Sukses Kurangi Emisi Karbon, Indonesia Bakal Terima Rp1,54 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia dan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/ FCPF) yang dikelola oleh Bank Dunia pada November lalu menandatangani kesepakatan penting yang membuka peluang bagi Indonesia untuk menerima hingga USD110 juta atau Rp1,54 triliun (kurs Rp14.000), untuk upaya penurunan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan hingga 2025.
Dengan diberlakukannya Kesepakatan Pembayaran Pengurangan Emisi (ERPA) ini, Indonesia akan menerima pembayaran berbasis hasil untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbon di provinsi Kalimantan Timur. Pengurangan emisi di kawasan ini adalah langkah penting guna mendukung Indonesia dalam mencapai target iklim dan lingkungan nasional. ( Baca juga:Luhut Bertolak ke AS Temui Bos World Bank hingga IMF, Bahas Apa? )
Kesepakatan ini merupakan bukti kerja keras Indonesia yang terus-menerus mengurangi deforestasi dan melindungi hutan. "Namun, upaya kami tidak akan berhenti sampai di sini. Program ini telah membangun momentum positif dan mendukung kesempatan kolaborasi lintas pemerintah, organisasi masyarakat sipil, komunitas, dan pelaku usaha,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono di Jakarta, Rabu (9/12/2020).
Program Pengurangan Emisi Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur, yang memiliki populasi sekitar 3,5 juta, bertujuan untuk menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan di 12,7 juta hektare lahan yang kaya akan hutan hujan tropis dan keanekaragaman hayati.
Menurut dia program ini juga akan mendukung perbaikan tata kelola lahan dan mata pencaharian lokal, dan melindungi habitat berbagai spesies yang rentan dan terancam punah melalui kegiatan seperti perbaikan perizinan kehutanan, peningkatan jumlah perkebunan skala kecil, dan mendukung perencanaan berbasis masyarakat.
“Kesepakatan untuk pengurangan emisi karbon di Kalimantan Timur ini adalah bukti upaya Indonesia dalam melindungi dan mengelola hutan tropis secara berkelanjutan, karena hutan tropis memiliki peran yang penting dalam skala global,” tambah Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen. ( Baca juga:Beredar Video Penembakan, FPI: Enggak Jelas Itu di Mana )
Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi hingga 41% emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 serta mempercepat pembangunan berkelanjutan dalam rencana pembangunan nasionalnya. Perjanjian ini akan mendukung pencapaian tujuan nasional yang ambisius tersebut.
Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi masyarakat adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang. Kegiatan ini biasa disebut sebagai REDD +.
Diluncurkan pada tahun 2008, FCPF telah bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 donor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai USD1,3 miliar.
Dengan diberlakukannya Kesepakatan Pembayaran Pengurangan Emisi (ERPA) ini, Indonesia akan menerima pembayaran berbasis hasil untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbon di provinsi Kalimantan Timur. Pengurangan emisi di kawasan ini adalah langkah penting guna mendukung Indonesia dalam mencapai target iklim dan lingkungan nasional. ( Baca juga:Luhut Bertolak ke AS Temui Bos World Bank hingga IMF, Bahas Apa? )
Kesepakatan ini merupakan bukti kerja keras Indonesia yang terus-menerus mengurangi deforestasi dan melindungi hutan. "Namun, upaya kami tidak akan berhenti sampai di sini. Program ini telah membangun momentum positif dan mendukung kesempatan kolaborasi lintas pemerintah, organisasi masyarakat sipil, komunitas, dan pelaku usaha,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono di Jakarta, Rabu (9/12/2020).
Program Pengurangan Emisi Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur, yang memiliki populasi sekitar 3,5 juta, bertujuan untuk menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan di 12,7 juta hektare lahan yang kaya akan hutan hujan tropis dan keanekaragaman hayati.
Menurut dia program ini juga akan mendukung perbaikan tata kelola lahan dan mata pencaharian lokal, dan melindungi habitat berbagai spesies yang rentan dan terancam punah melalui kegiatan seperti perbaikan perizinan kehutanan, peningkatan jumlah perkebunan skala kecil, dan mendukung perencanaan berbasis masyarakat.
“Kesepakatan untuk pengurangan emisi karbon di Kalimantan Timur ini adalah bukti upaya Indonesia dalam melindungi dan mengelola hutan tropis secara berkelanjutan, karena hutan tropis memiliki peran yang penting dalam skala global,” tambah Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen. ( Baca juga:Beredar Video Penembakan, FPI: Enggak Jelas Itu di Mana )
Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi hingga 41% emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 serta mempercepat pembangunan berkelanjutan dalam rencana pembangunan nasionalnya. Perjanjian ini akan mendukung pencapaian tujuan nasional yang ambisius tersebut.
Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi masyarakat adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang. Kegiatan ini biasa disebut sebagai REDD +.
Diluncurkan pada tahun 2008, FCPF telah bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 donor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai USD1,3 miliar.
(uka)