Rempah Harus Kembali Jadi Komoditi Unggulan Indonesia

Jum'at, 22 Maret 2019 - 10:14 WIB
Rempah Harus Kembali Jadi Komoditi Unggulan Indonesia
Rempah Harus Kembali Jadi Komoditi Unggulan Indonesia
A A A
JAKARTA - Rempah merupakan komoditi utama yang memiliki pengaruh paling besar dalam perkembangan sejarah Indonesia. Rempah memiliki kekuatan untuk mengintegrasikan Indonesia. Sejarawan dan dosen Sejarah Universitas Indonesia Bondan Kanumoyoso mengungkapkan bahwa sebelum mengenal mata uang, rempah telah dijadikan mata dagang yang menjadi alat bagi terjadinya interaksi di antara berbagai suku di Indonesia.

Rempah-rempah juga menjadi faktor pendorong terjadinya fenomena globalisasi. Menurut dia, tak ada perubahan mendasar terhadap rempah di Nusantara (Indonesia dalam konteks sejarah) sebelum bangsa Barat (Eropa) masuk.

“Namun, setelah bangsa Barat mengenal rempah, semua berubah. Bahkan, tanpa monopoli, maka tak ada keuntungan besar bagi bangsa Barat. Sehingga, bangsa Barat berupaya untuk memonopoli perdagangan rempah Nusantara,” ungkapnya dalam Forum International Forum on Spice Route (IFSR) di Museum Nasional, Jakarta, kemarin.

Di sisi lain, kata Bondan, keberadaan cengkraman kolonialisme lah yang justru membantu untuk menyatukan Indonesia. “Kegiatan integrasi ini bermula dari kegiatan perdagangan yang tadinya bebas, lalu berlanjut pada kegiatan perdagangan yang diatur oleh Hindia Belanda. Sehingga, rempah-rempah pula yang menjadi faktor pendorong terjadinya fenomena globalisasi,” tandasnya.

Mantan Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah mengungkapkan, ketika berbicara spice route atau Jalur Rempah, maka tidak bisa dilepaskan dari aspek tempat dan waktu.

“Berbagai peta dan garis rute-rute yang terbentuk menunjukkan evolusi, kontinuitas, dan dinamika terhadap Jalur Rempah. Peta-peta ini menjadi fundamental dan amat berharga bagi setiap orang yang memilikinya di masa lalu. Di dalamnya, membuka berbagai peluang keuntungan,” paparnya.

Hassan juga mengatakan bahwa peta bukanlah sekadar materi hasil perekaman kondisi geografis. Namun, juga memiki kekuatan yang berguna dalam mengatur batas-batas negara dan kepemilikan pulau, seperti contohnya dalam kasus Pulau Sipadan dan Ligitan, serta Miangas.

“Ada berbagai state sebuah negara, mulai dari landlocked (Laos), zone-locked (Malaysia, Thailand, Myanmar), hingga Archipelagic State (Indonesia dan Filipina). Kondisi state yang berbeda ini seringkali memunculkan masalah-masalah terkait pulau, pengelolaan resources, hingga ribuan kapal asing yang beroperasi tanpa pengontrolan,” lanjutnya.

Kata-kata tanah air dalam lagu Indonesia Raya, ungkap Hassan, memiliki arti yang sangat kuat, karena tanah dan air menjadi sebuah kesatuan yang integral, bukan diartikan sebatas homeland. Gambar-gambar ilustrasi masa lalu menjadi penting karena mengandung berbagai jawaban dalam mengungkap kegiatan-kegiatan transaksional dalam Jalur Rempah.

“Dokumen-dokumen dan manuskrip kuno juga membantu kita untuk melihat Jalur Rempah dari segi-segi yang lebih imajinatif. Kekayaan masa lalu ini amatlah berharga,” jelasnya. Sejarawan dari India, Aditya Pundir mengungkapkan bahwa negaranya memiliki hubungan erat dengan Indonesia.

“India memiliki keterkaitan sejarah yang kuat dengan rempah Indonesia. Cengkeh disebutkan dalam teks Ramayana. Rempah-rempah juga disebutkan dalam beberapa catatan para penjelajah. Dengan keragaman kondisi musim yang beragam dari sangat panas hingga sangat dingin menyebabkan banyak tanaman rempah,” tuturnya.

Indonesia dan India telah lama saling bertukar rempah sejak dahulul. “Jumlahnya mencapai 75 dari 109 rempah yang dicatat dalam ISO. Sejak dulu ada pertukaran cabai dan mint menjadi rempah ekspor India di samping lada, kapulaga, jahe, dan kunyit,” ungkap Aditya.

Dia juga sempat menceritakan bahwa ada dua wilayah di India yang mejadi pusat rempah di wilayah Chennai dan Tamil Nadu. Sementara itu, Dosen sekaligus Antropolog Universitas Indonesia Jajang Gunawijaya mengungkapkan fungsi rempah yang berkaitan dengan perkembangan budaya farmakologi dan erotisme di Indonesia.

Indonesia telah lama memanfaatkan rempah untuk pemenuhan makanan dan memperbaiki bentuk tubuh. “Penampilan tubuh merupakan bagian dari kebudayaan. Di Indonesia, rempah digunakan untuk membentuk tubuh ideal secara seksual dan meningkatkan kemampuan seksual. Hal ini muncul dalam bentuk lisan, seperti folklore,” ungkapnya. Rempah, lanjut Jajang, juga menjadi bahan yang menimbulkan gairah seksual bagi pria dan wanita.

Seperti temulawak yang bersifat hangat untuk mengobati penyakit dingin, temu kunci untuk bahan berlendir agar harum, kunyit telah lama digunakan menyembuhkan luka dalam, juga untuk organ kewanitaan. “Komoditas rempah ini memiliki pengaruh yang luar biasa bagi perkembangan peradaban bangsa Indonesia. Sehingga sudah serahusnya, rempah harus menjadi komoditas unggulan,” jelasnya
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5423 seconds (0.1#10.140)