo dalam mendukung program pemerintah untuk mengurangi sampah sebesar 30% pada 2025. Solihin mengaku sudah 80% anggota Aprindo yang siap melakukan ini.

Sisanya butuh kesiapan yang lebih lagi untuk menyediakan kantong nonplastik. “Ketika konsumen akan membayar, akan ditanya apakah membawa kantong belanjaan? Kalau tidak, kami menawarkan kantong belanjaan terbuat dari kain. Jika tidak mau, baru kantong plastik yang berbayar,” ujarnya.

Kebijakan ini juga dapat memancing kreativitas dari masing-masing ritel. Solihin mencontohkan tawaran insentif tertentu kepada konsumen. “Kalau membawa kantong belanja, mereka akan dapat apresiasi berupa potongan harga.

Jumlah nilai yang terkumpul dari penjualan plastik dapat digunakan untuk kegiatan kepedulian lingkungan. Semua dapat dilakukan sesuai kebijakan perusahaan masing-masing,” ujarnya.Dengan kebijakan ini, Aprindo ingin mengedukasi masyarakat agar bijak menggunakan plastik untuk menyelamatkan bumi dari sampah plastik yang sulit terurai ini.

Senada dengan Aprindo, Asosiasi Masyarakat Ritel Indonesia (AMRI) pemberlakuan plastik berbayar yang diterapkan Aprindo. Menurut Sekjen AMRI Adjib Mada Winata, mereka lebih condong pada pengendalian pemakaian bungkus plastik disertai edukasi tentang bahaya yang lebih besar dari tidak terkontrolnya pemakaian kantong plastik.

Tak hanya itu, mereka juga mengedukasi tentang kepedulian masyarakat terhadap sampah secara umum. Bukan pelarangan penggunaan, tetapi pengendalian. Berkaca pada Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada uji coba tentang pengendalian kantong plastik pada tahun 2016 untuk 27 kota, hasilnya positif mengurangi sampah plastik.

“Karena luas wilayah Indonesia dan perbedaan kota dan desa, menurut kami, peraturan tentang kantong plastik efektif dikeluarkan melalui peraturan daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki kebijakan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat masing-masing,” tuturnya.

Adjib memaparkan, AMRI sangat fleksibel kepada anggotanya. Edukasi sudah diberikan kepada anggota untuk punya kepedulian pada pengendalian penggunaan kantong plastik.

Tentunya disesuaikan dengan bisnis ritel masing-masing anggota sehingga nilai pengendalian itulah yang ditekankan. Tiza Mafira, Direktur Diet Kantong Plastik, sebuah LSM berbasis komunitas yang berdiri 2013, turut mengapresiasi kebijakan yang dilakukan para pengusaha ritel.

Namun, Tiza mengingatkan Aprindo untuk serius memonitor pengurangan kantong plastik yang terjadi dan transparan dengan data pengurangan tersebut. “Kalau ternyata tidak berkurang signifikan, berarti harganya perlu dinaikkan,” kata Tiza.

Tiza juga menyoroti pengusaha industri lain yang seharusnya sudah tersadar untuk lebih peduli lingkungan. Selain kantong plastik, ada juga wadah lain yang seharusnya tidak diberikan kepada masyarakat.

Misalnya, sedotan, kantong makanan dari foam, juga sendok dan garpu plastik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengaku sudah memikirkan arahan yang lebih jauh kepada para pengusaha, yakni meminta pelaku industri dapat mengelola sampah plastik yang dihasilkan dengan bijak.

Cara yang dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan bank sampah. Industri daur ulang sudah berkembang pesat hal tersebut dapat dimanfaatkan pelaku industri untuk turut serta dalam kepedulian lingkungan.

Banyak Tempat Pengolahan Sampah (TPS 3R) yang dapat diajak bekerja sama untuk mengumpulkan sampah plastik. Direktur Pengolahan sampah KLHK Novrizal Tahar menegaskan, KLHK kini fokus pada upaya pengurangan sampah.

Nanti akan diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah untuk Produsen yang akan selesai tahun ini. “Permen itu untuk pengusaha pada bidang manufaktur dan ritel seperti supermarket serta pasar. Penyedia jasa makanan seperti kafe dan restoran. Salah satu ketentuannya pengusaha wajib mengolah sampah plastik yang dihasilkan. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6282 seconds (0.1#10.140)