Pemerintah Ultimatum Maskapai untuk Turunkan Tarif

Jum'at, 17 Mei 2019 - 06:42 WIB
Pemerintah Ultimatum Maskapai untuk Turunkan Tarif
Pemerintah Ultimatum Maskapai untuk Turunkan Tarif
A A A
JAKARTA - Pemerintah mengancam akan menindak tegas maskapai yang tidak menjalankan aturan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat. Karena itulah jika tidak mau terkena sanksi, maskapai tidak punya pilihan selain menyesuaikan tarif tiket sesuai dengan kebijakan pemerintah yang baru.

Peringatan itu disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menindaklanjuti Keputusan Menteri (Kepmen) No 106 Tahun 2019 yang berisi ketentuan tarif yang baru dan telah ditandatangani per 15 Mei 2019. Pemerintah memberikan waktu dua hari kepada maskapai untuk melakukan penyesuaian tarif. Jangka waktu dua hari dihitung sejak tanggal pemberaturan mengenai TBA, pada 15 Mei.

"Ini kita sudah dilakukan kemarin. Kita berikan waktu dua hari sampai besok, lusa harus efektif. Apabila ada upaya masif untuk melanggar itu, tentu angka masif itu relatif. Kita akan memberikan peringatan. Peringatan itu, kita harapkan mereka ikut dengan apa yang kita regulasi," ujar Budi Karya kepada wartawan di Jakarta kemarin.

Budi menandaskan, pemangkasan TBA dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam menjawab keluhan masyarakat atas mahalnya harga tiket. Selain itu kebijakan ini juga memperhitungkan berbagai sektor ekonomi yang terdampak harga tiket seperti sektor pariwisata."Semua bersepakat bahwa satu jalan yang baik adalah melakukan evaluasi terhadap tarif batas atas. Harapannya ada suatu kontrol atas tarif tertinggi itu," jelas dia.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti kemarin juga menegaskan, dengan ditandatanganinya Kepmen No 106 Tahun 2019 tersebut, paling lambat maskapai menurunkan harga tiket pada 18 Mei 2019. Dia membenarkan akan ada sanksi bagi maskapai yang melanggar.

"Sanksinya jika tidak melaksanakan ada peringatan, pembekuan, pencabutan, dan terakhir denda administrasi," kata Polana. Polana berharap dengan penurunan tarif ini, minat masyarakat untuk menggunakan pesawat selama mudik Lebaran ini tidak berkurang. Berdasar perkiraan Kemenhub, jumlah penumpang domestik tumbuh 2,17% dan internasional sekitar 7%.

Di sisi lain dia memastikan kepmen tersebut juga memperhatikan keberlangsungan usaha industri penerbangan. Dia mengakui tarif batas atas (TBA) akan turun sebanyak 12–16%, tetapi penurunan itu dipastikan tidak mengurangi faktor-faktor substansial seperti keselamatan, keamanan, dan ketepatan waktu atau on time performance (OTP) penerbangan. “Kami juga tetap memperhatikan keberlangsungan usaha maskapai penerbangan," tandasnya.

Polana lantas menuturkan bahwa komponen biaya dirampingkan sehingga memberi kontribusi terhadap penurunan TBA. Lalu perampingan efektivitas operasional pesawat udara di bandara. Selain itu dilakukan efisiensi pada jam operasi pesawat udara dengan cara meningkatkan OTP sehingga terjadi efisiensi penggunaan bahan bakar. Seperti diketahui, penggunaan bahan bakar merupakan komponen utama dalam biaya operasional pesawat.

Berdasar data Kemenhub, pada periode Januari–Maret 2019 terjadi peningkatan OTP rata-rata sebesar 86,29% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yang sebesar 78,88%. Lebih lanjut dia menyebutkan, pemberlakuan tarif baru akan dilakukan evaluasi secara berkala setiap 3 (tiga) bulan atau dilakukan sewaktu waktu jika terjadi perubahan yang memengaruhi operasional penerbangan secara signifikan.

“Kepmen akan dievaluasi setiap tiga bulan atau bisa dilakukan jika sewaktu-waktu komponen harga tiket pesawat berubah,” ujar dia. Dari pihak pengelola bandara, Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) II Muhammad Awaluddin menuturkan, dinamika yang terjadi dalam industri penerbangan nasional, seperti tarif pesawat yang meningkat, bukanlah suatu hal yang biasa dan akan sangat berpengaruh terhadap industri penerbangan itu sendiri ke depan.

Namun dia meyakini kondisi yang terjadi tidak akan memengaruhi pertumbuhan industri penerbangan. "Namun kami percaya penerbangan akan tetap tumbuh mencapai titik keseimbangan baru setelah dinamika berjalan 6 bulan ini. Indonesia dengan penduduk besar, wilayah luas, dan middle class baik, maka transportasi udara akan mengambil peran yang signifikan. Kami optimistis bahwa industri akan tetap tumbuh dengan segala dinamikanya," pungkas Awaluddin

Sementara itu pihak maskapai menunjukkan keberatannya dengan penurunan tarif. Garuda Indonesia bakal menyetop rute-rute penerbangan yang sepi guna mengantisipasi kerugian apabila penurunan tarif batas atas (TBA) penumpang pesawat kelas ekonomi dalam negeri diberlakukan.

VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan secara diplomatis mengatakan, dalam melihat rute penerbangan harus memperhatikan rute-rute potensial. “Selama ini kita memperhatikan rute-rute kecil. Kemungkinan akan kita kurangi dan fokus ke rute-rute potensial,” ujarnya.

Dia lantas berterus terang, penurunan TBA akan berdampak ke Garuda Indonesia. Karena itu sekali lagi dia menandaskan pihaknya harus melihat ulang struktur cost agar tidak mengalami kerugian. “Selanjutnya ya kita harus melihat ulang lagi struktur cost komponen biaya kita. Salah satunya memperhatikan rute-rute yang kita tuju. Sebab tarif saat ini sudah sangat mewakili dan ideal,” sebutnya.

Sebelumnya Indonesian National Air Carries Asociation (INACA) menilai permintaan penurunan harga tiket pesawat oleh pemerintah sulit diwujudkan. Selain karena tidak sesuai dengan pengeluaran setiap maskapai, nilai tukar rupiah menjadi kendala bagi maskapai untuk menurunkan harga tiket pesawat. Karena itu maskapai penerbangan akan kesulitan jika permintaan penurunan harga tiket pesawat direalisasi.

Kondisi ini semakin diperberat dengan beban operasional yang harus ditanggung maskapai terus meningkat. Beberapa beban operasional yang naik antara lain biaya bandara atau passenger service charge (PSC). Kemudian ada pula biaya navigasi yang naik hampir 130%. Selain itu maskapai harus menanggung kenaikan upah minimum karyawannya setiap tahun.

Belum lagi biaya bahan bakar pesawat atau avtur yang harganya tidak menentu karena menyesuaikan dengan harga minyak dunia dan biaya pemeliharaan pesawat dan asuransi yang merupakan fixed cost bagi maskapai dan persentasenya hampir mencapai 60% dari total beban maskapai.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9931 seconds (0.1#10.140)