Siap-siap! Jabatan Eselon PNS di Daerah Akan Dipangkas Tahun Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Proses penyederhanaan birokrasi melalui penyetaraan jabatan administrasi (JA) ke jabatan fungsional (JF) di tahun 2021 ini akan terus dilanjutkan bagi instansi di pemerintah daerah. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) saat ini tengah merumuskan revisi Peraturan Menteri PANRB No. 28/2019 sebagai landasan proses penyetaraan jabatan di tahun 2021.
"Saat ini sedang proses revisi Permen PANRB No. 28/2019, dan dengan revisi ini, maka mekanisme penyetaraan jabatan akan berbeda dengan yang dijalani pada tahun 2020 kemarin," jelas Asisten Deputi Manajemen Karier dan Talenta SDM Aparatur Kementerian PANRB Aba Subagja seperti dikutip SINDOnews dari laman resmi KemenPANRB, Rabu (27/1/2021).
Aba menjelaskan, mekanisme yang berbeda adalah proses penyetaraan jabatan baru dapat dilakukan jika instansi yang mengusulkan telah mengantongi penyederhanaan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK). Hal ini pada hakikatnya merupakan langkah awal penyederhanaan birokrasi serta ditujukan agar dapat diketahui dengan pasti mengenai jabatan apa saja yang akan disetarakan.
Mekanisme yang berbeda lainnya adalah perlu adanya kesesuaian kualifikasi dan kompetensi antara JF dengan pegawai yang akan disetarakan. Jika tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai, maka tidak dapat disetarakan ke JF yang ingin dituju dan dapat beralih ke JF lain melalui proses uji kompetensi.Namun, bagi instansi yang sudah melakukan penyetaraan jabatan dan sudah melalukan pelantikan, tapi kemudian ada penyesuaian akibat perubahan penyederhanaan SOTK, akan tetap diberikan rekomendasi untuk JF yang sesuai. "Ini termasuk ke dalam keistimewaan karena instansinya sudah melakukan usulan penyetaraan jabatan sejak awal," lanjut Aba.
Selain itu, Aba menjelaskan perubahan mekanisme ini dilakukan bagi instansi yang belum mengajukan usulan penyetaraan jabatan. Sehingga bagi instansi pemerintah yang melakukan usulan setelah keluarnya revisi Permen PANRB No. 28/2019 terbit, akan terdampak dari perubahan mekanisme yang nanti tercantum di dalam peraturan tersebut.
Di tahun 2021 ini Kementerian PANRB bersama Kementerian Dalam Negeri akan memulai penyetaraan jabatan bagi instansi di pemerintah daerah. Hal ini dilakukan seusai penetapan dari Kementerian Dalam Negeri mengenai jabatan-jabatan di pemerintah daerah yang bisa dialihkan ke dalam JF. Termasuk juga akan dimulai pengalihan jabatan bagi JA di instansi pemerintah tertentu yang diisi oleh TNI dan Polri, yang dalam masa transisi dapat dialihkan secara sementara.
Di luar perubahan mekanisme, Aba mengungkapkan mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penyederhaan birokrasi yang menjamin pengembangan karier dari yang terdampak penyetaraan jabatan. Pertama, penyusunan Perpres tentang Penyederhanaan Birokrasi agar instansi yang belum melakukan penyederhanaan birokrasi dapat melakukan proses ini dengan lebih cepat, serta kedua, revisi Permen PANRB No.28/2019 dan percepatan penyelesaian rancangan Perpres tentang Penghasilan bagi JA yang Terdampak Penataan Birokrasi. Kemudian, melanjutkan percepatan pembentukan JF baru yang meliputi pola pembentukan, pengembangan, serta pola kerja. Ini sejalan dengan pengembangan sistem kerja baru yang berbasis fungsional dan juga untuk menguatkan perubahan pola pikir mengenai JF.
