Tertekan Corona, Pasar Saham Butuh Kebijakan Fiskal Nonkonvensional

Senin, 23 Maret 2020 - 07:29 WIB
Tertekan Corona, Pasar Saham Butuh Kebijakan Fiskal Nonkonvensional
Tertekan Corona, Pasar Saham Butuh Kebijakan Fiskal Nonkonvensional
A A A
JAKARTA - Pasar saham yang terus tertekan akibat kekhawatiran investor terhadap wabah virus corona perlu dicarikan solusi. Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin mengingatkan saat ini dibutuhkan kebijakan fiskal nonkonvensional dari pemerintah untuk menenangkan pasar.

Menurut dia, dampak virus corona telah mengganggu arus kas perusahaan-perusahaan. Korporasi harus menghadapi produksi dan penjualan yang menyusut akibat supply shock. Di sisi lain, juga terjadi demand shock karena ada pembatasan atau larangan bepergian. “Idealnya kompensasi berupa hibah langsung atau transfer fiskal. Namun, bagi perusahaan-perusahaan besar bisa berupa penundaan pembayaran pokok utang dan cicilan di bank,” ujar Ferry di Jakarta kemarin.

Langkah selanjutnya pemerintah harus memperhatikan daya tahan perbankan. Ferry menjelaskan, agar tidak mengganggu kualitas balance sheet perbankan, pemerintah dapat menerbitkan obligasi dengan tenor satu tahun. Hal ini diperuntukkan pada perbankan yang masuk dalam sisi aset sebagai setara kas dan pada sisi liabilitas muncul penyertaan modal pemerintah sementara.

“Financial engineering ini sangat bisa dilakukan. Tujuannya adalah untuk menjaga perbankan agar tetap solid dan tidak menimbulkan kepanikan masyarakat karena ada risiko pada sistem perbankan, dan pemerintah harus mengeluarkan bailout yang nilainya tidak dapat diramalkan,” katanya. (Baca: Jokowi Minta Kalkulasi Pelemahan Ekonomi hingga 2021)

Ferry mengklaim kebijakan tersebut akan dilakukan oleh Pemerintah AS dan Eropa. Pasalnya, penurunan suku bunga saja tidak akan mampu mencegah risiko terjadi resesi. “Sebabnya adalah faktor produksi terganggu. Berapa pun kecilnya suku bunga tidak akan membuat kredit mengucur. Perbankan tetap takut akan terjadi default. Yang akan terjadi ialah credit-crunch,” paparnya.

Untuk itu, dia menyarankan satu-satunya opsi yang bisa diambil adalah kebijakan fiskal nonkonvensional seperti yang terjadi pada 2008 ketika menghadapi krisis subprime mortgage di AS yang menyebar ke seluruh dunia.

Sementara itu, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengingatkan investor untuk tidak panik. Gejolak dan volatilitas saat ini diakibatkan oleh peristiwa yang sering disebut Black Swan Event atau Peristiwa Tidak Terduga sangat jarang terjadi dan dampaknya ekstrem.

“Wajar bagi investor untuk merasa panik, namun jangan mengambil keputusan yang tidak rasional di masa-masa ini. Belajar dari pengalaman yang lalu, volatilitas dan koreksi ekstrem biasanya selalu diikuti dengan kenaikan, bahkan kenaikan tajam setelahnya,” papar Katarina.

Menurutnya, kepanikan akan berlalu setelah lebih stabilnya jumlah kasus baru Covid-19. Saat itu baru investor dapat lebih tenang menganalisis dampak riil terhadap perekonomian, laba korporasi, serta pasar finansial. “Disayangkan kalau menjual saham saat ini karena kondisinya harga turun 31%. Sementara penurunan laba korporasi tidak akan turun setajam 31%, bahkan mungkin tidak turun sejauh 10%,” tegasnya. (Hafid Fuad)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1874 seconds (0.1#10.140)