Harga Terjangkau, Batu Bara Masih Jadi Primadona Energi Listrik

Rabu, 25 Agustus 2021 - 22:38 WIB
loading...
Harga Terjangkau, Batu Bara Masih Jadi Primadona Energi Listrik
Ilustrasi PLTU. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tren penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik diramal masih tinggi seiring harga yang masih terjangkau sebagai sumber energi listrik. Dengan demikian, komoditas utama dari energi fosil tersebut belum bisa tergantikan dengan energi lain.

"Meskipun transisi energi di berbagai negara sedang dijalankan, tetapi energi fosil tidak bisa dihilangkan begitu saja," ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, Rabu (25/8/2021).



Menurut dia batu bara masih menjadi primadona sumber energi yang murah dan mudah didapatkan. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak cadangan batu bara yang bisa dimanfaatkan secara lebih ekonomis. Saat ini, biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP) PLTU sekitar Rp600-Rp800/kwh. Adapun, BPP PLN secara umum tercatat Rp1.297/kwh per Juni 2021.

Tak hanya paling murah, pembangkit listrik berbasis batu bara PLN masih menjadi yang terbesar atau mencapai 66,81 persen dari total 275 Twh per 2020. Menurutnya, permintaan batu bara di sejumlah negara masih sangat tinggi. Bahkan, volumenya diperkirakan dapat terus meningkat.

Hal itu sejalan dengan laporan International Energy Agency (IEA) baru-baru ini yang memperkirakan konsumsi batu bara global meningkat sebesar 2,6 persen pada 2021, didorong oleh sejumlah negara seperti China, India, dan Asia Tenggara. Proyeksi tersebut ditopang oleh pemulihan ekonomi yang terjadi sehingga ada peningkatan permintaan untuk pembangkit listrik dan industri.

Mamit menjelaskan, singgungan antara transisi energi dan upaya untuk mengoptimalkan batu bara pasti ada. Yang jelas, hal tersebut harus mempertimbangkan mana yang paling menguntungkan bagi masyarakat.

Adapun, penggunaan EBT sebagai energi bersih merupakan sebuah keniscayaan. Namun, untuk saat ini masih cukup banyak hambatan dalam pengembangannya.

Pertama, listrik yang dihasilkan oleh EBT masih cenderung intermiten sehingga masih perlu di-backup oleh energi fosil. Kedua, harga listrik yang dihasilkan oleh EBT relatif masih lebih mahal dibandingkan dengan PLTU. Hal tersebut akan langsung berdampak pada biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.

Ketiga, komponen penunjang pembangkit EBT masih terbatas. Dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang rendah, pengembangan pembangkit EBT dinilai belum mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi perekonomian nasional dalam waktu dekat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2066 seconds (0.1#10.140)