Untung Bisnis Gas Kian Tipis, Pembangunan Infrastruktur Baru Terancam Menguap

Jum'at, 27 November 2020 - 21:15 WIB
loading...
Untung Bisnis Gas Kian Tipis,  Pembangunan Infrastruktur Baru Terancam Menguap
Foto/ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pembangunan infrastruktur gas bumi terancam oleh kian menipisnya margin bisnis gas bumi. Padahal, dengan terbatasnya cadangan minyak bumi dan melimpahnya gas, pembangunan infrastruktur gas sangat dibutuhkan demi kelangsungan ketahanan energi nasional .

Harga gas yang murah dan diikuti oleh adanya ketidakjelasan pasar, tentu akan membuat tingkat return of investment (RoI) dari sebuah proyek pembangunan infrastruktur gas bumi menjadi lama. Alhasil, para pelaku usaha kesulitan untuk membangun infrastruktur yang baru. ( Baca juga: Harga Gas untuk Pupuk Sudah Turun, Saatnya Membenahi Supplier )

"Sebab, ya itu tadi, semakin rendah harga gas, semakin tipis margin yang bisa didapat pengembang. Ini yang akan menyulitkan pelaku usaha sulit membangun infrastruktur baru," katanya di Jakarta, Jumat (27/11).

Menurutnya, penurunan harga gas di tengah masa pandemi belum memberikan dampak signifikan bagi industri pengguna. Sebab, penurunan harga gas itu tidak mendongkrak volume produksi maupun penjualan industri pengguna gas.

"Tujuan penurunan harga gas memang baik bagi industri, tapi momentumnya tidak dapat," imbuh Komaidi.

Menurutnya, penurunan harga gas yang diinisiasi pemerintah lewat Kementerian ESDM sangat terburu-buru. Kebijakan ini terkesan hanya untuk memenuhi peraturan yang sudah lama dibuat tapi tidak kunjung terlaksana. Sebelumnya memang pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Dalam Perpres tersebut, pemerintah menetapkan harga gas bumi yang sebelumnya USD7 per Million British Termal Unit (MMBTU) diturunkan menjadi USD 6 per MMBTU. Pada 6 April 2020 Menteri ESDM merilis Peraturan Menteri ESDM No 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Pasal 3 ayat 1 peraturan itu mengatur harga gas bumi tertentu di titik serah pengguna gas bumi (plant gate) ditetapkan sebesar USD6 per MMBTU. Ada tujuh sektor industri yang dapat harga khusus dari kebijakan tersebut, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan industri sarung tangan karet. Sebagai dampak kebijakan itu pemerintah merelakan jatahnya dari penjualan migas di hulu dipangkas sekitar USD 2 per MMBTU.

Kebijakan pemerintah memangkas harga gas bumi untuk industri tertentu di level USD 6 memang akan jadi bumerang jika tidak didukung insentif bagi pengembang infrastruktur gas bumi. Karena dengan margin yang terbatas, perusahaan akan lebih memilih risiko terendah, yaitu mengelola infrastruktur yang sudah jelas pasokan dan pasarnya.

Akan sangat berat jika memaksa perusahaan yang marginnya dipangkas oleh kebijakan pemerintah untuk membangun infrastruktur gas bumi. Kecuali ada insentif yang memberikan solusi bagi pengembang infrastruktur bahwa bisnis mereka tetap sehat ketika ekspansi.

"Kalau investor melihat investasi di tempat lain, misalnya, bisa dapat IRR 12%. Sementara di infrastruktur gas bumi IRR-nya lebih rendah, maka tidak akan ada investor yang mau berinvestasi untuk mengembangkan infrastruktur gas," papar Komaidi.

Melambatnya pengembangan infrastruktur gas, ujung-ujungnya akan membuat target pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi domestik sulit terealisasi. Pasalnya, infrastrukturnya tidak tumbuh.

Pembangunan infrastruktur gas bumi memang memiliki risiko yang besar. Selain faktor ketersediaan pasokan, penyerapan gas oleh konsumen juga menjadi risiko bagi pengembang infrastruktur gas bumi. Sementara biaya pembangunan infrastruktur gas sangat mahal.

Banyak infrastruktur gas yang telah dibangun gagal dioptimalkan karena tidak adanya pasokan dan pasar yang seimbang. Yang terjadi kemudian pengembang infrastruktur gas harus menanggung biaya yang mahal. Kondisi ini yang membuat sedikit sekali perusahaan swasta yang mau membangun infrastruktur gas bumi. ( Baca juga: Modus Pacaran di Media Sosial, WNA Afrika Kuras Korban hingga Rp15,8 Miliar )

Disisi lain kebijakan harga gas USD6 terbukti menguntungkan sejumlah perusahaan swasta. Salah satu perusahaan keramik yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan kenaikan laba bersihnya sejak harga baru gas bumi itu diterapkan.

Misalnya, laba bersih PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) pada kuartal III 2020 melesat 38,31% menjadi Rp221,5 miliar dibandingkan periode sama 2019. Kenaikan laba itu terjadi di saat pendapatan turun 1,1% menjadi Rp 1,61 triliun. Pengatrol utamanya adalah terpangkasnya beban pokok penjualan sebesar 6,6% jadi Rp 1,12 triliun.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1145 seconds (0.1#10.140)