Kejar Pajak Google Cs, PMK BUT Beri Kepastian Hukum

Jum'at, 05 April 2019 - 15:01 WIB
Kejar Pajak Google Cs, PMK BUT Beri Kepastian Hukum
Kejar Pajak Google Cs, PMK BUT Beri Kepastian Hukum
A A A
JAKARTA - Aturan baru soal penarikan pajak untuk perusahaan over the top (OTT) yang diluncurkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 35/PMK.03/2019 tentang Badan Usaha Tetap (BUT) diyakini memberikan kepastian hukum untuk mengejar pajak perusahaan Asing. Dalam aturan baru tersebut menekankan, perusahaan asing yang berpusat di negara lain tapi bertransaksi dan memperoleh penghasilan di Indonesia tetap menjadi objek pajak.

PMK BUT sendiri sudah mulai berlaku sejak 1 April, lalu dimana dalam beleid tersebut, pemerintah menyebut bahwa aturan itu dikeluarkan untuk merespons perkembangan model usaha lintas negara yang melibatkan subjek pajak di luar negeri. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, peraturan itu baru dan sesuai dengan undang-undang perpajakan.

"Undang-Undang yang mengatur BUT itu perlu dipertegas dan diperjelas lebih detail untuk menghindarkan dispute (perselisihan). Sehingga ketika dituliskan dalam bentuk PMK ada kepastian hukum yang lebih jelas bagi asing yang melakukan BUT dan petugas pajak. Ini memang peraturan baru dan akan sudah berlaku satu April," ujar Hestu saat dihubungi SINDONews di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Sementara terkait dengan terbitnya PMK tersebut yang dinilai bakal memudahkan pemerintah untuk meraup pajak dari perusahaan OTT seperti Google dan Facebook serta lainnya. Dimana selama ini, perusahaaan-perusahaan yang belum berstatus BUT itu kerap berkelit dan membuat setoran pajak ke negara tidak sepadan dengan penghasilan mereka.

Hestu Yoga menerangkan lebih jauh bahwa perusahaan seperti Google maupun Facebook perlu diindetifikasi mengenai data penghasilannya. Pasalnya dalam baleid itu terdapat aturan dimana jika perusahan asing yang BUT memiliki penghasilan besar, maka bisa dikenakan pajak.

"Saya enggak bisa bicara satu per satu perusahan izin yang masuk BUT, karena harus diidentifikasi atau tidak mengenai kondisi rillnya. Perusahan itu tergantung melihat kondisi kententuan BUT atau bukan, itu harus daftar BUT karena ada aturan," tandasnya.

Sebagai informasi dalam aturan tersebut orang pribadi, asing atau badan asing tersebut wajib memiliki nomor pokok wajib pajak dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) serta wajib memiliki NPWP. Pasal 5 (1) PMK itu menyatakan bahwa salah satu tempat usaha BUT, salah satunya adalah kegiatan berupa komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh orang pribadi asing atau badan asing untuk menjalankan usaha melalui internet.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7677 seconds (0.1#10.140)