Industri Nasional Perlu Banyak Pembenahan

Kamis, 28 Maret 2019 - 14:06 WIB
Industri Nasional Perlu Banyak Pembenahan
Industri Nasional Perlu Banyak Pembenahan
A A A
HINGGA saat ini kita telah melalui tiga revolusi industri, di mana yang pertama ditandai penggunaan mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan (berlangsung selama kurang lebih 86 tahun).

Revolusi industri kedua ditandai penerapan konsep produksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik (99 tahun). Sementara itu revolusi industri ketiga ditandai penggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri (42 tahun). Sejak 2011, kita telah memasuki revolusi industri generasi keempat, yang secara luas dikenal dengan istilah Industri 4.0.

Secara global, revolusi industri keempat ditandai meningkatnya konektivitas, interaksi dan semakin konvergensinya batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Revolusi tersebut merupakan sebuah lompatan besar di sektor industri di mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai guna mencapai efisiensi yang setinggi-tingginya sehingga melahirkan model bisnis yang baru berbasis digital.

Untuk melangkah ke sana, sektor industri nasional perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek penguasaan teknologi yang menjadi kunci utama penentu daya saing di era Industri 4.0. Jika melihat posisi Indonesia saat ini, berdasarkan Global Competitiveness Report 2018 posisi daya saing Indonesia berada di peringkat ke- 45 dari 140 negara.

Walaupun telah meningkat sebesar dua peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, tidak ada jaminan bahwa posisi tersebut akan bertahan atau membaik jika tidak dilakukan perubahan secara sistematis, strategi yang jelas untuk berkompetisi. Peringkat posisi daya saing dengan segala indikatornya adalah peringkat yang sangat dinamis, perlombaan yang tidak pernah berhenti antar negara.

Setiap negara saling berebut untuk meningkatkan daya saingnya di kancah industri global. Dalam kaitannya dengan Industri 4.0 di mana sangat terkait dengan penyediaan infrastruktur dan teknologi informasi dan komunikasi seperti Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, Artificial Intellegence, Mobility, Virtual dan Augmented Reality, sistem sensor dan otomasi, Virtual Branding, dan sebagainya.

Maka akan jadi pertanyaan dan tantangan besar yang harus mampu dijawab bersama, bagaimana cara Indonesia menyesuaikan diri terhadap kemajuan di era Industri 4.0. Di Indonesia, fenomena Industri 4.0 memberikan peluang untuk merevitalisasi sektor manufaktur dan mempercepat usaha kita sebagai bangsa da lam mencapai aspirasi besar yang hendak dicapai dengan aplikasi Industri 4.0.

Aspirasi besar ini setidaknya menuntut kita semua untuk dapat membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi di 2030, mampu mengembalikan angkanet exportkita di 10% (13 kali lipat dibandingkan saat ini yang hanya 0,8%), peningkatan produktivitas tenaga kerja kita dua kali lipat dibandingkan peningkatan biaya tenaga kerja, dan setidaknya 2% dari GDP dialokasikan ke dalam aktivitas R&D teknologi dan inovasi (tujuh kali lipat dari situasi kita saat ini).

Pendekatan top-down dalam hal menetapkan target dan aspirasi kita, secara tidak langsung akan membawa kita ke sektor-sektor yang perlu diprioritaskan dalam berkontribusi terhadap aspirasi yang dimaksud. Tentu, sektor-sektor yang akan menjadi tulang punggung untuk mencapai aspirasi besar tersebut adalah sektor yang daya ungkitnya terhadap capaian aspirasi cukup besar.

Oleh karena itulah kemudian dipilih sektor sektor yang kiranya dapat memberikan dampak yang besar dalam melaksanakanIndustri 4.0. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam Roadmap Implemen tasi Industri 4.0 Indonesia yang kemudian disebut sebagai inisiatif “Making Indonesia 4.0” telah memilih lima sektor yang merupakan sektor prioritas yaitu sektor industri makanan dan minuman,tekstil, automotif, elektronik, dan sektor kimia.

Dalam Roadmap implementasiIndustri 4.0 dipersiapkan berbagai inisiatif strategis untuk masing-masing sektor prioritas Sektor prioritas adalah sektor yang dipercaya, apabila dilakukan implementasi Industri 4.0 dengan benar akan dapat membawa capaian aspirasi yang telah ditetapkan.

Sebaliknya, jika tidak dilakukan maka akan kehilangan daya saing dan kemungkinan dapat terancam pasarnya dari negara lain yang lebih siap. Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, pemilihan sektor prioritas tidak berarti apabila ada sektor di luar sektor prioritas tersebut, maka sektor-sektor tersebut tidak dapat atau tidak boleh menggunakan Industri 4.0.

Tidak demikian logikanya. Industri 4.0 tetap diyakini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan daya saing, hanya saja dalam konteks pencapaian aspirasi, sektor-sektor tersebut daya ungkitnya atau kemampuan untuk meng adopsi Industri 4.0 tidaklah sebesar sektorsektor yang menjadi prioritas. (Oktiani Endarwati)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5721 seconds (0.1#10.140)