Ekspor-Impor Diramal Turun, RI Perlu Diversifikasi Pasar Pengganti China

Selasa, 11 Februari 2020 - 18:38 WIB
Ekspor-Impor Diramal Turun, RI Perlu Diversifikasi Pasar Pengganti China
Ekspor-Impor Diramal Turun, RI Perlu Diversifikasi Pasar Pengganti China
A A A
JAKARTA - Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan mengatakan, wabah virus corona telah berdampak terhadap ekspor impor di beberapa negara sepanjang Januari 2020.

Hal ini juga diperkirakan akan berdampak pada ekspor-impor Indonesia yang datanya akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam beberapa hari ke depan.

"Jadi ada sekitar 5-6 negara yang sudah publish data Januari itu umumnya ekspor-impor turun. Diantaranya Korea, Vietnam, Pakistan, Brazil, Taiwan itu hampir semuanya ekspor maupun impor Januari 2020 dibanding Januari 2019 itu mengalami penurunan," ujarnya di Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Kasan melanjutkan, Brazil mengalami penurunan terbesar hingga dua digit. Sementara Korea telah menyatakan bahwa salah satu penurunan ekspor impor ini disebabkan oleh virus corona.

"Ada lagi yang sudah rilis partner FTA (Free Trade Agreement) kita Chili, dia sisi impor turun, tapi ekspor sedikit naik. Karena aktivitas di China sebagian berhenti dan otomatis transaksinya terpengaruh. Saya membayangkan ini pasti berdampak pada Indonesia," ungkapnya.

Menurut dia, pemerintah akan menyiapkan strategi untuk menyikapi situasi ini di antaranya menguatkan value chain di dalam negeri sehingga ketergantungan impornya turun.

"China merupakan negara terbesar sebagai pasar ekspor maupun impor. Tapi jangan lupa negara ASEAN seperti Vietnam, Myanmar juga besar. Itu pasar potensial," jelasnya.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar impor maupun ekspor untuk mengantisipasi penurunan akibat wabah virus corona.

"Misalnya, kita banyak bahan baku dan bahan penolong dari China. Beberapa negara juga sebetulnya memproduksi itu cuma dengan harga yang lebih mahal atau dengan volume yang lebih sedikit. Kalau yang terdekat dengan kita paling memungkinkan karena alasan logistik misalnya Vietnam dan Thailand," jelasnya.

Menurut Faisal, memang ada beberapa negara yang bisa menjadi diversifikasi pengalihan impor. Namun produksinya lebih sedikit dibanding China. "Artinya, kita mencarinya bukan satu China diganti negara lain. Bisa jadi satu China harus digantikan 10 negara lain. Itu bandingannya," imbuhnya.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2715 seconds (0.1#10.140)