Core Usul BI Cetak Uang untuk Selamatkan Ekonomi RI

Kamis, 04 Juni 2020 - 10:57 WIB
loading...
Core Usul BI Cetak Uang untuk Selamatkan Ekonomi RI
Core menilai perlunya pemerintah mendapatkan kebijakan tambahan untuk pemenuhan likuiditas di dalam negeri, yaitu melalui kebijakan pencetakan uang oleh bank sentral. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Center of Reform on Economics (Core) menilai perlunya pemerintah mendapatkan kebijakan tambahan untuk pemenuhan likuiditas di dalam negeri, yaitu melalui kebijakan pencetakan uang oleh bank sentral (Bank Indonesia/BI).

Saat ini diskursus mengenai kebijakan penciptaan uang selalu dikaitkan dengan kekhawatiran terhadap dampak kebijakan sama yang pernah dilakukan pada periode 1960-1966.

Ekonom Core Indonesia, Piter Abdullah, berpandangan paling tidak ada dua alasan utama mengapa kebijakan pencetakan uang perlu dan bisa dilakukan di Indonesia saat ini.

Pertama, tambahan likuiditas diperlukan untuk kebutuhan pembiayaan stimulus. Dia menuturkan, umumnya pemerintah menarik sumber pembiayaan dari dalam negeri melalui penerbitan surat utang. Namun, di tengah keringnya likuiditas akibat pandemi akan sangat sulit berharap permintaan terhadap surat utang pemerintah mampu menutup kebutuhan pembiayaan.

Pasalnya, investor asing yang mempunyai persentase kepemilikan terbesar dalam surat utang pemerintah mengurangi porsi kepemilikannya, sementara bank masih menghadapi permasalahan likuiditas akibat tekanan NPL dan upaya restrukturisasi kredit.

Di sisi lain, investor individu cenderung melakukan precautionary savings yang lazim terjadi di tengah pandemi ataupun tekanan ekonomi.

"Dengan asumsi serapan Surat Berharga Negara (SBN) sampai dengan akhir Mei 2020 mencapai Rp120 triliun, tambahan pinjaman pemerintah yang akan mencapai Rp148 triliun dan kebutuhan pembiayaan mencapai Rp2.426 triliun, maka pada periode Juni-Desember 2020 diperlukan tambahan likuiditas hingga Rp1.800 triliun di surat utang pemerintah," kata Piter saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (4/6/2020).

Menurut dia, hal ini menjadi tantangan karena dalam lima tahun terakhir serapan maksimal pasar pada instrumen surat utang pemerintah hanya mencapai Rp900 triliun, yang terjadi pada tahun 2019. "Disinilah kebutuhan likuiditas tambahan melalui kebijakan cetak uang diperlukan," katanya.

Dia merinci, posisi jumlah uang beredar di Indonesia saat ini relatif rendah dibandingkan negara-negara lain. Rasio uang primer terhadap PDB (M0/PDB) hanya ada di kisaran 6%. Padahal, di Thailand dan bahkan Vietnam, M0/PDB bisa mencapai 14%. Tambahan uang kartal dengan kebijakan cetak uang baru sebesar Rp1000 triliun diperkirakan akan meningkatkan M0/PDB dari 6% menjadi 15%, atau kurang lebih sama dengan Thailand dan Vietnam.

Sementara rata-rata pertumbuhan jumlah uang beredar dalam artian sempit (M1) dalam lima tahun terakhir (2015-2019) sangat rendah, yaitu sekitar 11% (yoy), jauh di bawah pertumbuhan M1 semasa krisis ekonomi tahun 1998 yang mencapai 29% yoy.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1979 seconds (0.1#10.140)