Mantap Seret UE ke WTO Soal Diskriminasi Sawit, RI di Ambang Perang Dagang

Jum'at, 12 April 2019 - 21:18 WIB
Mantap Seret UE ke WTO Soal Diskriminasi Sawit, RI di Ambang Perang Dagang
Mantap Seret UE ke WTO Soal Diskriminasi Sawit, RI di Ambang Perang Dagang
A A A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia memantapkan dirinya untuk menyeret Uni Eropa (UE) ke World Trade Organization (WTO) jika Renewable Energy Directive (RED) Delegated ACT kepada Sawit tetap diberlakukan. Seperti diketahui, RED II Delegated ACT yang melarang sawit (CPO) dan produk turunannya masuk ke pasar kawasan itu direncanakan bakal berlaku mulai 12 Mei 2019.

Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan keluhannya bersama dengan anggota Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) lainya kepada parlemen Uni Eropa. Anggota CPOPC terdiri dari Indonesia, Malaysia dan Colombia berangkat menuju Brussels, Belgia, 8-9 April 2019 lalu.

Seperti diketahui, di Brussels, delegasi RI, Malaysia, dan Kolombia bertemu beberapa pihak. Mulai dari Komisi Parlemen Eropa dipimpin Wakil Presiden Parlemen Eropa, Dewan Eropa, kelompok perusahaan besar Eropa yang menggunakan minyak kelapa sawit, dan kelompok perusahaan besar Eropa yang berinvestasi di Indonesia.

"Selain menempuh litigasi di dispute. Secara jalan kita akan review hubungan kita dengan mereka. Mereka tahu kita sedang menempuh perundingan CEPA," ujar Darmin di Jakarta, Jumat (12/4/2019).

Sambung dia menerangkan, pemerintah siap melakukan beberapa review terhadap produk asal Uni Eropa. Namun mengenai apa saja yang akan direview, dirinya belum mau membeberkannya. "Indonesia EU tidak perlu dijelaskan detail sekarang, tapi digambarkan bahwa kita pasti akan ambil langkah begitu delegated act di adapt oleh dewan Eropa dua bulan dari sekarang," jelasnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Luar Negeri RI Peter Gontha membenarkan, jika sikap Indonesia mantap untuk membawa kasus ini kepada WTO jika saja RED II Delegated Act disahkan. "Keputusan atau kesepakatan kita secara intern kalau sampai RED II Delegated ACT ini diberlakukan pada 12 Mei pukul 00.00, Indonesia akan menempuh jalur litigasi di WTO," ucapnya.

Menurut Peter, posisi Indonesia sudah sangat terang. Pasalnya petani kelapa sawit Indonesia yang akan terkena dampak kebijakan itu lebih besar dari penduduk Belanda sekitar 17 juta jiwa dan Belgia sekitar 11 juta jiwa. Dimana ada 19 juta petani sawit yang akan kena dampak jika sawit didiskriminasi.

"Pertarungan itu terjadi di Brussels dan terus terang saja kita tidak ingin lagi diatur. Kedaulatan kita harga mati, neoimperialisme, dan kolonialisme sampai terjadi lagi," jelasnya.

Mantan duta besar RI untuk Polandia itu menambahkan, poin pertama SDG's, yaitu pengentasan kemiskinan. Apabila aturan diskriminasi sawit tetap diberlakukan, maka Parlemen Eropa tak sejalan dengan konstitusi mereka sendiri yang menggarisbawahi pengentasan kemiskinan.

"Kita saling membutuhkan, tapi kalau ada diskriminasi kita pun bisa melawan. Saya tidak katakan retaliasi, tapi kita bisa melawan apabila mereka menekan negara kita yang sedang membangun," kata Peter.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3919 seconds (0.1#10.140)