Baru Capai 3,86%, Smelter PT FI Diproyeksikan Rampung Akhir 2022

Minggu, 05 Mei 2019 - 18:01 WIB
Baru Capai 3,86%, Smelter PT FI Diproyeksikan Rampung Akhir 2022
Baru Capai 3,86%, Smelter PT FI Diproyeksikan Rampung Akhir 2022
A A A
JAKARTA - Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PT FI) Tony Wenas mengatakan, hingga bulan Februari 2019 pembangunan smelter perusahaan telah mencapai 3,86%. Fasilitas pengolahan dan pemurnian tersebut ditargetkan rampung akhir tahun 2022.

"Progress pembangunan smelter PT FI sampai dengan bulan Februari 2019 sudah mencapai 3,86% sesuai dengan rencana yang kita sampaikan ke pemerintah, hampir 100% dari rencana kita. Dan ini akan terus kita selesaikan dan diharapkan pada akhir tahun 2022 pembangunan smelter sudah selesai, sudah keluar asapnyalah," ujar Tony seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Minggu (5/5/2019).

Tony mengatakan, saat ini lahan smelter tersebut sudah siap, tinggal dilakukan pemadatan. Sementara pemadatan dilakukan, lanjut dia, secara paralel juga dilakukan pemancangan paku bumi (piling) di lahan inti yang sekitar 35 hektare (ha) sambil menunggu kesiapan lahan yang lainnya.

Smelter PT FI yang rencananya akan dibangun di Gresik, Jawa Timur ini akan mengelola 2 juta ton konsentrat. Tony menjelaskan, dibutuhkan dana investasi sekitar USD2,8 miliar dan sudah banyak lembaga keuangan yang berminat untuk membiayai investasi pembangunan smelter ini, baik dari luar maupun dari dalam negeri.

Seperti diketahui, melalui Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), pemerintah mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan. UU Nomor 4 Tahun 2009 ini mensyaratkan bahwa pengelolaan minerba tidak boleh dilakukan hanya dengan mengekspor bahan mentah, tetapi harus diolah di dalam negeri agar memberikan nilai tambah ekonomi bagi negara, pengelolaan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Pemerintah akan memastikan perusahaan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian. Melalui tim pengawasan independen, pemerintah akan mengevaluasi perkembangan pembangunan smelter setidaknya enam bulan sekali. Jika perkembangannya tidak sesuai dengan yang disampaikan ke pemerintah, makai izin ekspornya akan dicabut.

"Izin ekspor itu setiap tahun dikeluarkan, dan evaluasinya setiap enam bulan. Syaratnya apa? Kalau dia membangun smelter sesuai dengan rencana yang yang dimasukkan kepada pemerintah, maka izin ekspor tetap diberikan. Sebaliknya jika tidak sesuai maka izin ekspornya bisa dicabut. Tetapi membangun smelter tetap harus dilanjutkan," ujar Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Bambang Gatot Ariyono.

Dia menjelaskan, izin ekspor diberikan Pemerintah kepada PT Freeport Indonesia sebagai fasilitas agar perusahaan bisa melakukan kegiatan penjualan keluar selama smelter-nya belum terbangun sempurna.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4365 seconds (0.1#10.140)