BI Akui Pergerakan Rupiah dan Suku Bunga Dipengaruhi The Fed

Rabu, 27 Maret 2019 - 18:26 WIB
BI Akui Pergerakan Rupiah dan Suku Bunga Dipengaruhi The Fed
BI Akui Pergerakan Rupiah dan Suku Bunga Dipengaruhi The Fed
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia mengakui bahwa pergerakan nilai tukar dan suku bunga acuan dalam negeri (BI rate) banyak terpengaruh dari ekonomi global. Utamanya adalah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed).

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, menjelaskan nilai tukar dan suku bunga acuan Indonesia terpengaruh kebijakan The Fed sejak awal tahun 2000 dan 2001.

Periode itu terjadi booming dot.com di AS, dimana saat itu, lembaga keuangan dan bursa saham masih 'gagap' mengadaptasi lajunya teknologi internet. Krisis di AS ini dikenal sebagai dot-com crash.

Kondisi krisis di AS ini, mau tidak mau, The Fed menurunkan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate). "Tahun 2000 dan 2001 saat the Fed turun ratenya. Kita lihat bahwa suku bunga kita mampu turun. Pada saat itu kurs membaik," ujarnya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Perlahan, ekonomi Negeri Abang Sam kembali membaik dan membuat The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya dari 1% menjadi 5,25%.

"Pada waktu suku bunga AS mulai naik 2004-2005 dan naik sangat cepat dari 1% ke 5,25%, saat itu pun kurs kita melemah dan saat itu kita harus respon dengan suku bunga Indonesia yang naik," terang Mirza.

Namun pada 2008, ekonomi Amerika Serikat mengalami krisis yang berasal dari subprime mortgage sehingga AS melakukan pelonggaran besar-besaran. Pelonggaran itu dilakukan dengan menurunkan suku bunga acuan secara drastis dari 5,25 ke 0,25%.

"Kemudian suku bunga Indonesia turun dan kurs menguat," ucapnya.

Setelah itu, pada 2013 ekonomi Amerika Serikat mulai recovery. Sehingga The Fed pun memberikan sinyal untuk menaikan suku bunga acuannya.

Disisi lain, pemerintah juga mulai mengurangi stimulus ekonomi secara bertahap (Taper Tantrum). Efeknya pun berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah.

"Suku bunga AS belum naik 2013, kurs kita melemah, dan bukan cuma Indonesia yang melemah tapi berbagai negara melemah. Dan kita pun harus melakukan respon dengan menaikkan suku bunga," jelasnya.

Hingga puncaknya pada 2018, dimana The Fed bersifat agresif dengan menaikan suku bunga acuannya hingga 4 kali. Langkah hawkish itu berdampak pada nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh angka Rp15.000 per USD. Ditambah dengan konflik dagang AS dengan China yang berdampak pada neraca dagang Indonesia.

"Bank Indonesia pun mengambil kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuannya. Dan saat yang sama, pemerintah juga membantu lewat kebijakan moneter dengan meminta para pengusaha mengkonversi Dana Hasil Ekspor (DHE) mereka menjadi rupiah," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3182 seconds (0.1#10.140)