Langgar Skema Kebijakan Transportasi, Grab Kena Denda di Malaysia dan Vietnam

Selasa, 17 Maret 2020 - 19:50 WIB
Langgar Skema Kebijakan Transportasi, Grab Kena Denda di Malaysia dan Vietnam
Langgar Skema Kebijakan Transportasi, Grab Kena Denda di Malaysia dan Vietnam
A A A
JAKARTA - Malaysia dan Vietnam melayangkan denda terhadap perusahaan transportasi daring, Grab terkait dengan kepatuhan dalam skema bisnis transportasi. Selain itu perusahaan berbasis teknologi aplikasi itu juga dinilai tak mematuhi syarat bisnis transportasi seperti membayar pajak.

Pengadilan Banding Vietnam (Ho Chi Minh City) menguatkan putusan persidangan sebelumnya yang memvonis Grab harus membayar sebesar USD207.000 setara 4,8 miliar Dong kepada pemain taksi lokal Vinasun. Putusan tersebut merupakan buntut gugatan Vinasun yang menilai dirugikan oleh sepak terjang Grab.

Seperti dikutip darivnexpress.net, pada Kamis (12/3), Vinasun diketahui melayangkan gugatan kepada Grab di Pengadilan Publik pada Juni 2017. Pemain taksi lokal itu menuding Grab berlaku curang, dan melanggar ketentuan skema kebijakan transportasi di Vietnam, sehingga merugikan perusahaan hingga USD3,27juta.

Namun Grab menyatakan, banding terhadap vonis pengadilan. Sebaliknya, Pengadilan Banding HCMC malah menguatkan putusan bahwa Grab harus membayar kerugian Vinasun.

Pengadilan menilai Grab secara operasional merupakan perusahaan transportasi dengan mengelola kendaraan dan menerima bayaran dari para pelanggan. "Akan tetapi, secara status usaha, Grab terdaftar sebagai perusahaan teknologi sehingga tidak menanggung pungutan pajak, serta biaya lainnya selayaknya perusahaan transportasi,” tegas Pengadilan.

Peristiwa serupa terjadi di Malaysia. Dikutip daritechinasia.com, Pengadilan Tinggi Malaysia kemarin, Rabu (11/3), menolak permintaan Grab untuk meninjau kembali vonis yang dijatuhkan Komisi Persaingan Malaysia (MyCC) padaOktober 2019.

Vonis tersebut memaksa Grab untuk membayar denda sebesar USD20,9juta karena menyalahgunakan posisi dominannya yang melarang promosi dan iklan pihak ketiga bagi para mitra. Sebaliknya, Grab telah berulang kali mengatakan bahwa perusahaan telah sepenuhnya mematuhi Undang-Undang Persaingan Malaysia 2010.

Meskipun kasus ini di Malaysia tidak terkait dengan merger Grab-Uber, Grab masih terjerat dalam beberapa masalah hukum di negara-negara Asia Tenggara karena posisinya yang dominan, setelah merger.

Sementara itu, di Indonesia, Grab juga menghadapi kasus hukum terkait diskriminasi pesanan yang dilakukan oleh anak usahanya, PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI). Grab dan TPI yang dianggap melakukan perbuatan yang mengancam persaingan tidak sehat itu diancam terkena denda Rp25 miliar.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5638 seconds (0.1#10.140)