Pasar Saham Pekan Ini Diprediksi Bergerak Mix dengan Potensi Positif

Senin, 23 September 2019 - 06:23 WIB
Pasar Saham Pekan Ini Diprediksi Bergerak Mix dengan Potensi Positif
Pasar Saham Pekan Ini Diprediksi Bergerak Mix dengan Potensi Positif
A A A
JAKARTA - Minggu lalu, pasar saham diwarnai berita pelonggaran kebijakan moneter oleh beberapa bank sentral. Dimulai dari Bank Sentral Eropa (ECB) yang menurunkan suku bunganya 10 basis points (bps) dari minus 0,4% menjadi minus 0,5%. Kebijakan ini diikuti pembelian obligasi sebesar 20 miliar euro per bulan mulai dari November 2019.

Kebijakan ini diharapkan mendorong laju perekonomian zona Euro dan mampu meningkatkan inflasi. Likuditas di industri keuangan pasti akan lebih panjang dengan kebijakan ini.

Di sisi lain, pasar saham dunia sempat dipenuhi kekhawatiran menyusul serangan pesawat tanpa awak terhadap dua kilang minyak Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais. Serangan ini membuat harga minyak dunia naik lebih dari 10% dalam satu hari.

"Hal ini negatif bagi Indonesia karena kita merupakan negara pengimpor minyak sehingga menimbulkan kekawatiran melebarnya current account. Rupiah terlihat melemah dan menimbulkan kekawatiran di bursa saham," ujar Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (23/9/2019).

Faktor ini tidak bertahan lama karena Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menyatakan Saudi Aramco telah berhasil memulihkan 50% dari kehilangan produksi sejak serangan terjadi. Dan operasi perusahaan untuk memasok minyak mentah akan kembali normal pada akhir bulan.

The Federal Reserve Amerika Serikat (Fed) melakukan kebijakan penurunan suku bunga 25 bps menjadi kisaran 1,75% sampai 2%. Penuruan bunga diikuti dengan prediksi perekonomian AS masih tetap kuat dan inflasi masih terkendali di level 2%-an.

"Pasar saham dunia kecewa karena tidak ada indikasi penurunan lebih lanjut pada suku bunga. Dan dikhawatirkan penurunan ini adalah penurunan yang terakhir di tahun ini. Pasar punya harapan agar Fed dapat kembali melakukan penurunan suku bunga pada 11 Desember 2019. Hal ini yang membuat pasar saham kita terkoreksi setelah penurunan suku bunga Fed," lanjutnya.

Sementara itu, Bank Indonesia kembali menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Kebijakan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, imbal hasil yang tetap menarik, serta sebagai langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

BI juga menyempurnakan pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah, melakukan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti sebesar 5%, uang muka untuk kendaraan bermotor pada kisaran 5%-10%, serta tambahan keringanan uang muka untuk kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan masing-masing 5%. Ketentuan tersebut berlaku efektif sejak 2 Desember 2019.

"Kebijakan pelongaran likuditas akan berpengaruh baik untuk perekonomian Indonesia, terutama pada sektor perbankan, properti, kendaraan, dan multifinance. Tetapi di jangka pendek masih agak sulit mendorong ekspansi kredit akibat masih tingginya rasio LDR perbankan," jelas Hans.

Hans memprediksi pekan ini, pasar saham nampaknya akan fokus kembali kepada perkembangan negosiasi dagang antara AS dan China. Pasar menanti hasil pertemuan awal para negosiator kedua negara yang sudah dimulai dari Kamis minggu lalu. Pertemuan awal ini akan memberikan gambaran perkembangan negosiasi dagang kedua negara kedepannya.

Data ekonomi dari beberapa negara yang keluar minggu lalu menunjukan data yang bercampur. Sebagian menunjukan indikasi perlambatan ekonomi. Tetapi pasar mulai mempertimbangkan akselerasi ekonomi dunia menyusul banyaknya pelonggaran kebijakan moneter oleh beberapa bank sentral.

"Pasar saham pekan ini, kami perkirakan bergerak cukup mix dengan potensi positif dengan support di level 6.193 sampai 6.022 dan resistance level 6.282 sampai 6.318," tutur Hans.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4345 seconds (0.1#10.140)