Menguji Skema Iclusive Closed Loop di Sektor Pertanian

Sabtu, 21 November 2020 - 10:35 WIB
loading...
Menguji Skema Iclusive Closed Loop di Sektor Pertanian
Industri pertanian dan pangan bisa menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional. Foto: dok/Balitbangtan Kementan
A A A
JAKARTA - Industri pertanian dan pangan bisa menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional . Skema inclusive closed loop antara petani dan para pengusaha bisa menjadi strategi memperkuat ketahanan pangan nasional.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menginisiasikan model kemitraan inclusive closed loop atau sebuah sistem yang menyinergikan rantai pasok pertanian dari hulu ke hilir sebagai upaya meningkatkan efisiensi produksi untuk mengacu kinerja sektor pangan nasional. (Baca: Mewaspadai Cita rasa Dunia: Indah tapi Beracun)

Dalam skema ini, petani tidak hanya terhubung dengan pemerintah, juga dengan lembaga keuangan, perusahaan, hingga ritel. Tujuannya adalah membangun mata rantai pertanian agar menciptakan efisiensi dan peningkatan kualitas komoditas.

Beberapa inisiatif yang sedang berjalan lewat penerapan inclusive closed loop di lahan pertanian, seperti cabai di Garut, Jawa Barat, dan industri minyak sawit perlu terus dikembangkan dan diperbarui agar produktivitas dan nilai tambah petani semakin meningkat.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis, Pangan, dan Kehutanan Franky Widjaja mengatakan, para petani yang mendapatkan pendampingan untuk skema ini tersebar di seluruh Indonesia dan telah mampu meningkatkan produktivitas sekitar 70% dan pendapatan sekitar 50% sampai 200%. "Kadin bersama PisAgro bertekad untuk meningkatkan pendampingan menjadi dua juta petani pada 2023 dengan menjalankan skema ini," tambahnya.

Skema inclusive closed loop bisa menjadi strategi pangan Indonesia yang bisa berlanjut pascapandemi Covid-19. Di dalam program ini, ada tiga manfaat dari penerapannya, salah satunya meningkatkan kesejahteraan petani.

Survei PRISMA mengenai "Dampak Covid-19 terhadap petani" pada Oktober 2020 menyebutkan pandemi Covid-19 mengakibatkan penurunan permintaan dan harga jual produk pertanian. Hal ini dapat dilihat dari turunnya nilai tukar petani (NTP) dari tahun ke tahun. Bahkan, antara April dan Juni 2020 angka NTP di bawah 100. Kondisi ini semakin memprihatinkan, terutama di tengah kondisi panen raya yang seharusnya berlangsung pada Mei 2020. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)

"Manfaat pertama dari skema ini adalah menyejahterakan petani, peternak, dan nelayan Indonesia. Saya yakin dengan strategi ini, ada kontribusi dari petani untuk menggerakkan kembali ekonomi," tegas Franky.

Adapun manfaat kedua, yaitu menjaga ketahanan pangan. The Economist Intelligence Unit mengukur tingkat ketahanan pangan di 113 negara melalui Global Food Security Index (GFSI). Menurut GFSI, ketahanan pangan Indonesia cenderung membaik dalam enam tahun terakhir, terbukti Indonesia saat ini berada di peringkat ke-62 dari sebelumnya yang berada di peringkat ke-75.

Ketiga, keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan penelitian Food and Agriculture Organization (FAO) pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang tinggi. Seiring tingginya permintaan pangan, program pertanian berkelanjutan harus jadi pedoman dalam pengembangan pertanian di Indonesia, khususnya pada masa pandemi dan berlanjut pascapandemi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2378 seconds (0.1#10.140)