Harga Pupuk Non Subsidi Melonjak Tinggi, Petani Sawit Menjerit

Minggu, 31 Oktober 2021 - 12:57 WIB
loading...
A A A
Gulat mengatakan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) terancam gagal karena anggaran biaya PSR sudah berantakan akibat kenaikan harga pupuk. Sebagai contoh dalam anggaran PSR pupuk urea telah ditetapkan Rp4.500/kg. Namun sekarang sudah mencapai di atas Rp6.000/kg.

(Baca juga:Pupuk Kaltim Siapkan Pupuk Non Subsidi Daun Buah untuk Sulsel)

Dikatakan Gulat, selama ini petani sawit sudah sangat tertekan dengan adanya kebun sawit petani yang berada di kawasan hutan. Namun sekarang para petani sawit tambah lagi persoalan yakni membubungnya harga pupuk. “Melambungnya harga pupuk ini sudah KLB (kejadian luar biasa). Ironisnya, di saat yang bersamaan kementerian terkait (Kementerian BUMN dan Kementan) semua terkesan tiarap.

Harga pupuk dipengaruhi tiga faktor utama yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar, transportasi dan bahan dasar pupuk tersebut. Menurut pengamatan Gulat, ketiga faktor tersebut dalam keadaan normal, kecuali bahan baku yang sedikit naik. Namun hal ini idealnya tidak mengakibatkan harga naik signifikan. “Kami berharap Komisi IV DPR bisa segera memanggil kementerian terkait untuk mengevaluasinya. Ini sudah KLB” ujar dia.

Harga pokok produksi (HPP) TBS petani sewaktu harga pupuk masih normal sebesar Rp794 per kg. “Namun HPP kami sekarang Rp1.350 per kg karena 58% pengeluaran untuk biaya pupuk,” kata Gulat.

Alhasil pendapatan petani sawit sekarang hanya Rp815.000/ha/bulan dari sebelumnya Rp1,1 juta/ha/bulan. “Harga TBS sawit Rp3.000 per kg, tapi kami turun pendapatan,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Gunawan mengatakan, pemerintah berkomitmen menjaga stok dan keterjangkauan harga pupuk baik subsidi maupun non subsidi untuk meningkatkan produktivitas lahan petani.

(Baca juga:Pupuk Indonesia Sudah Salurkan 4,37 Ton Pupuk Subsidi)

Gunawan menjelaskan pupuk sebagai salah satu sarana produksi yang sangat strategis bagi pertanian. Tidak saja mempengaruhi capaian produksi. Tetapi berdampak sosial karena menjangkau sekitar 17 juta petani, pada 6.063 kecamatan, 489 kabupaten dan 34 provinsi.

Berkaitan pupuk bersubsidi, dikatakan Gunawan, tata kelolanya menjadi perhatian seluruh pihak terkait. Di era 4.0 di mana transparansi publik dan pertanggungjawaban sosial selalu menjadi sorotan. Hal ini menjadi tantangan yang luar biasa bagi petugas yang menangani pupuk bersubsidi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0851 seconds (0.1#10.140)