Harga Meroket, DPR Desak Kapolri Periksa Gudang Importir Bawang Putih

Kamis, 06 Februari 2020 - 22:25 WIB
Harga Meroket, DPR Desak Kapolri Periksa Gudang Importir Bawang Putih
Harga Meroket, DPR Desak Kapolri Periksa Gudang Importir Bawang Putih
A A A
JAKARTA - Anggota komisi III DPR Arteria Dahlan mendesak Kapolri untuk menurunkan anggotanya ke pasar dan gudang-gudang importir. Sebab harga jual bawang putih sudah jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp32.000/kg, dan mengindikasikan adanya kartel.

"Sudah brutal ini, HET Rp32.000/kg tapi dijual Rp50.000/kg sampai Rp70.000 per kilonya. Kapolri agar mengaktifkan atau mengefektifkan kembali Satgas Pangan, tangkap itu kartel, para mafia bawang putih," pinta Arteria, Kamis (6/2/2020).

Dia meminta agar pihak kepolisian segera turun ke lapangan dan melakukan pemeriksaan ke gudang-gudang. "Kalau mereka alasan tidak tahu gudangnya, saya yang antar ke gudangnya adanya dimana. Nanti bisa ketahuan apakah ada penimbunan, apakah benar ada indikasi kartel bermain kembali saat ini," ujar anggota komisi III dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Sebagai wakil rakyat, dia prihatin, sekaligus kecewa karena masalah bawang putih terulang setiap tahun menghadapi permasalahan yang serupa. Harga naik dikarenakan pasokan ditahan-tahan oleh importir-importir nakal demi mendapatkan keuntungan yang berlebihan.

Berdasarkan pemberitaan dan laporan dari pasar, kenaikan harga bawang putih sudah tidak wajar. Penyakit lama kambuh lagi karena kartel bawang kembali bermain. Harga bawang putih di pasar Induk Kramat jati kini berkisar antara Rp50.000-60.000/kg, bahkan di pasar tradisional Cileungsi Bogor sudah Rp70.000/kg.

"Padahal modal beli dari China katanya hanya sekitar Rp20.000-an/kg dan ini sudah dihitung termasuk biaya impor, transportasi, operasional, dan lain-lain nya. Bila dijual dengan harga Rp55.000/kg saja dengan kebutuhan 40.000-45.000 ton per bulan, keuntungan yang diperoleh Kartel bawang sudah mencapai Rp1,5 triliun, angka yang luar biasa," tandasnya.

Apabila harga semakin naik lagi, keuntungan lebih berlipat. “Ini permainan biadab, margin yang diperoleh tidak ber prikemanusiaan kalau sampai harganya Rp50.000 apalagi Rp70.000 per kilogramnya,” terang Arteria.

Dikatakannya, HET sudah ditentukan oleh Kementerian Perdagangan di Rp32.000/kg. "Dengan modal hanya Rp20.000/kg, seharusnya importir bisa menjual di harga Rp25.000-26.000/kg, itu baru keuntungan yang wajar," katanya.

Dengan transaksi brutal seperti sekarang ini, Arteria menilai bisa mengarah ke subversi . "Saya akan sidak sendiri datang ke gudang-gudang nggak perlu pake polisi, toh nanti polisi akan datang juga. Ini harus ada sanksi yang tegas karena urusan perut rakyat,” cetusnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4617 seconds (0.1#10.140)