Keempat adalah penetapan mengenai rentang kendali dan penilaian kinerja, dimana mereka yang ditunjuk sebagai koordinator dan subkoordinator bisa mendapatkan delegasi untuk penilaian kinerja. Langkah selanjutnya mengenai pola mutasi dan rotasi antar-JF yang dimaksudkan agar ada pengaturan mengenai pengayaan tugas JF.
Keenam, penting juga untuk mengatur mengenai pola hubungan pelaksanaan tugas pada unit kerja di organisasi, dimana proses bisnis terjalin antara JPT Pratama dengan koordinator dan subkoordinator. Terakhir, yang tak kalah penting adalah pengaturan mengenai kesejahteraan JF pasca-penyetaraan, dimana ini terkait dengan tunjangan serta kelas jabatan dari JF.
"Dengan demikian, langkah-langkah tersebut harus ditindaklanjuti, baik dari instansi pembina JF, maupun instansi pengguna JF. Ini yang kami pikirkan agar nasib dan sistem karier mereka yang terdampak penyetaraan tidak dirugikan," lanjut Aba.
Terkait dengan pelaksanaan penyetaraan jabatan yang telah berlangsung sejak akhir 2019 tersebut, bukanlah tanpa kendala. Evaluasi yang dilakukan terhadap proses tersebut menemukan bahwa masalah utama adalah pola pikir mengenai JF. Pola pikir yang ada harus diubah, karena saat ini sudah berbasis fungsional, bukan lagi basis struktural.
Permasalahan lain yang ditemukan adalah terkait dengan belum selesai penyederhanaan SOTK, sehingga tidak sejalan dengan penyetaraan jabatan. Kemudian adanya ketidaksesuaian antara jenjang pendidikan dengan bidang jabatan serta masih terbatasnya jumlah JF yang ada sehingga belum mengakomodasi semua jabatan.
Aba mengatakan bahwa langkah-langkah ke depan yang akan dilakukan dalam penyetaraan jabatan ini sangat penting, karena terkait dengan tata kelola pasca-penyetaraan, termasuk pemasalahan yang ditemui yang ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. "Namun, yang penting, prinsip dari penyetaraan ini adalah bagaimana tindak lanjut mengenai apa yang harus dilakukan ke depannya," pungkasnya.
"Saat ini sedang proses revisi Permen PANRB No. 28/2019, dan dengan revisi ini, maka mekanisme penyetaraan jabatan akan berbeda dengan yang dijalani pada tahun 2020 kemarin," jelas Asisten Deputi Manajemen Karier dan Talenta SDM Aparatur Kementerian PANRB Aba Subagja seperti dikutip SINDOnews dari laman resmi KemenPANRB, Rabu (27/1/2021).
Aba menjelaskan, mekanisme yang berbeda adalah proses penyetaraan jabatan baru dapat dilakukan jika instansi yang mengusulkan telah mengantongi penyederhanaan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK). Hal ini pada hakikatnya merupakan langkah awal penyederhanaan birokrasi serta ditujukan agar dapat diketahui dengan pasti mengenai jabatan apa saja yang akan disetarakan.
Mekanisme yang berbeda lainnya adalah perlu adanya kesesuaian kualifikasi dan kompetensi antara JF dengan pegawai yang akan disetarakan. Jika tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai, maka tidak dapat disetarakan ke JF yang ingin dituju dan dapat beralih ke JF lain melalui proses uji kompetensi.Namun, bagi instansi yang sudah melakukan penyetaraan jabatan dan sudah melalukan pelantikan, tapi kemudian ada penyesuaian akibat perubahan penyederhanaan SOTK, akan tetap diberikan rekomendasi untuk JF yang sesuai. "Ini termasuk ke dalam keistimewaan karena instansinya sudah melakukan usulan penyetaraan jabatan sejak awal," lanjut Aba.
