Tarik Ulur UMP 2021

Jum'at, 27 November 2020 - 11:15 WIB
loading...
A A A
Seakan mendengar tuntutan kalangan buruh, saat ini ada enam provinsi yang menaikkan UMP . Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, dan Bengkulu. “Jadi, sudah ada enam provinsi yang menetapkan UMP 2021 lebih tinggi dari 2020,” ujar Menteri Ida dalam rapat secara virtual, Rabu (25/11).

Menurut Menaker, ada 27 provinsi lain yang tak menaikkan UMP di tahun depan. Ada satu provinsi, Gorontalo, yang belum menetapkan kebijakan UMP-nya untuk 2021.

Ida mengatakan, penetapan UMP ini akan diputuskan oleh Kemenaker pada akhir tahun. Nantinya, Menaker akan membuat aturan dan penetapan di setiap wilayah. “Itu masih kita tunggu dan keputusannya akhir tahun kita akan umumkan,” ucapnya.

Jika kalangan buruh mengapresiasi kenaikan UMP di enam provinsi tersebut, tidak demikian dengan pengusaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang masih terkontraksi negatif dan proyeksi inflasi 2021-2022 tidak memungkinkan pengusaha menaikkan UMP. (Baca juga: Sandiaga Uno Berpeluang besar Gantikan Edhy Prabowo di Kabinet)

Bahkan, kebijakan para gubernur tersebut dinilai kontradiktif dengan kondisi saat ini. “Akibat inflasinya rendah sehingga kondisi inilah yang kita lihat tidak memungkinkan upah dinaikkan. Namun, beberapa daerah sudah memutuskan naik. Kami menyesalkan kenaikan (upah) itu,” ujarnya.

Hariyadi menilai, dalam kondisi pandemi seperti saat ini, UMP 2021 justru direkomendasikan untuk tidak dinaikkan karena jika menggunakan formula penentuan upah minimum pada PP Nomor 78/2015, UMP justru bakal turun. “Kalau pakai rumus itu hasilnya negatif karena ekonomi kita minus 5,32% (kuartal II) dan inflasi 1,24%. Jadi kalau ditambahkan, masih minus 3%. Enggak mungkin kalau pakai formula minus, yang ada nanti upahnya turun sehingga direkomendasikan upahnya tetap,” katanya.

Pengamat ekonomi Nailul Huda mengatakan, UMP layak dinaikkan, meskipun persentase kenaikannya rendah. Hal ini dikarenakan masih terjadi inflasi secara tahunan, meskipun pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi. Artinya, akan tetap terjadi kenaikan harga-harga secara umum tahun depan. (Lihat videonya: Satu Desa Positif Terpapar Covid-19 di Purbalingga)

Hal senada dikatakan ekonom Indef Didin S Damanhuri. Sebaiknya UMP 2021 disesuaikan dengan kondisi perekonomian 2021. Jika tidak, buruh akan makin turun daya belinya sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari pengalaman krisis besar sebelumnya, pendekatan demand side, termasuk mempertahankan daya beli buruh, justru akan tepat untuk keluar dari krisis. “Menahan upah buruh itu supply side approach yang tidak kompatibel untuk mempercepat pemulihan ekonomi,” ujarnya. (Rina Anggraeni/Kunthi Fahmar Sandy/Aditya Pratama/Suparjo Ramalan)
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4504 seconds (0.1#10.140)