Gairah Investasi Hotel di Asia

Rabu, 13 Maret 2019 - 12:16 WIB
Gairah Investasi Hotel di Asia
Gairah Investasi Hotel di Asia
A A A
ASIA Pasifik adalah satu-satunya wilayah yang dinantikan untuk pertumbuhan volume transaksi perhotelan. Menurut Jones Lang LaSalle (JLL), total volume transaksi untuk Asia Pasifik sebesar USS9,5 miliar pada 2019.

Bila dibandingkan dengan tahun lalu, bisnis perhotelan saat ini terjadi peningkatan hingga 15%. Salah satu yang mendorong terjadinya peningkatan, yaitu perdagangan single asset yang menghasilkan 83% lebih dari total nilai USD8,3 miliar yang diinvestasikan di wilayah ini. Para pengembang dan perusahaan pemodal swasta adalah pembeli terbesar yang mendapatkan lebih dari setengah properti yang diperdagangkan.

“Pada 2018 adalah tahun pemulihan bagi pasar hotel utama di Indonesia dengan kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang hampir mencapai siklus akhir pembangunan. Sedangkan Bali memperlihatkan pemulihan yang sangat cepat dan substansial setelah terjadinya letusan Gunung Agung pada akhir tahun 2017.

Alhasil, volume transaksi di Indonesia meredam dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” sebut Corey Hamabata, Senior Vice President JLL Hotel & Hospitality Group. Corey pun menambahkan, kegiatan dari para investor luar negeri serta tipe investor penanam modal dalam mengantisipasi pemulihan pasar-pasar.

Dengan demikian, kegiatan transaksi akan meningkat pada tahun ini dan tahun berikutnya. Dimulai pada 2018, momentum investasi ini diharapkan dapat menjadi lebih cepat saat para investor mulai menjual aset dan menuju antisipasi meningkatnya bidang pariwisata, terutama di Jepang dan Singapura.

Menurut laporan tersebut, sentimen investor di Jepang akan tetap tinggi dengan adanya Ruby World Cup dan Olimpiade Tokyo. Saat ini saja pasar sudah mendalami pertumbuhan sebesar 8,7% dalam setahun di bidang pariwisata.

“Meskipun terjadi serangkaian bencana alam, pasar hotel di Jepang tetap mampu menarik minat para investor dunia. Hampir 30% dari semua investasi di Asia Pasifik ditanamkan di Jepang. Dengan ini, Jepang menggeser China dari posisi puncak,” kata Head of Hotel Investment Sales Asia JLL’s Hotel & Hospitality Group Nihat Ercan.

Sama halnya, pasar hotel di Singapura juga berhasil menarik 7% lebih banyak wisatawan pada tahun kemarin, mendorong kenaikan positif revenue per available room (RevPAR) di semua skala kelas perhotelan.

Di China, permintaan pariwisata mampu melampaui penawaran. JLL pun mencatat pertumbuhan RevPAR dengan rekor tertinggi di seluruh kota besar China pada 2018, termasuk Chengdu yang juga turut naik hingga 20%, Beijing pun naik sekitar 15%, Chongqing naik 13%, dan Wuhan naik sekitar 12%.

“Sementara kita berada di kondisi late cycle di mana tingkat imbal balik tetap rendah dengan kemungkinan yang terbatas untuk tekanan lebih lanjut. Kebanyakan investor tidak melihat adanya penurunan besar pada masa mendatang. Setelah terjadi pelemahan pada kuartal terakhir 2018, permintaan dan transaksi mulai meningkat di awal tahun ini. Tingkat suku bunga saat ini semakin stabil. Jadi para investor dapat berkonsentrasi pada pertumbuhan income serta pasar yang memiliki fundamental kuat,” sebut Ercan.

JLL berharap para investor yang melirik pasar Asia Pasifik akan memperhitungkan berkurangnya kenaikan income sebagai faktor dalam asumsi valuasi mereka. Namun, likuiditas di kota-kota besar serta tuntutan imbal balik yang lebih rendah justru akan mendorong meningkatnya volume transaksi.

Dari sisi global, tingkat hunian hotel dan kinerja properti yang mendasarinya akan tetap kuat. Sementara industri traveling dan pariwisata bersiap untuk membukukan rekor tahunan. Semakin banyak investor yang mencari keuntungan lebih telah mengalihkan fokusnya ke sektor hotel meskipun ada proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih lamban serta ketidakpastian geopolitik.

Menurut pengamat properti Panangian Simanungkalit, meskipun hotel di Asia Pasifik meningkat, namun Indonesia masih berada di urutan keempat. Kuatnya pasar hotel Indonesia tak hanya dilihat dari oprasionalisasi jumlah hotel dan kamar eksisting, juga proyek hotel dalam pipa pengembang.

“Selain Surabaya, Bali menjadi primadona bagi para investor karena ada prestise tersendiri jika memiliki hotel di pulau dewata,” ujarnya. Menurut Panangian, industri hotel masih menarik mengingat saat ini sudah banyak dibuka destinasi wisata baru seperti Wakatobi, Raja Ampat, dan Lombok.

“Membuka hotel di Lombok sangat masuk akal. Harga hotel di sana cukup tinggi, lebih tinggi dibanding Bali, sebab hotel di sana sangat minim,” kata Panangian. (Aprilia S Andyna)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4400 seconds (0.1#10.140)