Presiden Peringatkan Defisit Neraca Perdagangan

Selasa, 09 Juli 2019 - 08:24 WIB
Presiden Peringatkan Defisit Neraca Perdagangan
Presiden Peringatkan Defisit Neraca Perdagangan
A A A
BOGOR - Neraca perdagangan Indonesia yang masih mengalami defisit dalam lima bulan pertama di 2019 harus segera diatasi agar tidak terus melebar. Kondisi ini mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kemarin kembali memperingatkan agar para menteri terkait memanfaatkan potensi di dalam negeri guna menggenjot ekspor.

Pada sidang kabinet di Istana Bogor, Jokowi meminta agar menteri terkait bisa memperbaiki defisit perdagangan, mempermudah perizinan, dan memanfaatkan peluang ekspor di tengah perdang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Permintaan Jokowi terkait peningkatan ekspor untuk mengatasi defisit ini merupakan yang kesekian kalinya disampaikan presiden.

“Neraca perdagangan kita, Januari-Mei ada defisit USD2,14 miliar. Coba dicermati angka ini darimana, kenapa impor sangat tinggi,” ujar Presiden di Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Jokowi mengungkapkan, jika melihat secara detil sektor migas mengalami kenaikan cukup besar. Presiden pun memperingatkan tingginya impor migas tersebut kepada menteri terkait dalam hal ini Kementerian Engeri dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Hati-hati di migas Pak Menteri ESDM, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini. Karena paling banyak ada di situ,” kata Jokowi.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari-Mei berasal dari nilai total ekspor mencapai USD68,46 miliar, sementara nilai impor sebesar USD70,60 miliar, sehingga terjadi defisit USD2,14 miliar.

Khusus sektor migas, ekspor tercatat USD5,34 miliar sedangkan impor USD9,08 miliar, sehingga secara kumulatif kinerja migas defisit USD3,74 miliar.

Sedangkan untuk total nilai ekspor non migas tercatat USD63,11 miliar dan impor sebesar USD61,51 miliar, sehingga terjadi surplus USD1,60 miliar.

Pada kesempatan itu, Jokowi juga kembali menyinggung masih lemahnya angka ekspor Indonesia. Presiden mengatakan bahwa telah berulang kali meminta agar peluang memperbesar ekspor di tengah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dimanfaatkan sebaik-baiknya.

“Sekali lagi pemerintah mestinya berikan insentif-insentif terhadap peluang-peluang yang ada. Kalau kita hanya rutinitas tidak bisa memberi insentif sulit untuk mereka bisa nembus,” ujarnya.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, pertumbuhan konsumsi BBM menjadi penyebab meningkatnya impor minyak. Hal itu sebagai penyebab terjadinya defisit migas. Menurut Jonan, konsumsi BBM cenderung naik didorong salah satunya karena pembangunan ruas jalan yang meningkat, sementara produksi migas tidak bisa serta merta naik begitu saja karena membutuhkan upaya eksplorasi besar.

Jonan mengatakan, upaya untuk mengatasi defisit neraca perdagangan khususnya di sektor migas hingga saat ini terus berjalan. Namun, upaya ini akan banyak bergantung dari komitmen para Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) besar termasuk Pertamina.

Dia menambahkan, upaya nyata yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi impor migas salah satunya yaitu percepatan regulasi tentang kendaraan listrik.

Sementara itu, terkait dengan ekspor migas, Jonan menyebutkan bahwa kondisi sekarang, produksi gas alam dalam negeri kapasitasnya sebesar 1,2 juta barel setara minyak per hari, di mana sebanyak 65% di serap untuk keperluan di dalam negeri.

“Jika mayoritas gas alam diekspor seperti sebelum tahun 2000, maka saya yakin neraca migas tidak akan defisit," tuturnya.

Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan, peringatan dari Presiden terkait defisit akibat impor menuntut dirinya untuk bekerja lebih keras.

“Impor kita turun, tapi lebih turun lagi ekspornya. Jadi kita harus lebih banyak kerja keras, migas kita memang kalau 'demand' naik otomatis kita impor banyak, kita akan lihat kenapa bulan Mei naik," kata Rini.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, perbaikan kondisi neraca perdagangan Indonesia yang saat ini tercatat defisit harus dilakukan dengan kerja seluruh kabinet.

"Untuk menangani masalah neraca perdagangan ini harus merupakan kerja bersama dari seluruh kabinet dan beliau (Presiden) tadi menyampaikan bahwa seluruh tim harus melihat secara detail komoditasnya, negara tujuannya, supaya kita juga bisa formulasikan kebijakan yang lebih tepat mengenai hal tersebut," kata Sri Mulyani.

Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, ekspor Indonesia hingga saat ini belum mampu memberikan kontribusi yang optimal untuk perekonomian. Hal ini terlihat dari kontribusi ekspor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang masih relatif kecil (20,19%) dan cenderung mengalami penurunan.

Heri melanjutkan, ada beberapa penyebab ekspor Indonesia sulit terakselerasi dan berkontribusi lebih besar terhadap PDB. Pertama, negara tujuan ekspor Indonesia masih relatif terbatas pada beberapa negara tradisional ekspor.

Kedua, keputusan Indonesia dalam melakukan FTA dengan beberapa negara/regional tidak didahului persiapan dan strategi yang optimal. Ketiga, ketergantungan ekspor Indonesia pada komoditas, yang rentan terhadap gejolak perubahan harga. Keempat, kurangnya daya dukung untuk menciptakan produk ekspor yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing di pasar global.(Dita Angga Rusiana/Oktiani Endarwati/ Nanang Wijayanto/Ant)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5105 seconds (0.1#10.140)