Asosiasi IHT Minta Perlindungan Kepada Jokowi

Jum'at, 08 November 2019 - 05:08 WIB
Asosiasi IHT Minta Perlindungan Kepada Jokowi
Asosiasi IHT Minta Perlindungan Kepada Jokowi
A A A
JAKARTA - Tiga asosiasi Industri Hasil Tembakau (IHT), yakni Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), meminta Presiden Jokowi memperhatikan kelangsungan industri hasil tembakau (IHT) dari ancaman kebijakan yang akan mematikan IHT.

Hal ini terkait adanya usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk merevisi Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang dinilai akan memberikan dampak negatif yang luar biasa bagi IHT, baik dari sisi keberlangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Maka itu, ketiga asosiasi ini secara tegas menolak rencana revisi PP 109/2012.

"Kami segera menyurati pak Presiden untuk menyuarakan dan menjelaskan penolakan kami atas usulan revisi PP 109/2012. Kami harap beliau dapat mempertimbangkan dan merumuskan keputusan yang tepat," jelas Ketua Umum Gaprindo, Muhaimin Moefti dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Moefti meyakini bahwa Presiden dan kabinet barunya dapat mendengarkan aspirasi dari para asosiasi pelaku IHT yang memiliki kontribusi besar dalam menggerakkan perekonomian negara.

Asoisasi menilai pemerintah, khususnya Kemenkes, belum melakukan upaya konkret dalam mencegah perokok anak. "Ironisnya malah industri yang melakukan inisiatif pencegahan anak merokok," ujar Moefti.

Kalangan industri rokok menilai kondisi iklim usaha semakin berat. Saat ini, Industri Hasil Tembakau (IHT) diatur dengan lebih dari 200 peraturan. Jadi, selain padat karya, IHT juga padat aturan. "Untuk itu, demi keberlangsungan industri, sebaiknya wacana revisi itu tidak dilanjutkan," tegas Ketua GAPRI Henry Najoan.

Henry juga sangat menyayangkan sikap Kementerian Kesehatan yang tidak pernah melibatkan para pelaku industri dalam pembahasan revisi PP 109/2012. Padahal berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 96, setiap pembentukan regulasi harus ada proses konsultasi publik dan transparan pada setiap tahap perumusannya. Selain itu, juga harus dilengkapi dengan analisis dampak regulasi tersebut.

Sementara itu, Sekjen Formasi Suhardjo mengatakan, pihaknya menentang keras rencana revisi PP 109/2012 dan menganggap usulan revisi hanya akan mengusik kedaulatan negara.

"Kekhawatiran kami, Menkes Terawan belum mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai isu tersebut dan dampaknya terhadap IHT yang telah menyerap lebih dari 6,1 juta tenaga kerja dari hulu hingga hilir dan berkontribusi lebih dari Rp200 triliun pada penerimaan negara," kata Suhardjo.

Revisi PP 109/2012 dinilai tak sejalan dengan semangat pemerintahan Jokowi yang mendorong adanya transparansi dalam proses pembuatan peraturan-perundang-undangan serta mempermudah kegiatan investasi dan berusaha, yang berorientasi pada penciptaan lapangan pekerjaan.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8643 seconds (0.1#10.140)