Realisasi Kedaulatan Pangan Masih Terbentur Banyak Kendala

Kamis, 10 Oktober 2019 - 20:19 WIB
Realisasi Kedaulatan Pangan Masih Terbentur Banyak Kendala
Realisasi Kedaulatan Pangan Masih Terbentur Banyak Kendala
A A A
JAKARTA - Kedaulatan pangan merupakan salah satu cara mencapai agenda pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pembangunan ketahanan pangan, baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang, harus berlandaskan pada kedaulatan dan kemandirian pangan.

Untuk merealisasikan ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan, saat ini Indonesia menghadapi banyak tantangan. Dimulai dari kebijakan yang tumpang tindih antara kementerian dan lembaga, perbedaan data mengenai supply and demand pangan nasional, hingga alih fungsi lahan yang berdampak pada keterbatasan lahan produktif.

Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, tantangan lainnya adalah peningkatan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 305 juta jiwa di tahun 2035. Sementara peningkatan jumlah penduduk selalu diiringi oleh peningkatan jumlah pangan.

Kementan memprediksi kebutuhan konsumsi beras, pada 2035 akan naik 19,6%, jagung naik 20%, dan diikuti komoditas lainnya. Positifnya, Indonesia memiliki peluang dalam peningkatan produksi, apalagi sumber daya lahan yang dimiliki begitu besar.

Hal ini terungkap dalam seminar Economic Outlook-Ketahanan Pangan Indonesia yang diselenggarakan IDX Channel di Jakarta, Kamis (10/10/2019). Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kementan, Gatut Sumbogodjati mengatakan, pemerintah tetap fokus pada pembangunan pertanian dengan manfaatkan sumber daya yang ada.

Gatut menegaskan saat ini Indonesia masih pada koridor yang tepat dalam menuju ketahanan pangan. “Kementan juga telah melakukan harmonisasi regulasi, agar mampu menciptakan iklim usaha pertanian yang kondusif dan mendukung terciptanya ketahanan pangan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Berdikari (Persero), Eko Taufik WIbowo mengatakan, diperlukan kajian mendalam mengenai kebijakan yang menyentuh sisi penyediaan bibit dan pakan. Hal ini karena komponen bibit dan bahan baku pakan masih tergantung pada impor, khususnya jagung.

Sampai saat ini komponen pakan menyerap lebih dari 70% dari biaya produksi. “Upaya tersebut diharapkan dapat dicapai dengan menerapkan kebijakan simultan lintas kementerian dan juga melibatkan subsektor lain.” ujarnya.

Menurut Eko, proyeksi konsumsi daging sapi per kapita dan nasional ke depan diperkirakan positif. Hal ini juga harus diikuti dengan perbaikan sistem peternakan di Indonesia agar produksi dalam negeri dapat menutupi konsumsi nasional. Salah satu usaha perbaikan sistem peternakan adalah dengan pengaturan rasio perbandingan impor sapi antara indukan dan bakalan.

Senior Vice President Micro Development & Agent Banking Bank Mandiri, Zedo Faly mengatakan, perbankan memiliki beberapa peran dalam mendukung ketahanan pangan. Pertama, menciptakan akses permodalan yang mudah, cepat, dan sederhana untuk petani dan nelayan.

Kedua, mengedukasi petani dan nelayan tentang pentingnya literasi keuangan, khususnya produk tabungan. Ketiga, menciptakan peluang usaha yang berhubungan dengan jasa keuangan, seperti layanan keagenan tanpa kantor (branchless banking) dan financial technology.

Beberapa program inisiatif yang dilakukan oleh Bank Mandiri, antara lain adalah Kartu Tani. Ini merupakan program pemerintah sebagai solusi pembayaran dan monitoring untuk penyaluran pupuk bersubsidi langsung kepada petani. Jumlah kartu terdistribusi sampai bulan Agustus 2019 sebesar 842.049 kartu.

Selain itu, Bank Mandiri juga menginisiasi program Redistribusi Aset. Ini merupakan program pemberian hak pengelolaan aset (terutama tanah) dari negara kepada rakyat khususnya petani, khususnya petani yang tidak punya tanah garapan Penerima SK Hutan Sosial Binaan Bank Mandiri sebesar 7.308 KK. “Melalui program ini, Bank Mandiri juga mengadakan pelatihan kepada 198 petani perwakilan Kelompok Penerima SK sampai dengan awal bulan Mei 2019,” jelasnya.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan, Indonesia harus fokus pada pengelolaan sistem pertanian. Tujuannya agar tercipta mata rantai yang baik antara suplai hasil pertanian, dengan kebutuhan pangan di masyarakat. “Pengelolaan sistem pertanian yang baik diharapkan mampu menekan impor pangan,” katanya.
(poe)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5316 seconds (0.1#10.140)