Penjualan Rokok Turun, Pemerintah Diminta Bantu Kesejahteraan Petani Tembakau

Kamis, 28 Mei 2020 - 17:46 WIB
loading...
Penjualan Rokok Turun, Pemerintah Diminta Bantu Kesejahteraan Petani Tembakau
Jumlah produksi dan penjualan rokok di tanah air terus menyusut imbas dari pandemi corona ditambah kenaikan HJE dan cukai, lantaran itu pemerintah diminta memperhatikan kesejahteraan masyarakat petani tembakau. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tahun 2019 yang telah menaikan cukai rokok sebesar 23 % dan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 35 % telah menurunkan jumlah produksi dan penjualan rokok di tanah air. Hal ini berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau di seluruh Indonesia.

Kesejahteraan petani tembakau semakin turun karena adanya wabah Covid 19 dan resesi ekonomi nasional. Produksi dan penjualan rokok semakin menurun otomatis menurunkan jumlah pembelian tembakau di kalangan petani.

“Jumlah Penjualan tembakau masyarakat petani sangat tergantung dari banyaknya jumlah produksi dan penjualan produk rokok nasional. Sejak adanya kenaikan cukai rokok sebesar 23% dan harga jual ceran rokok sebesar 35%, harga rokok naik namun penjualannya turun,” papar Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahmihudin, kepada pers di Jakarta kemarin.

Hal ini terang dia berakibat pada menurunnya jumlah pembelian tembakau oleh industri rokok kepada para petani. Diperparah oleh Covid 19 dan resesi ekonomi saat ini, jumlah pembelian tembakau semakin menurun. Kondisi tersebut berakibat pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani tembakau.

Menurut Sahmihudin, saat ini ada ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di perkebunan tembakau, ditambah ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja yang terlibat di sektor industri rokok dan industri pendukungnya. Ini sebuah bukti, industri rokok telah menggerakan perekonomian masyarakat. Ditambah pemasukan keuangan dari sektor cukai dan pajak yang sangat tinggi bagi pemerintah termasuk di musim pendemi Covid 19 ini.

“Saat ini di Propinsi NTB saja ada sekitar 150 ribu hingga 200 ribu tenaga kerja yang terlibat di sektor perkebunan tembakau. Belum lagi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan propinsi lainnya. Ratusan ribu hingga Jutaan tenaga kerja yang terserap di industri rokok dan industri pendukungnya. Karena itu pemerintah harus serius melindungi industri rokok dan perkebunan tembakau,” papar Samihudin.

Lebih lanjut Sahmihudin menjelaskan, indsutri hasil tembakau selain padat karya atau menyerap tenaga kerja yang banyak, juga menyerap modal yang tinggi. Biaya yang diperlukan untuk membayar buruh tani tembakau dan pengolahannya sehingga tembakau hasil perkebunan petani tembakau dapat diserap oleh industri rokok dalam setahunnya mencapai Rp800 miliar-Rp1,2 triliun.

Jumlah yang tidak sedikit. Sementara dari 110.000 ton hasil tembakaunya, yang terserap hanya sekitar 50.000 ton tembakau. Sisanya, diserap namun dengan harga dibawah pasar.

“Karena itu kami minta pemerintah berlaku adil. Kalau industri lainnya diperhatikan, maka industri hasil tembakau termasuk perkebunan tembakau juga mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah harus hadir mengatasi permasalahan yang dihadapi petani tembakau juga pelaku industri rokok,” papar Samihudin.

Sebab terang dia, keberlangsungan perkebunan tembakau tergantung dari keberlangsungan industri rokok di tanah air. Industri tembakau ataupun industri rokok jangan hanya dijadikan mesin ATM atau tempat pengambilan uang pemerintah saja.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2489 seconds (0.1#10.140)