Selain itu, Aba menjelaskan perubahan mekanisme ini dilakukan bagi instansi yang belum mengajukan usulan penyetaraan jabatan. Sehingga bagi instansi pemerintah yang melakukan usulan setelah keluarnya revisi Permen PANRB No. 28/2019 terbit, akan terdampak dari perubahan mekanisme yang nanti tercantum di dalam peraturan tersebut.
Di tahun 2021 ini Kementerian PANRB bersama Kementerian Dalam Negeri akan memulai penyetaraan jabatan bagi instansi di pemerintah daerah. Hal ini dilakukan seusai penetapan dari Kementerian Dalam Negeri mengenai jabatan-jabatan di pemerintah daerah yang bisa dialihkan ke dalam JF. Termasuk juga akan dimulai pengalihan jabatan bagi JA di instansi pemerintah tertentu yang diisi oleh TNI dan Polri, yang dalam masa transisi dapat dialihkan secara sementara.
Di luar perubahan mekanisme, Aba mengungkapkan mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penyederhaan birokrasi yang menjamin pengembangan karier dari yang terdampak penyetaraan jabatan. Pertama, penyusunan Perpres tentang Penyederhanaan Birokrasi agar instansi yang belum melakukan penyederhanaan birokrasi dapat melakukan proses ini dengan lebih cepat, serta kedua, revisi Permen PANRB No.28/2019 dan percepatan penyelesaian rancangan Perpres tentang Penghasilan bagi JA yang Terdampak Penataan Birokrasi. Kemudian, melanjutkan percepatan pembentukan JF baru yang meliputi pola pembentukan, pengembangan, serta pola kerja. Ini sejalan dengan pengembangan sistem kerja baru yang berbasis fungsional dan juga untuk menguatkan perubahan pola pikir mengenai JF.
Keempat adalah penetapan mengenai rentang kendali dan penilaian kinerja, dimana mereka yang ditunjuk sebagai koordinator dan subkoordinator bisa mendapatkan delegasi untuk penilaian kinerja. Langkah selanjutnya mengenai pola mutasi dan rotasi antar-JF yang dimaksudkan agar ada pengaturan mengenai pengayaan tugas JF.
Keenam, penting juga untuk mengatur mengenai pola hubungan pelaksanaan tugas pada unit kerja di organisasi, dimana proses bisnis terjalin antara JPT Pratama dengan koordinator dan subkoordinator. Terakhir, yang tak kalah penting adalah pengaturan mengenai kesejahteraan JF pasca-penyetaraan, dimana ini terkait dengan tunjangan serta kelas jabatan dari JF.
"Dengan demikian, langkah-langkah tersebut harus ditindaklanjuti, baik dari instansi pembina JF, maupun instansi pengguna JF. Ini yang kami pikirkan agar nasib dan sistem karier mereka yang terdampak penyetaraan tidak dirugikan," lanjut Aba.
Terkait dengan pelaksanaan penyetaraan jabatan yang telah berlangsung sejak akhir 2019 tersebut, bukanlah tanpa kendala. Evaluasi yang dilakukan terhadap proses tersebut menemukan bahwa masalah utama adalah pola pikir mengenai JF. Pola pikir yang ada harus diubah, karena saat ini sudah berbasis fungsional, bukan lagi basis struktural.
Permasalahan lain yang ditemukan adalah terkait dengan belum selesai penyederhanaan SOTK, sehingga tidak sejalan dengan penyetaraan jabatan. Kemudian adanya ketidaksesuaian antara jenjang pendidikan dengan bidang jabatan serta masih terbatasnya jumlah JF yang ada sehingga belum mengakomodasi semua jabatan.
Aba mengatakan bahwa langkah-langkah ke depan yang akan dilakukan dalam penyetaraan jabatan ini sangat penting, karena terkait dengan tata kelola pasca-penyetaraan, termasuk pemasalahan yang ditemui yang ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. "Namun, yang penting, prinsip dari penyetaraan ini adalah bagaimana tindak lanjut mengenai apa yang harus dilakukan ke depannya," pungkasnya.
(nng)