UMKM Harus Naik Kelas, Alasan Presiden Jokowi Memilih Bahlil

Selasa, 05 November 2019 - 10:49 WIB
UMKM Harus Naik Kelas, Alasan Presiden Jokowi Memilih Bahlil
UMKM Harus Naik Kelas, Alasan Presiden Jokowi Memilih Bahlil
A A A
CANDAAN Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Mei lalu akhirnya menjadi kenyataan. Kala itu, dalam acara forum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Jokowi berseloroh bahwa Bahlil Lahadia dilihatnya cocok menjadi seorang menteri.

“Saya lihat dari samping, saya lihat dari bawah sampai atas, cocok ini kelihatannya. Pinter membawa suasana dan juga, ya sangat cerdas. Jadi, kalau nanti beliau ini terpilih, ya enggak usah kaget,” kata Jokowi, yang disambut kembali dengan teriakan setuju para peserta.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya 22 Oktober kemarin, Bahlil dipanggil ke Istana Negara. Mengenakan kemeja putih, kemeja yang sama dipakai oleh tokoh atau figur yang juga dipanggil, dia tak mengeluarkan banyak kata.

Seusai bertemu Jokowi, Bahlil tak membicarakan sama sekali kemungkinan dirinya menjadi menteri. “Diskusinya masih umum-umum saja. Namun, saya lebih banyak dengar arahan presiden tantang apa yang Pak Jokowi inginkan. Bagaimana UMKM naik kelas, bagaimana regulasi yang selama ini hambat investasi, itu bagian dari materi yang didiskusikan,” kata Bahlil.

Keesokan harinya, pada 23 Oktober, barulah jelas nasib Bahlil. Ketika Jokowi melantik kabinet yang baru, Bahlil masuk dalam barisan tokoh atau sosok yang dilantik sebagai menteri dan pejabat setingkat menteri. Bahlil sendiri dilantik sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui Keppres 117/ P 2019 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala BKPM.

Pengangkatannya sebagai Kepala BKPM jelas menambah “dramatis” jalan hidup seorang Bahlil. Bagaimana tidak? Sebelum mencapai posisinya saat ini, Bahlil “banting tulang” menjalani berbagai profesi kasar. Dua di antaranya menjadi kondektur dan sopir angkutan umum.

Sewaktu kecil, dia juga sudah bekerja keras dengan berdagang kue. Maklumlah, Bahlil berasal dari keluarga yang kekurangan. Sang ayah bekerja sebagai kuli bangunan dan ibunya turut mencari pekerjaan dengan menjadi tukang cuci. Mengingat kedua orang tuanya bekerja mencari uang, Bahlil kecil (saat itu masih menempuh jenjang sekolah dasar) juga berupaya membantu ekonomi keluarga dengan menjual kue di sekolah.

Bahlil memulai bisnisnya sendiri ketika dia keluar dari sebuah perusahaan konsultan keuangan. Berbekal penghargaan berupa dividen saham senilai Rp600 juta, dia merintis usaha di bidang perdagangan kayu. Pada masa awal berbisnis, Bahlil baru memiliki empat orang karyawan.

Walau begitu, Bahlil tetap memutuskan untuk membuat perusahaan bermodal penghargaan berupa dividen saham yang diterima dari perusahaan sebelumnya. Dia mendapat uang sebesar Rp600 juta karena telah berjasa memberi keuntungan pada perusahaan sebelumnya.

“Ternyata enggak gampang juga pindah di bidang lain. Itu dari nol lagi. Akhirnya, terpaksa saya naik ojek lagi. Pertama kontrak, sewa, uang habis naik ojek lagi, sekretariat berjalan lagi, bikin lagi,” kata dia seperti dikutip dari detik.com.

Jalan kesuksesan pria kelahiran 1976 ini mulai terbuka ketika dia bergabung ke dalam Hipmi pada 2003. Kemampuannya berorganisasi dan membentuk jaringan sukses mengantarkannya menjadi Ketua Umum Hipmi pada 2015.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6889 seconds (0.1#10.140)