Soal Rencana Moratorium PKPU, Begini Respons Praktisi Hukum

Rabu, 25 Agustus 2021 - 06:00 WIB
loading...
Soal Rencana Moratorium PKPU, Begini Respons Praktisi Hukum
Ilustrasi. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sebagai respons terhadap usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) untuk menghentikan sementara proses pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan kepailitan, pihak pemerintah berencana mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk menghentikan pengajuan perkara-perkara PKPU dan kepailitan selama 3 (tiga) tahun.

Tujuan perppu ini adalah untuk menyelamatkan dunia usaha dan mencegah moral hazard bagi perusahaan yang tidak bertanggung jawab karena mekanisme pendaftaran PKPU dan kepailitan terlalu mudah sehingga meningkatkan perkara-perkara PKPU dan kepailitan saat pandemi seperti sekarang.

"Rencana pemerintah menghentikan sementara pendaftaran perkara PKPU dan kepailitan tidak bijaksana dan kurang memperhatikan realita lapangan," kata Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen, di Jakarta, Rabu (25/8/2021).



Dia mengatakan, memang benar saat ini terjadi peningkatan perkara-perkara PKPU dan kepailitan dan seharusnya pemerintah menggunakan fakta ini untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara daripada menutup mata kenaikan perkara PKPU dan kepailitan sebagai salah satu indikator kesehatan ekonomi nasional.

Ia menandaskan, meningkatnya perkara PKPU dan kepailitan bukan berarti kiamat maupun aib bagi dunia usaha Indonesia karena PKPU merupakan opsi terbaik agar para kreditur dan debitur bersama-sama membahas rencana restrukturisasi utang.

"Ini adalah sebuah win-win solution karena kreditur akan mendapat kepastian pembayaran sedangkan bagi debitur dapat menyusun rencana pembayaran sesuai kemampuan memulihkan diri," kata dia.

Adapun ancaman pailit apabila proposal perdamaian dari debitur ditolak para kreditur bertujuan agar debitur lebih serius dalam menyusun proposal perdamaian. Apabila proses restrukturisasi utang ini berhasil, lanjutnya, tentu para kreditur dan debitur sama-sama dapat kembali fokus menyelamatkan usaha mereka dari covid-19.

"Dalam perspektif yang lebih luas, menjaga likuiditas pelaku usaha, baik kreditur maupun debitur berarti menjaga perekonomian nasional supaya jangan semakin terpuruk," jelasnya.

Menurut dia, di negara lain jumlah perkara kepailitan dan restrukturisasi utang melalui pengadilan semakin marak. Tahun 2019 misalnya, Amerika mencatat 718.553 perkara restrukturisasi utang oleh perorangan, sementara tahun 2020 tercatat penurunan menjadi sebesar 544.463 kasus.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1902 seconds (0.1#10.140)