Cegah Kebocoran, Penerimaan Cukai Perlu Pengawasan Ketat

Senin, 23 September 2019 - 05:05 WIB
Cegah Kebocoran, Penerimaan Cukai Perlu Pengawasan Ketat
Cegah Kebocoran, Penerimaan Cukai Perlu Pengawasan Ketat
A A A
JAKARTA - Kebijakan struktur tarif cukai yang terdiri dari 10 lapisan dinilai membuka celah bagi pabrikan besar asing untuk membayar tarif cukai murah. Solusi jangka panjang dan permanen untuk menutup celah kebijakan tersebut yakni dengan menggabungkan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dengan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang per tahun.

"Lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dilibatkan pemerintah untuk memberikan masukan apabila terbukti adanya celah pemanfaatan tarif cukai rokok," tegas peneliti Visi Integritas, Danang Widoyoko di Jakarta, Minggu (22/9/2019).

Menurut dia, divisi pencegahan KPK perlu masuk untuk memberikan perlindungan alternatif, untuk mengawasi konsistensi regulasi dan memberikan masukan apalagi ada potensi kehilangan penerimaan negara yang cukup besar.

Berdasarkan hasil penelitian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), jika batasan produksi SKM dan SPM digabung menjadi tiga miliar batang, maka terdapat 3,6 miliar batang yang diproduksi empat perusahaan multinasional yang didominasi para pemain besar asing yang seharusnya dikenakan tarif cukai tertinggi (golongan 1) rokok mesin SPM sebesar Rp625 per batang.

Menurut INDEF, potensi kehilangan pendapatan negara dari cukai SKM dan SPM sebesar Rp926 miliar per tahun. Angka ini akan semakin besar saat volume produksi perusahaan besar asing yang menikmati cukai rendah semakin tinggi.

"Mengapa batasan 3 miliar batang per tahun masuk perusahaan besar, sementara yang di bawah 3 miliar masuk golongan 2. Publik belum mendapat informasi jelas dari pemerintah, dari mana angka 3 miliar itu? BPK juga harus dilibatkan agar jelas penghitungannya, prosesnya harus dibuat terbuka," ujar Danang.

Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI), Abdillah Ahsan, menegaskan urgensi pemerintah untuk segera menetapkan penggabungan SKM dan SPM pada aturan kebijakan cukai menjadi 3 miliar batang per tahun. "Tarif cukai rokok dibedakan berdasarkan produksinya. Golongan 1 untuk 3 miliar batang, jadi hanya beda satu batang saja bisa masuk golongan 2. Jadi karena 1 batang saja, selisihnya ada Rp600 miliar potensi penerimaan yang hilang," kata Abdillah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, merekomendasikan kepada pemerintah untuk membenahi aturan cukai demi keberlangsungan industri ke depan.

"Sebenarnya yang paling pas adalah kebijakan simplifikasi. Karena kalau arahnya industri tembakau mudah diawasi ya dibikin sederhana saja. Memang harus ada waktu untuk menerimanya karena industri tidak serta merta bisa menyesuaikan. Harus ada persiapan," jelas Yustinus.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4581 seconds (0.1#10.140)