Kementan Optimis Program Serasi Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Kamis, 25 April 2019 - 23:48 WIB
Kementan Optimis Program Serasi Tingkatkan Produktivitas Pertanian
Kementan Optimis Program Serasi Tingkatkan Produktivitas Pertanian
A A A
JAKARTA - Kementerian Pertanian bekerja keras mewujudkan peningkatan produktivitas pertanian melalui program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi). Program tahun ini difokuskan kepada tiga provinsi yaitu Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan yang ditargetkan keseluruhan mencapai 400 ribu hektar pada 2019.

Tahun lalu, Kementan menargetkan keseluruhan program Serasi menjangkau 500 ribu hektar di seluruh Indonesia. Namun setelah proses validasi, Kementan menetapkan target menjadi 400 ribu ha pada 2019.

"Target 400 ribu hektar tahun ini setelah melalui proses validasi CPCL (red- Calon Petani Calon Lokasi). Fokus kami memang tiga provinsi dulu," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan Sarwo Edhy di Jakarta, Kamis (25/4/2019).

Ditjen PSP pun menyiapkan dana sebesar Rp2,5 triliun untuk implementasi program Serasi. Nilai sebesar ini berasal dari perhitungan Rp4,3 juta per hektar yang dipakai untuk perbaikan jaringan tersier.

Sarwo Edhy menuturkan, program Serasi telah menunjukkan hasil yang baik di lapangan. Antara lain produktivitas pertanian naik menjadi 6,5 ton GKP per ha di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, dari sebelumnya berjumlah 3 ton GKP per ha.

Keseriusan ini, kata dia, memiliki motivasi dan basis tujuan yang sangat kuat, yakni untuk meningkatkan index dan produksi pertanian. Lebih dari itu, program ini juga dinilai program luar biasa karena mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga bermuara pada kesejahteraan.

"Tentu tujuan program ini untuk meningkatkan index kesejahteraan petani. Maka itu, kami juga sudah memberikan bantuan berupa benih unggul dan bermutu," katanya.

Edhy mengatakan, program ini diharapkan mampu mendorong petani Milenial masuk dan turun secara langsung ke sawah dan perkebunan Serasi. Langkah ini perlu dilakukan untuk memudahkan penggunaan teknologi yang diterapkan.

"Program ini mau tidak mau harus melibatkan petani Milenial baik saat tanam maupun panen. Langkah ini untuk menggedor produksi dan bisa menstabilkan harga," katanya.

Untuk memperkuat program Serasi, Ditjen Tanaman Pangan juga menyediakan Rp1,2 triliun untuk kebutuhan sarana produksi pertanian dan pembinaan. Dana ini akan dipakai dalam rangka penyediaan benih, dolomit, dan pupuk hayati. Estimasi biaya untuk saprodi rerata Rp2,01 juta per ha.

Ditempat yang sama, Peneliti pada Balai Penelitian Tanah Kementerian Pertanian, I GM Subiksa, mengatakan bahwa keberadaan lahan rawa selama ini sangat termarjinal dan rapuh. Dengan kata lain, apapun tumbuhanya tidak bisa tumbuh secara baik.

"Karena itu kita harus serius memanfaatkan lahan rawa karena selama ini yang jadi problem kita," katanya.

Secara karekteristik, kata Subiksa, lahan rawa memiliki sedimen marin lapisan tanah pirit (FeS2). Kemudian posisi dan konsentrasi pirit bervariasi dan menentukan tipologi lahan.

"Lalu pirit mudah teroksidasi menghasilkan lahan dengan reaksi sangat masif. Tapi kalau tidak dikelola dengan baik maka akan terjadi degradasi lahan rawa seperti tanah masam yang menyebabkan basa kalsium, magnesium dan kalium tercuci," katanya.

Bambang Pamuji, Sesditjen Tanaman Pangan, menjelaskan bahwa pihaknya menyediakan bantuan saprodi bagi petani peserta program Serasi. Bantuan ini berupa benih, herbisida, pupuk hayati, dan dolomit.

Perhitungannya adalah bantuan benih dialokasikan 80 kilogram per ha, dolomit 1.000 kilogram per ha, herbisida 3 liter per ha, dan pupuk hayati 25 kilogram per ha.

Saat ini, PT Polowijo Gosari paling siap untuk memenuhi kebutuhan dolomit di Indonesia serta mendukung kebutuhan dolomit bagi program Serasi. Potensi tambang dolomit yang dimiliki Polowijo sebesar 300 juta ton. Dengan produksi dolomit setahun berjumlah 1 juta ton. Produk andalan perusahaan untuk perkebunan sawit adalah Dolomit Premium 100.

Staf Ahli Kementan untuk Bidang Infrastruktur, Profesor Dedi Nursyamsi, optimistis bahwa program ini dapat berjalan baik dibandingkan program gambut sejuta hektar. Karena lahan rawa ini aman dari aspek lingkungan dan bahaya kebakaran.

Dedi Nursyamsi menambahkan, selama ini pemerintah sudah memasang target kuat, yakni menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045.

"Nah, menurut kami ada 3 hal yang perlu ditekankan pada pengelolaan rawa. Pertama infrastruktur, teknologi inovasi dan Human Resources Kalau ini bisa dikelola kami yakin tujuan lumbung pangan dunia akan tercapai," katanya.

Menurut Dedi, program ini tak lepas dari upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pertumbuhan kelahiran penduduk hingga 1,34%. Atau dengan kata lain ada sekitar 3,5 juta yang membutuhkan makan.

"Di saat bersamaan banyak alih fungsi lahan. Maka itu peluang lahan rawa, baik yang pasang surut maupun tadah hujan sangat baik sekali. Kalau dikelola dengan benar, maka produksi padi di lahan rawa bisa mencapai sembilan kali lipat," pungkasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8048 seconds (0.1#10.140)